Membentang Jejak Dakwah Rasulullah Di Madinah
Kali ini posisi Hanif sebagai muthawwif digantikan oleh Azmi karena suatu kesibukan, rekan sesama mahasiswa Universitas Islam Madinah. Logat melayunya sangat kental, tidak seperti Hanif yang bisa menyesuaikan mana jamaah asal Indonesia dan Malaysia. Pelajar asal negeri Jiran ini memang sedang belajar menangani handling dan urusan jamaah umroh.Azmi sudah berupaya keras menerangkan apa-apa yang berada disekitarnya yang berkaitan dengan jejak perjuangan Rasul. Meski demikian banyak diksi saat pengucapan dalam cerita tercampur dengan bahasa Melayu.
Dalam hitungan detik usai memimpin doa perjalanan, sepatah doa patah sudah Azmi dihujani komplain oleh para jamaah terutama dibarisan depan. Mengingat ada beberapa dari jamaah berprofesi sebagai dosen disebuah Institut Islam di Serang. Sedikit adu pendapat yang dicampur canda tawa, akhirnya supir yang berpengalaman itu menawarkan diri untuk membimbing kami, menjadi pemandu wisata sepanjang city tour Madinah.Demi kepentingan bersama akhirnya supir mengikhlaskan diri menjadi pemandu wisata. Dengan pekerjaan multi tasking menyetir dan menguraikan semua situs-situs dan sejarah nabi dengan jelas dan rinci.
Berkat izin Allah, dengan pengalaman yang tak sebentar supir tersebut diberi banyak kemudahan melafalkan setiap sejarah tempat demi tempat dan hal-hal kecil yang sebelumnya belum kami ketahui.
Berikut destinasi wisata yang dirangkum dalam torehan cerita dari penerangan pak Asep supir paruh baya yang masih nampak gagah.
Misteri Jabal Magnet
FENOMENA alam tak kunjung habis di Madinah dan
Mekah. Kini, Jabal (Gunung) Magnet menjadi fenomenal dan banyak dibicarakan
jemaah umrah.Kelebihannya, mampu mendorong kendaraan dengan kecepatan 120 km
per jam dengan posisi persneling netral.
Namanya memang tak setenar dengan tempat
bersejarah lainnya yang ada di kota suci Medinah dan Mekah, seperti Jabal Uhud,
Baqi’ Jabal Rahmah, dan lainnya. Tapi, belakangan ini, Jabal Magnet mengundang
jemaah Arab maupun umrah untuk datang merasakan kelebihannya.
rombongan Zidny Travel 26 Maret - 2 April 2015 |
Lokasinya memang cukup lumayan dari Kota Medinah,
sekitar 40 km menuju arah Kota Tabuk. Jabal Magnet berada di luar daerah haram,
sehingga bebas dikunjungi warga non muslim.
Jika dilihat secara kasat mata, sebetulnya tidak
jauh beda dengan daerah lainnya, yakni berupa bukit-bukit batu gersang seperti
yang banyak mengelilingi Kota Medinah. Hanya ketika kendaraan sampai di jalan
raya di antara perbukitan tersebut, baru akan merasakan ada suatu keanehan.
–
Persneling
Netral, Mobil ‘Didorong’ Menjauhi Jabal Magnet
Sebab jalan sepanjang sekitar 4 km di kawasan
perbukitan ini diyakini memiliki daya dorong. Mobil akan berjalan dengan
kecepatan tinggi menjauhi Jabal Magnet, meskipun persneling mobil dalam posisi
netral.
Hal itu dirasakan saya dan jamaah lainnya,
Saat bus yang kami tumpangi menuju arah selatan, pak Asep supir bus asal Indonesia
ini mengaku kendaraan menjadi sangat berat meskipun medan jalan tidak begitu
menanjak.
Makin lama bahkan ia terpaksa memindahkan
persneling mobil ke posisi satu, karena kesulitan bergerak hingga kecepatannya
hanya 15 hingga 20 km per jam. Padahal, dengan kondisi jalan yang tidak terlalu
menanjak, seharusnya dengan persneling dua, taksi masih kuat.
Dengan laju yang berat itu, Pak Asep yakin ada
pengaruh magnet yang menahan gerakan mobil. Sebaliknya, ketika mobil berbalik
arah menuju Medinah, sopir yang sudah lebih enam tahun tinggal di kota ini
mengaku saat mengemudi melaju dengan kecepatan tinggi, meskipun persneling
dalam posisi netral. Namun demi keamanan demi menjaga keselamatan para jamaah,
beliau menahan kendali laju. Kian lama kecepatan kendaraan makin tinggi.
Bahkan, baru sekitar 3 km, kecepatan taksi ini sudah menunjukkan angka 120 km
per jam.
–
Bisa Mencapai
120 Km per Jam
tidak lupa mengabadikan moment dibalik bukit jabal magnet |
Untuk membuktikan keanehan tersebut, Pak Asep meminta
untuk bergantian menyetir kendaraan, namun kondisi yang kurang memungkinkan
kami diberi kesempatan melihat speedometer yang bergerak cepat padahal masa
dalam posisi netral, kecepatan mobil bisa sampai 120 km per jam.Ternyata benar,
ini suatu keajaiban. Ini pasti ada daya dorong dari gunung tersebut.. Saat
persneling dikembalikan ke posisi netral, perlahan-lahan mobil tersebut berhenti.
Sebaliknya, saat pak Asep mencoba ke arah Madinah dengan posisi persneling
netral, jarum kilometer mobil malah memutar sampai ke titik 120 km per jam. Para jamaah benar memperhatikan gerak-gerik kemudi pak Asep berkemudi dari kaki yang menginjak rem dan pengukur kecepatan yang direkam.
Memang medan jalan menuju Kota Medinah agak
menurun, namun dengan kondisi demikian tidak wajar akselerasi mobil begitu
cepat. Bahkan, sebetulnya laju kendaraan bisa lebih tinggi lagi, tapi pak Asep
tidak berani lalu mengeremnya karena tidak mampu mengendalikannya.
–
Batas Area
Jabal Magnet
Tidak ada batasan yang jelas, mulai dari mana
jalan yang memiliki daya magnet itu. Tapi jika dirasakan, pengaruh magnet itu
mulai bila kendaraan melaju dari bendungan air yang letaknya tak jauh dari
putaran hingga bukit menjelang belokan ke Medinah. Setelah sekitar melaju lima
km, kecepatan mobil mulai berkurang sedikit demi sedikit, padahal jalan masih
menurun. Akhirnya, mobil memiliki kecepatan lambat saat berada di depan bendungan
air.
Namun, dari sejumlah informasi yang berkembang di
Medinah, menyebutkan, dulunya Jabal Magnet ditemukan secara tidak sengaja oleh
seorang Arab Baduy. Saat itu si Arab ini menghentikan mobilnya karena ingin
buang air kecil. Namun karena sudah kebelet, ia mematikan mesin mobil, tapi
tidak memasang rem tangan.
Ketika sedang enak-enaknya pipis, ia kaget bukan
kepalang, mobilnya berjalan sendiri dan makin lama makin kencang. “Ia berusaha
mengejar, tapi tentu saja tidak berhasil. Dan menurut kisahnya, mobilnya
tersebut baru berhenti setelah melenceng ke tumpukan pasir di samping jalan,
Obyek Wisata
Baru
Sejak itu, cerita tersebut menyebar ke berbagai
pelosok dan ramai dikunjungi warga, baik dari Arab sendiri maupun dari negara
lain. Bahkan menurut ceritanya, sebagian warga ada yang melakukan berbagai
ritual agama di sana. Namun, karena di lokasi ini bukan merupakan tempat untuk
melakukan ritual, pemerintah Arab Saudi melarangnya dan menjadikan kawasan ini
sebagai objek wisata semata.
Untuk itu, pemerintah Arab Saudi sudah membangun
jalan raya yang begitu lebar agar pengunjung bisa merasakan dorongan magnet
ketika melaju dengan kendaraannya. Di bagian ujung dibuat jalan melingkar untuk
putaran ketika pengaruh medan magnet sudah lemah.
Selain itu, di kedua sisi jalan sudah dibangun
tenda-tenda untuk pengunjung dan sudah ditanam pohon-pohon agar kelihatan lebih
hijau. Bahkan, di sebuah dataran yang berpasir, terdapat arena bermain
mobil-mobilan untuk anak-anak. Kawasan ini juga sudah dilengkapi dengan sejumlah
toilet untuk umum.
Jalan dari Kota Madinah menuju kawasan ini juga
sudah lebar dan mulus, sehingga untuk sampai ke lokasi tidak sampai 45 menit
dengan mobil kecil atau bus. Pemandangan di kedua sisi jalan menuju kawasan ini
juga cukup indah dan menakjubkan. Sebelah kanan dan kiri jalan dikelilingi oleh
gunung berbatu. Terdapat juga areal peternakan domba, unta, serta kebun kurma
yang membuat gurun menjadi agak menghijau.
Menurut pak Asep, yang masih menggunakan satu
tanganya untuk menyetir dan yang kiri memegang mikrofon. Beliau menuturkan
keunikan hukum menabrak pohon dibanding menabrak tiang listrik penerang jalan.
Jika menabrak lampu listrik dengan mengganti seharga tiang tersebut sekitar
2000 riyal, namun jika menabrak pohon harus mengganti sejumlah kubik air yang
dihabiskan selama pertumbuhan pohon itu. Mengingat negara Arab dengan wilayah
yang tandus dan gersang tentu akan sulit mengembangkan jenis pepohonan. Itupun
dengan pohon jenis tertentu yang cocok dengan keadaan lahan di jazirah Arab.
Kini Jabal Magnet sudah menjadi daya tarik
tersendiri bagi pengunjung untuk melihat dan merasakan adanya fenomena alam
yang masih misterius. Bahkan, orang-orang dari negara asing saat berkunjung ke
Medinah jarang yang melewatkan peristiwa langka ini.
Gunung Uhud
Jabal Uhud (gunung Uhud), adalah gunung batu berwarna kemerahan, tidaklah begitu besar, tingginya hanya 1.050 meter dan terpisah dari bukit-bukit lainnya. Berlokasi sekitar 5 kilometer sebelah utara kota Madinah.
Bentuk Jabal
Uhud, seperti sekelompok gunung yang tidak bersambungan dengan gunung-gunung
yang lain. Sementara umumnya bukit di Madinah, berbentuk sambung menyambung.
Karena itulah, penduduk Madinah menyebutnya Jabal Uhud yang artinya ‘bukit
menyendiri’.
Jabal Uhud
selalu dilewati oleh jamaah yang masuk ke Madinah maupun yang menuju Makkah.
Letaknya memang di pinggir jalan raya menuju kedua kota itu.
dipelataran jabal Uhud banyak pedagang, nah salah satunya topi yang saya pakai |
Di bukit
inilah terjadi perang dahsyat antara kaum muslimin melawan kaum musyrikin
Mekah. Dalam pertempuran tersebut gugur 70 orang syuhada di antaranya Hamzah
bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad saw. Kecintaan Rasulullah saw pada para
syuhada Uhud, membuat beliau selalu menziarahinya hampir setiap tahun. Untuk
itu, Jabal Uhud menjadi salah satu tempat penting untuk diziarahi.
Anas radhiyallahu
anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw memandang ke Uhud sambil
bersabda,”Sesungguhnya Uhud adalah gunung yang sangat mencintai kita, dan kita
pun mencintainya.” (HR. Muslim : 1393).
Didepan
makam syuhada uhud kami memanjatkan doa yang dipimpin oleh ustad Abdul Hakim.
Kondisi makam tidak seperti makam di Indonesia dengan nisan marmer yang
beraneka ragam, keseluruhan nampak kehijauan dan tiap makan terdapat gundukan.
Pemandangan sangat berbeda ketika melihat dipemakaman umum Ma’ la atau Tsurayya
dan makam syuhada Uhud. Semua makam rata dengan tanah, dengan nisan tanpa nama
dengan ukuran yang sama dan sangat sederhana. Nah, inilah gambaran makam yang
sesuai tuntunan Islam.
Disunnahkan ketika berziarah ke Jabal Uhud ini kita member salam kepada
para suhada Uhud serta mendoakannya. Sebelum dibangun jalan baru yang menghubungkan Kota
Makkah dan Madinah oleh pemerintah Kerajaan Saudi, Jabal Uhud selalu dilewati
oleh jamaah yang hendak menuju Madinah maupun yang menuju Makkah. Letaknya memang
di pinggir jalan raya menuju kedua kota itu.
Namun, sejak
tahun 1984, perjalanan jamaah haji dari Makkah ke Madinah atau dari Madinah ke
Jeddah, tidak lagi melalui jalan lama tersebut. Melainkan melalui jalan baru
yang tidak melewati pinggir jabal.
Sejarah Jabal Uhud
Di kawasan
Uhud itu, pertempuran spiritual dan politik dalam arti sebenarnya memang
terjadi. Ketika itu, pasukan diberi pilihan antara kesetiaan pada agama dan
kecintaan pada harta. Melihat lokasi dan kawasan perbukitan yang mengelilinginya,
maka orang bisa membayangkan bagaimana sulitnya medan perang ketika itu.
Perang di
kawasan Uhud, bermula dari keinginan balas dendam kaum kafir Quraisy seusai
kekalahan mereka dalam Perang Badar. Mereka berencana menyerbu umat Islam yang
ada di Madinah. Peristiwanya terjadi pada 15 Syawal 3 H, atau sekitar bulan
Maret 625.
Menghadapi
rencana penyerbuan tersebut, Rasulullah saw memerintahkan barisan pasukan
Muslimin menyongsong kaum kafir itu di luar Kota Madinah. Strategi pun disusun.
Sebanyak 50 pasukan pemanah, oleh Rasulullah saw yang memimpin langsung
pasukannya, ditempatkan di atas Jabal Uhud. Mereka diperintahkan menunggu di
bukit tersebut, untuk melakukan serangan apabila kaum Quraisy menyerbu,
terutama pasukan berkudanya. Sedangkan pasukan lainnya, menunggu di celah
bukit.
Maka, perang
antara pasukan kaum Muslimin yang berjumlah 700 orang melawan kaum musyrikin
Makkah yang berjumlah 3.000 orang, akhirnya berkobar. Dalam perang dahsyat itu
pasukan Muslimin sebenarnya sudah memperoleh kemenangan yang gemilang.
Namun,
kemenangan tersebut berbalik menjadi kisah pilu, karena pasukan pemanah kaum
Muslimin yang tadinya ditempatkan di Bukit Uhud, tergiur barang-barang kaum
musyrikin yang sebelumnya sempat melarikan diri. Melihat kaum musyrikin
melarikan diri dan barang bawaannya tergeletak di lembah Uhud, pasukan pemanah
meninggalkan posnya dengan menuruni bukit. Padahal, sebelumnya Rasulullah saw
telah menginstruksikan agar tidak meninggalkan Bukit Uhud, walau apa pun yang
terjadi.
Adanya
pengosongan pos oleh pemanah tersebut digunakan oleh panglima kaum musyrikin,
Khalid bin Walid (sebelum masuk Islam) untuk menggerakkan kembali tentaranya
guna menyerang umat Islam. Khalid bin Walid ini, sebelumnya memang digambarkan
sebagai seorang ahli strategi yang memimpin tentara berkuda.
Akibat
serangan balik tersebut, umat Islam mengalami kekalahan tidak sedikit. Sebanyak
70 orang sahabat gugur sebagai syuhada. Termasuk paman Rasulullah saw, Hamzah
bin Abdul Muthalib. Rasulullah saw sangat bersedih atas kematian pamannya
tersebut.
Kematian
paman Rasulullah saw ini, akibat ulah Hindun binti Utbah, istri seoran kaum
musyrikin, yang mengupah Wahsyi Alhabsyi, seorang budak, untuk membunuh Hamzah.
Tindakan balas dendam dilakukan Hindun, karena ayahnya dibunuh oleh Hamzah dalam
Perang Badar. Wahsyi dijanjikan akan mendapat kemerdekaan bila dapat membunuh
Hamzah dalam peperangan ini.
Dalam
pertempuran itu, Rasulullah saw juga mengalami luka-luka yang cukup parah.
Bahkan, sahabat-sahabatnya yang menjadi perisai pelindung Rasulullah saw, gugur
dengan tubuh dipenuhi anak panah.
Setelah
perang usai dan kaum musyrikin mengundurkan diri kembali ke Makkah, Nabi
Muhammad saw memerintahkan agar para sahabatnya yang gugur dimakamkan di tempat
mereka roboh, sehingga ada satu liang kubur untuk memakamkan beberapa syuhada.
Jenazah para syuhada Uhud ini, akhirnya dimakamkan dekat lokasi perang serta
dishalatkan satu per satu sebelum dikuburkan.
Adapun
Sayidina Hamzah bin Abdul Muthalib, dishalatkan sebanyak 70 kali. Beliau pun
dimakamkan menjadi satu dengan Abdullah bin Jahsyi (sepupu Nabi Muhammad saw)
di lokasi
terpisah dengan lokasi para syuhada yang lain.
Kini, jika
kita datang ke lokasi tersebut, kompleks pemakaman itu akan terlihat sangat
sederhana, hanya dikelilingi pagar setinggi 1,75 meter. Dari luar hanya ada
jeruji, sehingga jamaah bisa melongok sedikit ke dalam. Bahkan, di dalam areal
permakaman yang dikelilingi pagar itu, tidak ada tanda-tanda khusus seperti
batu nisan, yang menandakan ada makam di sana.
Namun
demikian, ziarah ke Jabal Uhud telah menjadi menu penting bagi segenap jamaah
haji atau umrah, ketika berada di Kota Suci Madinah. Dari manapun mereka
berasal, mereka bisanya akan berusaha berziarah ke kompleks makam tersebut.
Seperti yang dikisahkan, lantaran kecintaan Rasulullah saw kepada para
syuhada Uhud, beliau senantiasa berziarah ke Jabal Uhud hampir setiap tahun. Langkah beliau kemudian juga
diikuti oleh beberapa sahabat sesudah Rasulullah saw wafat. Bahkan, dikisahkan
bahwa Umar dan Abubakar, juga selalu mengingatkan Rasul jika perjalanannya
telah mendekati Uhud.
Rasulullah
saw bersabda,”Mereka yang dimakamkan di Uhud tak memperoleh tempat lain kecuali
ruhnya berada did alam burung hijau yang melintasi sungai Surgawi. Burung itu
memakan makanan dari taman surga, dan tak pernah kehabisan makanan. Pada
syuhada itu berkata siapa yang akan menceritakan kondisi kami kepada saudara
kami bahwa kami sudah berada di surga.”
Maka Allah
SWT berfirman ,” Aku yang akan memberi kabar kepada mereka.” Maka dari situ
kemudian turun ayat yang berbunyi,” Dan janganlah mengira bahwa orang yang
terbunuh di jalan Allah SWT itu meninggal (Qs 3:169)
Hingga kini,
Jabal Uhud menjadi tempat penting untuk diziarahi oleh para jamaah haji. Di
tempat ini, biasanya banyak mutawwif yang memandu memimpin doa. Di dalam buku
panduan haji sendiri telah dicantumkan doa ketika ziarah ke Bukit Uhud.
Biasanya di tempat ini panas amat terik. Ada yang menganjurkan berziarah ke
Uhud pada hari Kamis dan Jumat sebagaimana Rasulullah saw melakukan.
Masjid Qiblatain
Kami memang
tidak sempat untuk melihat kedalam masjid, dari dalam bus yang berkaca bening
kami melihat menara-menara masjid Qiblatain yang elegan.
Masjid
Qiblatain termasuk salah satu masjid yang menjadi tonggak sejarah syiar Islam.
Di masjid inilah Nabi Muhammad Saw menerima wahyu untuk mengubah arah kiblat
shalat, dari Baitul Maqdis di Yerussalem (Palestina) ke Baitullah di
Masjidilharam (Mekah).
Masjid ini
berjarak sekitar 7 kilometer dari Masjid Nabawi, di tepi jalan ke jurusan Wadi
Aqiq, di atas bukit kecil di utara Harrah, Madinah. Semula dikenal dengan nama
Masjid Bani Salamah, karena masjid ini dibangun di atas bekas rumah Bani
Salamah.
Pada tahun
ke 2 Hijriyah hari Senin bulan Rajab, Rasulullah berkunjung ke perkampungan
Harrah untuk sekadar bersilaturrahmi dengan warga Muslim di sana. Ketika
memasuki waktu Dhuhur,
Rasulullah melaksanakan shalat di Masjid Salamah ini.
Dalam shalat
tersebut mula-mula Rasulullah Saw menghadap ke arah Masjidil Aqsa. Namun, pada
rakaat kedua Rasulullah mendapat wahyu (Al-Baqarah: 144) untuk mengubah arah
kiblat tersebut. Setelah turun ayat tersebut, Rasulullah pun menghentikan
sementara shalatnya, kemudian meneruskan kembali dengan menghadap ke
Masjidilharam di kota Mekah.
Adapun wahyu
yang diturunkan Allah untuk mengubah arah kiblat tersebut: “Sungguh Kami
(sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan
memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah
Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.
Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al Kitab (Taurat
dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidilharam itu adalah benar
dari Allahnya dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan”. (Albaqarah: 144).
Merujuk pada
peristiwa tersebut, lalu masjid ini (Masjid Bani Salamah) dinamakan Masjid
Qiblatain, yang artinya masjid berkiblat dua.
Masjid
Qiblatain mengalami beberapa kali pemugaran di antaranya pada tahun 893 H atau
1543 M oleh Sultan Sulaiman. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi sekarang juga
mengadakan perluasan dan pembangunan konstruksi baru, namun tidak menghilangkan
ciri kas masjid tersebut.
Masjid Quba
Alhamdulillah di Masjid Quba ini, saya beserta rombongan menyempatkan
diri untuk tahiyatul masjid. Dengan waktu yang tak lama, namun kami sanggup
menempuh dan bersholat dengan khusuk. Perjumpaan dengan rumah Allah yang lain
yang mengharukan sekaligus membahagiakan.
Masjid Quba adalah masjid yang mempunyai nilai historikal yang paling
tinggi. Karena, Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah
saw. pada tahun 1 Hijriyah atau 622 Masehi di Quba. Quba adalah suatu tempat
pinggiran kota Madinah atau berjarak sekitar 5 km di sebelah tenggara kota
Madinah. Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa masjid Quba adalah mesjid yang
dibangun atas dasar takwa (Surat At Taubah:108).
Nabi
Muhammad memulai dengan membangun masjid Quba dan kemudian masjid Nabawi,
mempersatukan muslimin pribumi (Anshar) dan pendatang (Muhajirin),
mempersatukan seluruh masyarakat Yatsrib, membangun pakta pertahanan bersama
dan mempertahan diri dari serangan kafir Quraisy melalui jihad perang—yang
akhirnya terbangun peradaban baru, maka kita, umat muslimin, setidaknya juga
bisa “hijrah” dan membagun peradaban baru dengan meninggalkan kondisi yang
negatif kepada yang positif, dari yang mungkar kepada yang makruf, dan dari
yang makruf kepada yang lebih makruf.
Sejarah
Allah s.w.t
memuji masjid ini dan orang yang mendirikan sembahyang di dalamnya dari
kalangan penduduk Quba’ dengan Firman-Nya: Sesungguhnya masjid itu yang
didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut
bagimu (Hai Muhammad) bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya terdapat
orang-orang yang ingin membersihkan diri…….(At Taubah, 108).
Masjid ini
telah beberapa kali mengalami renovasi. Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah
orang pertama yang membangun menara masjid ini. Sakarang renovasi masjid ini
ditangani oleh keluarga Saud. Mengutip buku berjudul Sejarah Madinah Munawarah
yang ditulis Dr Muhamad Ilyas Abdul Ghani, masjid Quba ini telah direnovasi dan
diperluas pada masa Raja Fahd ibn Abdul Aziz pada 1986. Renovasi dan peluasan
ini menelan biaya sebesar 90 juta riyal yang membuat masjid ini memiliki daya
tampung hingga 20 ribu jamaah.
Masjid
Ideal
Meskipun
sangat sederhana, masjid Quba boleh dianggap sebagai contoh bentuk dari pada
masjid-masjid yang didirikan orang di kemudian hari. Bangunan yang sangat
bersahaja itu sudah memenuhi syarat-syarat yang perlu untuk pendirian masjid.
Ia sudah mempunyai suatu ruang yang persegi empat dan berdinding di
sekelilingnya.
Di sebelah
utara dibuat serambi untuk tempat sembahyang yang bertiang pohon korma, beratap
datar dari pelepah dan daun korma, bercampurkan tanah liat. Di tengah-tengah
ruang terbuka dalam masjid yang kemudian biasa disebut sahn, terdapat
sebuah sumur tempat wudhu, mengambil air sembahyang. Kebersihan terjaga, cahaya
matahari dan udara dapat masuk dengan leluasa.
Masjid ini
memiliki 19 pintu. Dari 19 pintu itu terdapat tiga pintu utama dan 16 pintu.
Tiga pintu utama berdaun pintu besar dan ini menjadi tempat masuk para jamaah
ke dalam masjid. Dua pintu diperuntukkan untuk masuk para jamaah laki-laki
sedangkan satu pintu lainnya sebagai pintu masuk jamaah perempuan. Diseberang
ruang utama mesjid, terdapat ruangan yang dijadikan tempat belajar mengajar.
Keutamaan :
Beberapa
hadist mengatakan bila shalat sunah di masjid ini setelah mendekati tengah hari
maka pahalanya sama dengan pahala berhaji umrah satu kali
Panduan di masjid Quba
- Saat akan memasuki bagian dalam masjid, sebaiknya memperhatikan petunjuk di dinding luar masjid. Itu adalah penunjuk pintu masuk yang dikhususkan bagi jamaah laki-laki atau perempuan. Akan terpampang pada sebuah plakat yang ditempelkan ke dinding pintu masuk untuk jamaah laki-laki maupun perempuan.
- Tidak diperbolehkan mengambil gambar didalam masjid.
Masjid Quba dari kejauhan, beserta penjula tasbih yang dijual dengan harga rupiah |
No comments:
Post a Comment