Sunday 3 May 2015

Membentang Jejak Dakwah Rasulullah Di Haramain (Part Madinah)


          Membentang Jejak Dakwah Rasulullah Di Madinah

Kali ini posisi Hanif sebagai muthawwif digantikan oleh Azmi karena suatu kesibukan, rekan sesama mahasiswa Universitas Islam Madinah. Logat melayunya sangat kental, tidak seperti Hanif yang bisa menyesuaikan mana jamaah asal Indonesia dan Malaysia. Pelajar asal negeri Jiran ini memang sedang belajar menangani handling dan urusan jamaah umroh.Azmi sudah berupaya keras menerangkan apa-apa yang berada disekitarnya yang berkaitan dengan jejak perjuangan Rasul. Meski demikian banyak diksi saat pengucapan dalam cerita tercampur dengan bahasa Melayu.

Dalam hitungan detik usai memimpin doa perjalanan, sepatah doa patah sudah Azmi dihujani komplain oleh para jamaah terutama dibarisan depan. Mengingat ada beberapa dari jamaah berprofesi sebagai dosen disebuah Institut Islam di Serang. Sedikit adu pendapat yang dicampur canda tawa, akhirnya supir yang berpengalaman itu menawarkan diri untuk membimbing kami, menjadi pemandu wisata sepanjang city tour Madinah.Demi kepentingan bersama akhirnya supir mengikhlaskan diri menjadi pemandu wisata. Dengan pekerjaan multi tasking menyetir dan menguraikan semua situs-situs dan sejarah nabi dengan jelas dan rinci.

Berkat izin Allah, dengan pengalaman yang tak sebentar supir tersebut diberi banyak kemudahan melafalkan setiap sejarah tempat demi tempat dan hal-hal kecil yang sebelumnya belum kami ketahui.

Berikut destinasi wisata yang dirangkum dalam torehan cerita dari penerangan pak Asep supir paruh baya yang masih nampak gagah.

Misteri Jabal Magnet

FENOMENA alam tak kunjung habis di Madinah dan Mekah. Kini, Jabal (Gunung) Magnet menjadi fenomenal dan banyak dibicarakan jemaah umrah.Kelebihannya, mampu mendorong kendaraan dengan kecepatan 120 km per jam dengan posisi persneling netral.

Namanya memang tak setenar dengan tempat bersejarah lainnya yang ada di kota suci Medinah dan Mekah, seperti Jabal Uhud, Baqi’ Jabal Rahmah, dan lainnya. Tapi, belakangan ini, Jabal Magnet mengundang jemaah Arab maupun umrah untuk datang merasakan kelebihannya.

rombongan Zidny Travel 26 Maret - 2 April 2015
Lokasinya memang cukup lumayan dari Kota Medinah, sekitar 40 km menuju arah Kota Tabuk. Jabal Magnet berada di luar daerah haram, sehingga bebas dikunjungi warga non muslim.
Jika dilihat secara kasat mata, sebetulnya tidak jauh beda dengan daerah lainnya, yakni berupa bukit-bukit batu gersang seperti yang banyak mengelilingi Kota Medinah. Hanya ketika kendaraan sampai di jalan raya di antara perbukitan tersebut, baru akan merasakan ada suatu keanehan.
Persneling Netral, Mobil ‘Didorong’ Menjauhi Jabal Magnet

Sebab jalan sepanjang sekitar 4 km di kawasan perbukitan ini diyakini memiliki daya dorong. Mobil akan berjalan dengan kecepatan tinggi menjauhi Jabal Magnet, meskipun persneling mobil dalam posisi netral.

Hal itu dirasakan saya dan jamaah lainnya, Saat bus yang kami tumpangi menuju arah selatan, pak Asep supir bus asal Indonesia ini mengaku kendaraan menjadi sangat berat meskipun medan jalan tidak begitu menanjak.

Makin lama bahkan ia terpaksa memindahkan persneling mobil ke posisi satu, karena kesulitan bergerak hingga kecepatannya hanya 15 hingga 20 km per jam. Padahal, dengan kondisi jalan yang tidak terlalu menanjak, seharusnya dengan persneling dua, taksi masih kuat.

Dengan laju yang berat itu, Pak Asep yakin ada pengaruh magnet yang menahan gerakan mobil. Sebaliknya, ketika mobil berbalik arah menuju Medinah, sopir yang sudah lebih enam tahun tinggal di kota ini mengaku saat mengemudi melaju dengan kecepatan tinggi, meskipun persneling dalam posisi netral. Namun demi keamanan demi menjaga keselamatan para jamaah, beliau menahan kendali laju. Kian lama kecepatan kendaraan makin tinggi. Bahkan, baru sekitar 3 km, kecepatan taksi ini sudah menunjukkan angka 120 km per jam.
Bisa Mencapai 120 Km per Jam 
tidak lupa mengabadikan moment dibalik bukit jabal magnet


Untuk membuktikan keanehan tersebut, Pak Asep meminta untuk bergantian menyetir kendaraan, namun kondisi yang kurang memungkinkan kami diberi kesempatan melihat speedometer yang bergerak cepat padahal masa dalam posisi netral, kecepatan mobil bisa sampai 120 km per jam.Ternyata benar, ini suatu keajaiban. Ini pasti ada daya dorong dari gunung tersebut.. Saat persneling dikembalikan ke posisi netral, perlahan-lahan mobil tersebut berhenti. Sebaliknya, saat pak Asep mencoba ke arah Madinah dengan posisi persneling netral, jarum kilometer mobil malah memutar sampai ke titik 120 km per jam. Para jamaah benar memperhatikan gerak-gerik kemudi pak Asep berkemudi dari kaki yang menginjak rem dan pengukur kecepatan yang direkam.

Memang medan jalan menuju Kota Medinah agak menurun, namun dengan kondisi demikian tidak wajar akselerasi mobil begitu cepat. Bahkan, sebetulnya laju kendaraan bisa lebih tinggi lagi, tapi pak Asep tidak berani lalu mengeremnya karena tidak mampu mengendalikannya.
Batas Area Jabal Magnet

Tidak ada batasan yang jelas, mulai dari mana jalan yang memiliki daya magnet itu. Tapi jika dirasakan, pengaruh magnet itu mulai bila kendaraan melaju dari bendungan air yang letaknya tak jauh dari putaran hingga bukit menjelang belokan ke Medinah. Setelah sekitar melaju lima km, kecepatan mobil mulai berkurang sedikit demi sedikit, padahal jalan masih menurun. Akhirnya, mobil memiliki kecepatan lambat saat berada di depan bendungan air.

Namun, dari sejumlah informasi yang berkembang di Medinah, menyebutkan, dulunya Jabal Magnet ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang Arab Baduy. Saat itu si Arab ini menghentikan mobilnya karena ingin buang air kecil. Namun karena sudah kebelet, ia mematikan mesin mobil, tapi tidak memasang rem tangan.

Ketika sedang enak-enaknya pipis, ia kaget bukan kepalang, mobilnya berjalan sendiri dan makin lama makin kencang. “Ia berusaha mengejar, tapi tentu saja tidak berhasil. Dan menurut kisahnya, mobilnya tersebut baru berhenti setelah melenceng ke tumpukan pasir di samping jalan,

Obyek Wisata Baru

Sejak itu, cerita tersebut menyebar ke berbagai pelosok dan ramai dikunjungi warga, baik dari Arab sendiri maupun dari negara lain. Bahkan menurut ceritanya, sebagian warga ada yang melakukan berbagai ritual agama di sana. Namun, karena di lokasi ini bukan merupakan tempat untuk melakukan ritual, pemerintah Arab Saudi melarangnya dan menjadikan kawasan ini sebagai objek wisata semata.

Untuk itu, pemerintah Arab Saudi sudah membangun jalan raya yang begitu lebar agar pengunjung bisa merasakan dorongan magnet ketika melaju dengan kendaraannya. Di bagian ujung dibuat jalan melingkar untuk putaran ketika pengaruh medan magnet sudah lemah.
Selain itu, di kedua sisi jalan sudah dibangun tenda-tenda untuk pengunjung dan sudah ditanam pohon-pohon agar kelihatan lebih hijau. Bahkan, di sebuah dataran yang berpasir, terdapat arena bermain mobil-mobilan untuk anak-anak. Kawasan ini juga sudah dilengkapi dengan sejumlah toilet untuk umum.

Jalan dari Kota Madinah menuju kawasan ini juga sudah lebar dan mulus, sehingga untuk sampai ke lokasi tidak sampai 45 menit dengan mobil kecil atau bus. Pemandangan di kedua sisi jalan menuju kawasan ini juga cukup indah dan menakjubkan. Sebelah kanan dan kiri jalan dikelilingi oleh gunung berbatu. Terdapat juga areal peternakan domba, unta, serta kebun kurma yang membuat gurun menjadi agak menghijau.

Menurut pak Asep, yang masih menggunakan satu tanganya untuk menyetir dan yang kiri memegang mikrofon. Beliau menuturkan keunikan hukum menabrak pohon dibanding menabrak tiang listrik penerang jalan. Jika menabrak lampu listrik dengan mengganti seharga tiang tersebut sekitar 2000 riyal, namun jika menabrak pohon harus mengganti sejumlah kubik air yang dihabiskan selama pertumbuhan pohon itu. Mengingat negara Arab dengan wilayah yang tandus dan gersang tentu akan sulit mengembangkan jenis pepohonan. Itupun dengan pohon jenis tertentu yang cocok dengan keadaan lahan di jazirah Arab.

Kini Jabal Magnet sudah menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung untuk melihat dan merasakan adanya fenomena alam yang masih misterius. Bahkan, orang-orang dari negara asing saat berkunjung ke Medinah jarang yang melewatkan peristiwa langka ini.


Gunung Uhud

Jabal Uhud (gunung Uhud), adalah gunung batu berwarna kemerahan, tidaklah begitu besar, tingginya hanya 1.050 meter dan terpisah dari bukit-bukit lainnya. Berlokasi sekitar 5 kilometer sebelah utara kota Madinah.

Bentuk Jabal Uhud, seperti sekelompok gunung yang tidak bersambungan dengan gunung-gunung yang lain. Sementara umumnya bukit di Madinah, berbentuk sambung menyambung. Karena itulah, penduduk Madinah menyebutnya Jabal Uhud yang artinya ‘bukit menyendiri’.
Jabal Uhud selalu dilewati oleh jamaah yang masuk ke Madinah maupun yang menuju Makkah. Letaknya memang di pinggir jalan raya menuju kedua kota itu.
dipelataran jabal Uhud banyak pedagang, nah salah satunya topi yang saya pakai
 
jauh dibelkang para pedagang, distulah jabal uhud berada
Di bukit inilah terjadi perang dahsyat antara kaum muslimin melawan kaum musyrikin Mekah. Dalam pertempuran tersebut gugur 70 orang syuhada di antaranya Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad saw. Kecintaan Rasulullah saw pada para syuhada Uhud, membuat beliau selalu menziarahinya hampir setiap tahun. Untuk itu, Jabal Uhud menjadi salah satu tempat penting untuk diziarahi.

Anas radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw memandang ke Uhud sambil bersabda,”Sesungguhnya Uhud adalah gunung yang sangat mencintai kita, dan kita pun mencintainya.” (HR. Muslim : 1393).

Didepan makam syuhada uhud kami memanjatkan doa yang dipimpin oleh ustad Abdul Hakim. Kondisi makam tidak seperti makam di Indonesia dengan nisan marmer yang beraneka ragam, keseluruhan nampak kehijauan dan tiap makan terdapat gundukan. Pemandangan sangat berbeda ketika melihat dipemakaman umum Ma’ la atau Tsurayya dan makam syuhada Uhud. Semua makam rata dengan tanah, dengan nisan tanpa nama dengan ukuran yang sama dan sangat sederhana. Nah, inilah gambaran makam yang sesuai tuntunan Islam.

Disunnahkan ketika berziarah ke Jabal Uhud ini kita member salam kepada para suhada Uhud serta mendoakannya. Sebelum dibangun jalan baru yang menghubungkan Kota Makkah dan Madinah oleh pemerintah Kerajaan Saudi, Jabal Uhud selalu dilewati oleh jamaah yang hendak menuju Madinah maupun yang menuju Makkah. Letaknya memang di pinggir jalan raya menuju kedua kota itu.
Namun, sejak tahun 1984, perjalanan jamaah haji dari Makkah ke Madinah atau dari Madinah ke Jeddah, tidak lagi melalui jalan lama tersebut. Melainkan melalui jalan baru yang tidak melewati pinggir jabal.

Sejarah Jabal Uhud

Di kawasan Uhud itu, pertempuran spiritual dan politik dalam arti sebenarnya memang terjadi. Ketika itu, pasukan diberi pilihan antara kesetiaan pada agama dan kecintaan pada harta. Melihat lokasi dan kawasan perbukitan yang mengelilinginya, maka orang bisa membayangkan bagaimana sulitnya medan perang ketika itu.

Perang di kawasan Uhud, bermula dari keinginan balas dendam kaum kafir Quraisy seusai kekalahan mereka dalam Perang Badar. Mereka berencana menyerbu umat Islam yang ada di Madinah. Peristiwanya terjadi pada 15 Syawal 3 H, atau sekitar bulan Maret 625.

Menghadapi rencana penyerbuan tersebut, Rasulullah saw memerintahkan barisan pasukan Muslimin menyongsong kaum kafir itu di luar Kota Madinah. Strategi pun disusun. Sebanyak 50 pasukan pemanah, oleh Rasulullah saw yang memimpin langsung pasukannya, ditempatkan di atas Jabal Uhud. Mereka diperintahkan menunggu di bukit tersebut, untuk melakukan serangan apabila kaum Quraisy menyerbu, terutama pasukan berkudanya. Sedangkan pasukan lainnya, menunggu di celah bukit.

Maka, perang antara pasukan kaum Muslimin yang berjumlah 700 orang melawan kaum musyrikin Makkah yang berjumlah 3.000 orang, akhirnya berkobar. Dalam perang dahsyat itu pasukan Muslimin sebenarnya sudah memperoleh kemenangan yang gemilang.

Namun, kemenangan tersebut berbalik menjadi kisah pilu, karena pasukan pemanah kaum Muslimin yang tadinya ditempatkan di Bukit Uhud, tergiur barang-barang kaum musyrikin yang sebelumnya sempat melarikan diri. Melihat kaum musyrikin melarikan diri dan barang bawaannya tergeletak di lembah Uhud, pasukan pemanah meninggalkan posnya dengan menuruni bukit. Padahal, sebelumnya Rasulullah saw telah menginstruksikan agar tidak meninggalkan Bukit Uhud, walau apa pun yang terjadi.

Adanya pengosongan pos oleh pemanah tersebut digunakan oleh panglima kaum musyrikin, Khalid bin Walid (sebelum masuk Islam) untuk menggerakkan kembali tentaranya guna menyerang umat Islam. Khalid bin Walid ini, sebelumnya memang digambarkan sebagai seorang ahli strategi yang memimpin tentara berkuda.

Akibat serangan balik tersebut, umat Islam mengalami kekalahan tidak sedikit. Sebanyak 70 orang sahabat gugur sebagai syuhada. Termasuk paman Rasulullah saw, Hamzah bin Abdul Muthalib. Rasulullah saw sangat bersedih atas kematian pamannya tersebut.

Kematian paman Rasulullah saw ini, akibat ulah Hindun binti Utbah, istri seoran kaum musyrikin, yang mengupah Wahsyi Alhabsyi, seorang budak, untuk membunuh Hamzah. Tindakan balas dendam dilakukan Hindun, karena ayahnya dibunuh oleh Hamzah dalam Perang Badar. Wahsyi dijanjikan akan mendapat kemerdekaan bila dapat membunuh Hamzah dalam peperangan ini.

Dalam pertempuran itu, Rasulullah saw juga mengalami luka-luka yang cukup parah. Bahkan, sahabat-sahabatnya yang menjadi perisai pelindung Rasulullah saw, gugur dengan tubuh dipenuhi anak panah.

Setelah perang usai dan kaum musyrikin mengundurkan diri kembali ke Makkah, Nabi Muhammad saw memerintahkan agar para sahabatnya yang gugur dimakamkan di tempat mereka roboh, sehingga ada satu liang kubur untuk memakamkan beberapa syuhada. Jenazah para syuhada Uhud ini, akhirnya dimakamkan dekat lokasi perang serta dishalatkan satu per satu sebelum dikuburkan.
Adapun Sayidina Hamzah bin Abdul Muthalib, dishalatkan sebanyak 70 kali. Beliau pun dimakamkan menjadi satu dengan Abdullah bin Jahsyi (sepupu Nabi Muhammad saw) di lokasi 
terpisah dengan lokasi para syuhada yang lain.

Kini, jika kita datang ke lokasi tersebut, kompleks pemakaman itu akan terlihat sangat sederhana, hanya dikelilingi pagar setinggi 1,75 meter. Dari luar hanya ada jeruji, sehingga jamaah bisa melongok sedikit ke dalam. Bahkan, di dalam areal permakaman yang dikelilingi pagar itu, tidak ada tanda-tanda khusus seperti batu nisan, yang menandakan ada makam di sana.

Namun demikian, ziarah ke Jabal Uhud telah menjadi menu penting bagi segenap jamaah haji atau umrah, ketika berada di Kota Suci Madinah. Dari manapun mereka berasal, mereka bisanya akan berusaha berziarah ke kompleks makam tersebut.

Seperti yang dikisahkan, lantaran kecintaan Rasulullah saw kepada para syuhada Uhud, beliau senantiasa berziarah ke Jabal Uhud hampir setiap tahun. Langkah beliau kemudian juga diikuti oleh beberapa sahabat sesudah Rasulullah saw wafat. Bahkan, dikisahkan bahwa Umar dan Abubakar, juga selalu mengingatkan Rasul jika perjalanannya telah mendekati Uhud.

Rasulullah saw bersabda,”Mereka yang dimakamkan di Uhud tak memperoleh tempat lain kecuali ruhnya berada did alam burung hijau yang melintasi sungai Surgawi. Burung itu memakan makanan dari taman surga, dan tak pernah kehabisan makanan. Pada syuhada itu berkata siapa yang akan menceritakan kondisi kami kepada saudara kami bahwa kami sudah berada di surga.”

Maka Allah SWT berfirman ,” Aku yang akan memberi kabar kepada mereka.” Maka dari situ kemudian turun ayat yang berbunyi,” Dan janganlah mengira bahwa orang yang terbunuh di jalan Allah SWT itu meninggal (Qs 3:169)

Hingga kini, Jabal Uhud menjadi tempat penting untuk diziarahi oleh para jamaah haji. Di tempat ini, biasanya banyak mutawwif yang memandu memimpin doa. Di dalam buku panduan haji sendiri telah dicantumkan doa ketika ziarah ke Bukit Uhud. Biasanya di tempat ini panas amat terik. Ada yang menganjurkan berziarah ke Uhud pada hari Kamis dan Jumat sebagaimana Rasulullah saw melakukan.

Masjid Qiblatain

Kami memang tidak sempat untuk melihat kedalam masjid, dari dalam bus yang berkaca bening kami melihat menara-menara masjid Qiblatain yang elegan.
Masjid Qiblatain termasuk salah satu masjid yang menjadi tonggak sejarah syiar Islam. Di masjid inilah Nabi Muhammad Saw menerima wahyu untuk mengubah arah kiblat shalat, dari Baitul Maqdis di Yerussalem (Palestina) ke Baitullah di Masjidilharam (Mekah).
 
masjid Qiblatain
Masjid ini berjarak sekitar 7 kilometer dari Masjid Nabawi, di tepi jalan ke jurusan Wadi Aqiq, di atas bukit kecil di utara Harrah, Madinah. Semula dikenal dengan nama Masjid Bani Salamah, karena masjid ini dibangun di atas bekas rumah Bani Salamah.
Pada tahun ke 2 Hijriyah hari Senin bulan Rajab, Rasulullah berkunjung ke perkampungan Harrah untuk sekadar bersilaturrahmi dengan warga Muslim di sana. Ketika memasuki waktu Dhuhur, 
Rasulullah melaksanakan shalat di Masjid Salamah ini.

Dalam shalat tersebut mula-mula Rasulullah Saw menghadap ke arah Masjidil Aqsa. Namun, pada rakaat kedua Rasulullah mendapat wahyu (Al-Baqarah: 144) untuk mengubah arah kiblat tersebut. Setelah turun ayat tersebut, Rasulullah pun menghentikan sementara shalatnya, kemudian meneruskan kembali dengan menghadap ke Masjidilharam di kota Mekah.

Adapun wahyu yang diturunkan Allah untuk mengubah arah kiblat tersebut: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidilharam itu adalah benar dari Allahnya dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. (Albaqarah: 144).

Merujuk pada peristiwa tersebut, lalu masjid ini (Masjid Bani Salamah) dinamakan Masjid Qiblatain, yang artinya masjid berkiblat dua.

Masjid Qiblatain mengalami beberapa kali pemugaran di antaranya pada tahun 893 H atau 1543 M oleh Sultan Sulaiman. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi sekarang juga mengadakan perluasan dan pembangunan konstruksi baru, namun tidak menghilangkan ciri kas masjid tersebut.

Masjid Quba

Alhamdulillah di Masjid Quba ini, saya beserta rombongan menyempatkan diri untuk tahiyatul masjid. Dengan waktu yang tak lama, namun kami sanggup menempuh dan bersholat dengan khusuk. Perjumpaan dengan rumah Allah yang lain yang mengharukan sekaligus membahagiakan.

Masjid Quba adalah masjid yang mempunyai nilai historikal yang paling tinggi. Karena, Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah saw. pada tahun 1 Hijriyah atau 622 Masehi di Quba. Quba adalah suatu tempat pinggiran kota Madinah atau berjarak sekitar 5 km di sebelah tenggara kota Madinah. Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa masjid Quba adalah mesjid yang dibangun atas dasar takwa (Surat At Taubah:108).
 
di halaman masjid Quba
Nabi Muhammad memulai dengan membangun masjid Quba dan kemudian masjid Nabawi, mempersatukan muslimin pribumi (Anshar) dan pendatang (Muhajirin), mempersatukan seluruh masyarakat Yatsrib, membangun pakta pertahanan bersama dan mempertahan diri dari serangan kafir Quraisy melalui jihad perang—yang akhirnya terbangun peradaban baru, maka kita, umat muslimin, setidaknya juga bisa “hijrah” dan membagun peradaban baru dengan meninggalkan kondisi yang negatif kepada yang positif, dari yang mungkar kepada yang makruf, dan dari yang makruf kepada yang lebih makruf.

Sejarah

Allah s.w.t memuji masjid ini dan orang yang mendirikan sembahyang di dalamnya dari kalangan penduduk Quba’ dengan Firman-Nya: Sesungguhnya masjid itu yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut bagimu (Hai Muhammad) bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin membersihkan diri…….(At Taubah, 108).

Masjid ini telah beberapa kali mengalami renovasi. Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah orang pertama yang membangun menara masjid ini. Sakarang renovasi masjid ini ditangani oleh keluarga Saud. Mengutip buku berjudul Sejarah Madinah Munawarah yang ditulis Dr Muhamad Ilyas Abdul Ghani, masjid Quba ini telah direnovasi dan diperluas pada masa Raja Fahd ibn Abdul Aziz pada 1986. Renovasi dan peluasan ini menelan biaya sebesar 90 juta riyal yang membuat masjid ini memiliki daya tampung hingga 20 ribu jamaah.

Masjid Ideal


Meskipun sangat sederhana, masjid Quba boleh dianggap sebagai contoh bentuk dari pada masjid-masjid yang didirikan orang di kemudian hari. Bangunan yang sangat bersahaja itu sudah memenuhi syarat-syarat yang perlu untuk pendirian masjid. Ia sudah mempunyai suatu ruang yang persegi empat dan berdinding di sekelilingnya.

Di sebelah utara dibuat serambi untuk tempat sembahyang yang bertiang pohon korma, beratap datar dari pelepah dan daun korma, bercampurkan tanah liat. Di tengah-tengah ruang terbuka dalam masjid yang kemudian biasa disebut sahn, terdapat sebuah sumur tempat wudhu, mengambil air sembahyang. Kebersihan terjaga, cahaya matahari dan udara dapat masuk dengan leluasa.

Masjid ini memiliki 19 pintu. Dari 19 pintu itu terdapat tiga pintu utama dan 16 pintu. Tiga pintu utama berdaun pintu besar dan ini menjadi tempat masuk para jamaah ke dalam masjid. Dua pintu diperuntukkan untuk masuk para jamaah laki-laki sedangkan satu pintu lainnya sebagai pintu masuk jamaah perempuan. Diseberang ruang utama mesjid, terdapat ruangan yang dijadikan tempat belajar mengajar.

Keutamaan :
Beberapa hadist mengatakan bila shalat sunah di masjid ini setelah mendekati tengah hari maka pahalanya sama dengan pahala berhaji umrah satu kali
Panduan di masjid Quba
  • Saat akan memasuki bagian dalam masjid, sebaiknya memperhatikan petunjuk di dinding luar masjid. Itu adalah penunjuk pintu masuk yang dikhususkan bagi jamaah laki-laki atau perempuan. Akan terpampang pada sebuah plakat yang ditempelkan ke dinding pintu masuk untuk jamaah laki-laki maupun perempuan.
  • Tidak diperbolehkan mengambil gambar didalam masjid.



Masjid Quba dari kejauhan, beserta penjula tasbih yang dijual dengan harga rupiah






                                                               

No comments: