Menjadi
Ibu Negara
Belum lama ini aku
mengamati tingkah laku para istri dibelakang para bapak yang sukses dikancah komunitasnya. Setelah
melihat sosok ibu Iriani di televisi yang mendampingi orang nomor satu di
Indonesia muncullah ide untuk menuliskan ihwal ini. Sosoknya yang sederhana dan
menjadi diri sendiri menjadi sorotan seluruh media. Kemudian kemarin mataku
tertuju pada sosok pendamping yang lain. Wanita itu sangat ramah, menjamu teman-teman
suami dengan senyum merekah dan tak henti-hentinya mengumbar obrolan hangat
pada tamu. Dandananya elegan tetapi ada bagian tertentu yang terlihat mewah.
Ada juga dengan karakter biasa, maksudnya ia bertingkah laku tetap menjadi diri
sendiri dengan keramahan yang sederhana,
dengan dandanan yang sederhana pula.Ia akan menjadi sangat ramah dengan
orang-orang yang dekat dengan dia.
Aku jadi teringat
beberapa tahun silam saat masih sangat dekat seseorang. Dimana aku tetiba
menjadi nyonya diantara sekelompok komunitas baru. Menjadi sosok dibalik lelaki
yang lebih menonjol tentunya akan diperhatikan gerak-geriknya. Tak mesti
menjadi artis, tapi disaat itulah mata
sekelompok tertuju padaku. Pengalaman baru dengan teguran yang lumayan nendang.
Ya, aku dicap kurang ramah menyambut, melayani teman-temannya.
Bukan untuk yang
pertama kali, bahkan sudah tak terhitung parasku yang dicap jutek. Karakter aku
memang kurang bisa diseting berpura-pura ramah renyah dihadapan orang-orang
baru. Sadar sesadarnya untuk mencoba merubah, rupanya tidak mudah. Pernah ada
yang mengiraku orang batak, karena wajahku yang datar dan tegas. Adapula yang
mengatakan aku angker, misterius dan abstrak. Sampai-sampai aku paling tidak
mau menjadi SPG dari dulu, mengingat karakter yang demikian plus kurang bisa
memoles muka dengan make up. Aku memang tidak ramah dengan orang yang tidak
dikenali, tapi jangan salah aku akan menjadi sangat baik jika sudah berteman
baik, apalagi akrab.
Pelayanan dari ibu
negara pastinya berbeda-beda. Karakter itulah yang menjadi pembeda. Ada yang
memang pendiam, jutek humoris, periang dll. Ada pernyataan “Ramah itu ada
batasnya, jutek itu selamanya” Kalau memang dasarnya ramah pastinya dia memang
benar ramah, tetapi jika dasarnya jutek biasanya akan cape dengan berpura ramah
dan ia akan kembali menjadi jutek. Di situlah kaum ibu negara berperan untuk
turut serta menjaga harkat martabat suami dimata teman-temannya. Mereka sanggup
untuk memantaskan diri sebagai pasangan suami. Disamping itu perlu adanya sikap
dewasa, sigap menyesuaikan diri untuk menghadapi suasana apapun dan mampu
mengimbangi kebutuhan keadaaan.
Pekerjaan rumah yang
besar bagi istri atau calon istri. Sudah seharusnya istri mampu menghadirkan
kebahagiaan di depan mata suaminya, walau hanya sekedar dengan pandangan mata.
Seorang istri diharapkan menggali apa saja yang bisa menyempurnakan
penampilannya, memperindah keadaanya di depan suami tercinta. Mengenai hal ini,
kebutuhan wanita bisa terlihat cantik
untuk menentramkan hati suami.
Apapun karakter, dalam
pernikahan tidak melihat dari mana pendidikan universitas mana. Tapi sama-sama
memberikan keamanan, kemaslahatan dan kenyamanan dalam pernikahan. Agama
memegang peran penting di dalamnya. Sama-sama berkomitmen pada panduan Allah
dan RosulNya.
Menjadi ibu negara
seperti apa nanti? Entahlah sampai sekarang saya belum ditemukan dengan kepala
negara Aku akan tetap menjadi diri sendiri, dan jutekku pada porsinya hehe
No comments:
Post a Comment