Thursday 11 June 2015

Backpaker Satu Malam Di Kota Kembang

                                         
                                  Backpaker Satu Malam Di Kota Kembang

            Paris Pan Java menjadi incaran kota di hari libur pertengahan Mei. Tanpa bantuan google map kami melangkah dengan sumringah. Menyapa orang-orang yang baru ditemui meski hanya melempar senyum. Bertanya arah kepada orang yang aku sangka baik dan netral. Nikmat mana lagi, hampir semua orang yang aku tanyai berkata jujur. Sungguh ini bukan karena kebetulan, tapi ada campur tangan Allah SWT. Sedari sebelum berangkat hingga safar kami mengencangkan doa agar selamat dan diberi kemudahan.
 
Asia Afrika
            Meraba kota baru yang cantik memang baru kali. Tak henti-hentinya terkagum-kagum dengan tata ruang kota Bandung. Bangunan kuno masih berdiri kokoh dengan dihiasi lampu jalan yang klasik nan elok. Sampah memang ada,tapi tidak sebanyak sampah yang aku jumpai dikota lain. Lantai trotoar yang bersih berhias batu-batu bulat, kursi elegan dan vas bunga nan bermekaran disepanjang jalan Braga, Asia Afrika, Alun-alun dan sekitarnya.

bersama tokoh pendiri KAA


            Di sepanjang jalan Asia Afrika kami tidak melewatkan berfoto dengan para tokoh Asia Afrika yang dibuat poster seukuran tubuh. Tiang-tiang bendera itu kini tak berwarna-warni dengan berndera berbagai negara. Setelah sebelumnya kota Paris pan Java sebagai tempat perhelatan konferensi Asia Afrika selain kota metropolitan Jakarta. Aku lebih memilih berfoto dengan bapak proklamator Indonesia ir. Soekarno dan bangga berfoto dengan wali kota Bandung Ridwan Kamil.
Bandung rasa Eropa kata Iis


            Tatanan kota yang keren dan seindah itu tidak lain ada campur tangan petinggi. Hal ini Ridwan Kamil sebagai sosok wali kota yang mempunyai predikat insinyur terbaik di Indonesia, kiranya wajar membuat Bandung makin keren. Salut dengan kerja kerasnya yang didukung warga Bandung. Aku sepakat jika Bandung dengan slogan kota “Bandung Juara”.

            Aku ikut bercengkrama dengan alam disana, rumput sintetis dihalaman masjid Bandung Raya melepas lelah. Anak-anak berlarian melempar, menangkap dan menendang bola. sesekali kami leyeh-leyeh di atas hamparan hijau itu. Sambil mengabadikan moment dengan foto selfie hehe



            Tepat di shof paling depan kami menunaikan sholat asar berjamaah. Seorang bertanya kepada kami tentang menara pandang Bandung. Kami hanya menyunggingkan senyum dan berkata tidak tahu. Usai sholat, kami mencari info tentang menara pandang tersebut.  

di atas menara kembar

masjid Raya Bandung


         Menara tersebut ternyata berada di kanan dan kiri masjid. Biasa disebut menara kembar yang dibangun selama 2 tahun dari tahun 2001-2003 yang diresmikan oleh gubernur Jawa Barat waktu itu H. R Nuriana. Harga tiket sangat terjangkau hanya 4 ribu. Menurut info penjaga tiket tinggi menara 81 meter yang dimaknai dengan asmaul husna. Tak sampai 60 menit, kami mengular di depan tiket sampai mulut pintu lift. Dengan kapasitas 10 orang di dalam kamar lift yang mencapai lantai 19, kami menaiki menara yang berdinding keramik itu. Sesampainya di sana kami bisa melihat landscape Bandung dari ketinggian. Bangunan tinggi terlihat lebih pendek, jalanan yang dipenuhi mobil-mobil yang merayap dan rumah-rumah yang terlihat sangat kecil seperti mata dadu.

            Yang membuat sedih itu dengan ribuan orang yang meghabiskan liburan di Alun-alun dan sekitarnya tetapi masjid sepi jamaah usai adzan merdu berkumandang. Latar masjid yang bercorak Arab itu paling banyak jamaah di waktu magrib tiba dan yang paling sepi saat Shubuh tiba. Masjid dengan kapasitas 12000 – 14000 jamaah hanya 1 – 3 shof jamaah, itupun bukan shof yang rapat, tapi renggang.

            Kenapa aku tahu? Hehe usai sholat Isya pukul 20.30 kami mengurai lelah. Tetiba pukul 22.30 pengurus DKM mengusir kami. "Kalau Neng mau i'tikaf silakan di masjid, tapi kalau tidur dimasjid silakan keluar, pintu akan dikunci" ujar bapak berpeci hitam.

                                                                       ****
            Permadani sintetis menjadi alas tidur dan beratapkan langit. Ah, kami banyak teman bahkan anak-anak masih asik bermain saling merebut bola. Angin malam dari kota Bunga menusuk hingga sumsum. Kaos kaki panjang dan jaket tebal masih saja ter tembus. Hingga tengah malam rasanya makin tak kuat dengan rangkulan hawa dingin. Akhirnya kami menepi ke halaman masjid.

            Baru saja kami mulai terlelap, beberapa orang berseragam dinas satpol PP membangunkan kami.
“Neng, bangun neng. Masjid ini mau dibersihkan. Neng kemalaman pulang yah”
“iya pak”suara parauku menjawab
Kami bangun dengan setangah sadar dan berdiri dengan sempoyongan
“Silakan ke kantor kami Neng, disebelah kanan masjid. Disana banyak mahasiswa dari Jakarta yang kemalaman juga”

            Kami sebenarnya menertawai diri sendiri, baru saja semalam menjadi gelandangan langsung disergap satpol PP. Beruntungnya kami, mereka bertugas dengan santun, malahan menawari kami tidur diruang tugas. Awalnya tidur diatas kursi panjang berdua, lumayan menyiksa tapi memang sudah resiko. Yaaa, setidaknya angin malam tidak ganas menerobos tubuh kami yang ceking. Sementara musafir yang lain tidur dikursi lain, selang lama salah satu mereka berpindah. Kami bisa leluasa tidur hingga kumandang shubuh tiba.



No comments: