Sunday 14 June 2015

Menikmati Tradisi Mantenan ala Laes Darul Mawar

       Tradisi Mantenan Sawer, Tumpek Ponje, Larang Pangkon


Lain lubuk lain belalang, lain padang lain ilalang, lain lubuk lain pula ikannya. Pepatah tersebut menggambarkan peristiwa tadi pagi menjelang siang. Prosesi pernikahan yang masih satu kabupaten sudah berlainan adat. Sang mempelai wanita verasal dari kampung Darul Mawar, sedang mempelai laki-laki berasal dari kampung Laes, Selikur, Kibin.

Usai ijab dan dinyatakan syah oleh penghulu dan para saksi. Dari luar masjid terdengar mercon meletup-letup jedar jedor jedar jedor. Baik mercon yang berbentuk rentengan ataupun yang batangan besar. Gambaran semarak kebahagiaan. Kalo para penduduk setempat  menamakan "bledogan"

prosesi pengecekan data sebelum ijab qobul

Sebelum kedua mempelai beranjak ke pelaminan, tepatnya dimulut pintu masjid. Tokoh setempat memanjatkan doa-doa yang iringi sholawat. Pengantin berada dibarisan paling depan disusul keluarganya. Tabuhan rebana dari ibu-ibu ta'lim ikut mengringi dengan lantunan "thola'al badru alaina, min tsani yaadi wada.."  Tak kalah seru rombongan bapak-bapak paling belakang menabuh bedug bertalut-talut.

Sesampainya dirumah, aroma sunda tercium kental. Ditambah musik khas Banten dengan serulingnya itu.

Usai tamu menyantap hidangan makanan, prosesi dilanjutkan dengan sawer. Saweran disini pengantin diberi uang para tamu dan masyarakat setempat. Karena pelaminan sempit, jadi pengantin diajak ke panggung. Didepan mempelai disediakan wadah ubtuk menampung uang. Ada juga mempelai disawer dengan dikalungi uang.

Mertua wanita menuturkan jika saja menikah di kampung Laes,tentu akan banyak sekali dapat saweran. Sambil menguntai senyum aku membalas ini terjadi jika menikah dengan sekampung. Tradisi di sana beliau menuturkan, usai ijab mereka disawer. Lalu dimalam hari mempelai lelaki diasingkan ke rumah saudaranya yang jauh tapi masih satu desa. Kemudian di susul mempelai wanita, nah dirumah saudara jauh itu disawer oleh warga sekitar kampung.
penganten disawer


Menurut ibu hajah Rohmati, sebenarnya ada prosesi buka pintu. Namun, karena tidak dipersiapkan dari mempelai wanita dan tidak ada komunikasi sebelumnya jadi tidak dilangsungkan. Tradisi ini dilakukan dengan menaruh pengantin wanita dibalik pintu yang dihalangi kain.  Dibalik kain tersebut ada pengantin lelaki. Supaya bisa diterima masuk rumah, terdapat 2 orang ahli pantun yang beradu keahlian berbalas pantun. Dan pada akhirnya ahli pantun wanita mempersilakan dan menerima pengantin wanita.

Yang baru aku jumpai diprosesi itu adalah tradisi Tumpek Ponjen. Dimana penyerahan kantung yang terbuat dari kain yang berisi uang receh dan biji-bijian diberikan kepada mempelai perempuan. Sebagai syarat, biji-bijian minimal 3 warna atau jenis. Jumlah bilangan harus ganjil, maksimal 17 jenis biji. Tadi yang aku lihat isi gabah, kedelai dan kacang. Kedua mempelai diminta untuk saling berhadap-hadapan.
tradisi tumpek ponje

suami istri bekerja sama memasukkan kembali bebijian kedalam kantung

Ibu mempelai lelaki itu menumpahkan kantung tsb sebanyak 3 kali. Kedua mempelai bekerjasama untuk mengantongi kembali isi kantung yang ditumpah itu. Dan sebanyak 3 kali pula mempelai bekerja sama mengumpulkan bebijian dan receh itu.Sambil didampingi ibu sesepuh yang menerus melambungkan doa. Tradisi ini terjadi karena mempelai lelaki anak bungsu dikeluarganya.

 Prosesi selanjutnya yaitu Larang Pangkon. Sebuah boneka berkerudung dengan bantal sajadah diletakan diatas baki. Mempelai lelaki menyerahkan kepada mempelai wanita. Kedua tangan mereka bertumpuk diatas boneka itu. Lalu mempelai wanita mencium tangan suami. Masih menurut ibu Hajah Rohmiyati, filosofi prosesi itu menggambarkan harapan dan doa orangtua yang mengharapkan kesejahteraan, kemakmuran dalam menjalankan rumah tangga. Adanya pangan dan materi yang melimpah disimbolkan dengan biji-bijian dan uang receh. Lalu keberadaan berharap disegerakan kehadiran anak yang sholeh diantara mereka. Simbol sajadah dan berkerudung mengisyaratkan keutamaan penanaman pendidikan dan nilai-nilai Islam.
tradisi larang pangkon

Keseluruhan runut adat memang tidak lengkap, tetapi keseluruhan mencerminkan khasanah budaya Indonesia yang beragam.

No comments: