Paris
Pan Java menjadi incaran kota di hari libur pertengahan Mei. Tanpa bantuan
google map kami melangkah dengan sumringah. Menyapa orang-orang yang baru
ditemui meski hanya melempar senyum. Bertanya arah kepada orang yang aku sangka
baik dan netral. Nikmat mana lagi, hampir semua orang yang aku tanyai berkata
jujur. Sungguh ini bukan karena kebetulan, tapi ada campur tangan Allah SWT.
Sedari sebelum berangkat hingga safar kami mengencangkan doa agar selamat dan diberi
kemudahan.
Meraba
kota baru yang cantik memang baru kali. Tak henti-hentinya terkagum-kagum
dengan tata ruang kota Bandung. Bangunan kuno masih berdiri kokoh dengan
dihiasi lampu jalan yang klasik nan elok. Sampah memang ada,tapi tidak sebanyak
sampah yang aku jumpai dikota lain. Lantai trotoar yang bersih berhias
batu-batu bulat, kursi elegan dan vas bunga nan bermekaran disepanjang jalan
Braga, Asia Afrika, Alun-alun dan sekitarnya.
bersama tokoh pendiri KAA |
Di
sepanjang jalan Asia Afrika kami tidak melewatkan berfoto dengan para tokoh
Asia Afrika yang dibuat poster seukuran tubuh. Tiang-tiang bendera itu kini tak
berwarna-warni dengan berndera berbagai negara. Setelah sebelumnya kota Paris
pan Java sebagai tempat perhelatan konferensi Asia Afrika selain kota metropolitan
Jakarta. Aku lebih memilih berfoto dengan bapak proklamator Indonesia ir.
Soekarno dan bangga berfoto dengan wali kota Bandung Ridwan Kamil.
Bandung rasa Eropa kata Iis |
Tatanan
kota yang keren dan seindah itu tidak lain ada campur tangan petinggi. Hal ini
Ridwan Kamil sebagai sosok wali kota yang mempunyai predikat insinyur terbaik
di Indonesia, kiranya wajar membuat Bandung makin keren. Salut dengan kerja
kerasnya yang didukung warga Bandung. Aku sepakat jika Bandung dengan slogan
kota “Bandung Juara”.
Aku
ikut bercengkrama dengan alam disana, rumput sintetis dihalaman masjid Bandung
Raya melepas lelah. Anak-anak berlarian melempar, menangkap dan menendang bola.
sesekali kami leyeh-leyeh di atas hamparan hijau itu. Sambil mengabadikan
moment dengan foto selfie hehe
Tepat
di shof paling depan kami menunaikan sholat asar berjamaah. Seorang bertanya
kepada kami tentang menara pandang Bandung. Kami hanya menyunggingkan senyum
dan berkata tidak tahu. Usai sholat, kami mencari info tentang menara pandang
tersebut.
di atas menara kembar |
masjid Raya Bandung |
Menara
tersebut ternyata berada di kanan dan kiri masjid. Biasa disebut menara kembar
yang dibangun selama 2 tahun dari tahun 2001-2003 yang diresmikan oleh gubernur
Jawa Barat waktu itu H. R Nuriana. Harga tiket sangat terjangkau hanya 4 ribu.
Menurut info penjaga tiket tinggi menara 81 meter yang dimaknai dengan asmaul
husna. Tak sampai 60 menit, kami mengular di depan tiket sampai mulut pintu
lift. Dengan kapasitas 10 orang di dalam kamar lift yang mencapai lantai 19,
kami menaiki menara yang berdinding keramik itu. Sesampainya di sana kami bisa
melihat landscape Bandung dari ketinggian. Bangunan tinggi terlihat lebih
pendek, jalanan yang dipenuhi mobil-mobil yang merayap dan rumah-rumah yang
terlihat sangat kecil seperti mata dadu.
Yang
membuat sedih itu dengan ribuan orang yang meghabiskan liburan di Alun-alun dan
sekitarnya tetapi masjid sepi jamaah usai adzan merdu berkumandang. Latar
masjid yang bercorak Arab itu paling banyak jamaah di waktu magrib tiba dan
yang paling sepi saat Shubuh tiba. Masjid dengan kapasitas 12000 – 14000 jamaah
hanya 1 – 3 shof jamaah, itupun bukan shof yang rapat, tapi renggang.
Kenapa
aku tahu? Hehe usai sholat Isya pukul 20.30 kami mengurai lelah. Tetiba pukul
22.30 pengurus DKM mengusir kami. "Kalau Neng mau i'tikaf silakan di masjid,
tapi kalau tidur dimasjid silakan keluar, pintu akan dikunci" ujar bapak
berpeci hitam.
****
Permadani
sintetis menjadi alas tidur dan beratapkan langit. Ah, kami banyak teman bahkan
anak-anak masih asik bermain saling merebut bola. Angin malam dari kota Bunga
menusuk hingga sumsum. Kaos kaki panjang dan jaket tebal masih saja ter tembus.
Hingga tengah malam rasanya makin tak kuat dengan rangkulan hawa dingin.
Akhirnya kami menepi ke halaman masjid.
Baru
saja kami mulai terlelap, beberapa orang berseragam dinas satpol PP
membangunkan kami.
“Neng, bangun neng. Masjid ini mau
dibersihkan. Neng kemalaman pulang yah”
“iya pak”suara parauku menjawab
Kami bangun dengan setangah sadar dan
berdiri dengan sempoyongan
“Silakan ke kantor kami Neng, disebelah
kanan masjid. Disana banyak mahasiswa dari Jakarta yang kemalaman juga”
Kami
sebenarnya menertawai diri sendiri, baru saja semalam menjadi gelandangan
langsung disergap satpol PP. Beruntungnya kami, mereka bertugas dengan santun,
malahan menawari kami tidur diruang tugas. Awalnya tidur diatas kursi panjang
berdua, lumayan menyiksa tapi memang sudah resiko. Yaaa, setidaknya angin malam
tidak ganas menerobos tubuh kami yang ceking. Sementara musafir yang lain tidur
dikursi lain, selang lama salah satu mereka berpindah. Kami bisa leluasa tidur
hingga kumandang shubuh tiba.
No comments:
Post a Comment