Friday, 17 November 2017

Gambaran Kecil Masyarakat Dukuh Kweni

Berkomunikasi Dengan Beras

Berangkat dari mata pencaharian sebagai petani, pada umumnya warga masyarakat Dukuh Kweni kelurahan Adisana, berkomunikasi dengan beras. Proses yang panjang untuk menjadi beras tentu membutuhkan banyak tenaga. Ambil saja dari proses memanen (nyengkrong) dengan arit. Arit lebih efektif dibanding ani-ani (alat memanen gagang pari). Kegiatan memanen padi yang dilakukan oleh petani hingga tuntas warga biasa disebut dengan istilah derep. Kegiatan ini sekelompok buruh tani biasanya para emak-emak yang strong,  akan sangat capek jika dilakukan perorangan. Biasanya sekali panen bisa sampai 2 kotak sawah lebih. Yang sudah ditebas oleh juragan padi, sebelumnya mendapatkan mandat dari tukang tebas untuk dipanen.

Masih berlanjut dengan kegiatan menggebugi gagang padi yang sudah disabit, juga menggilas-gilas dengan kaki supaya gabah itu rontok dari tangkainya (ngiles). Meski sebagian petani di daerah lain sudah menggunakan mesin perontok padi, di sini masih murni konvensional. Usai dibersihkan dari gagang padi (:baca damen / dami) lalu dimasukkan ke dalam karung yang kemudian disetorkan dengan menggendong dari pematang hingga jalan ke si empunya gabah. Hasil akhir mendapat upah berupa gabah pula. Bisa dibayangkan kaki mereka tahan dengan gatal padi, pundak mereka kuat menahan beban, kepalanya terbiasa diciumi matahari. Ya, sungguh mereka wanita perkasa.


Proses panen di sawah

Ibu-ibu perkasa bekerja keras

Proses yang panjang tsb lebih sering dilakukan oleh para ibu yang kuat. Tidak mengenal lelah untuk menghidupi keluarganya. Menurut warga, Hidup di kampung lebih mudah mendapatkan beras jika mau kerja keras, hidup akan lebih ayem tentram jika gabah sudah memenuhi gudang. Ini percis apa yang dikatakan dalam status sosmed milik Indah, seorang perawan desa Dukuh Kweni dengan sifat sahajanya. Di tengah kesibukannya menjadi pramuniaga di toko, saat libur tiba ia menyempatkan membantu ibunya di sawah. "Hidup di desa tidak punya sawah tapi bisa ikut panen. Tidak punya kebun tapi bisa punya banyak kayu. Adem ayem hidup di desa"



Dari gudang gabah yang dimiliki petani, hampir semua komunikasi melalui beras. Sistem barter beras dalam jual beli yang ditukar dengan kebutuhan sehari-hari masih berlaku. Selain itu, mempererat silaturrohmi juga dengan membawa beras, seperti kondangan, menjenguk bayi, sedekah, takziah, seserahan saat pernikahan pun ada beras. "Beras sedikit buat bikin bubur" Itulah ucapan ketika menengok bayi dengan tentengan tas anyaman.
Proses seserahan, bapak berbaju hitam memanggul beras sekarung


Seperti yang dialami kedua orangtuaku dan juga orangtua yang lain, hasil panen lebih banyak untuk kepentingan sosial dari pada untuk makan sehari-hari. Semua karena kita makhluk sosial, saling memberi dan menerima. Sesiapa pun yang rajin menanam, kelak akan menuai. Tepat peristiwa ini tercermin jika seorang warga menyelenggarakan hajatan, kalau mereka rajin kondangan, kemungkinan beras itu kembali berbalik, begitu pun sebaliknya bagi yang malas kondangan 😀

Sawah dari timur rumah bidan Ice

SMP Assalafiyah letaknya ditengah sawah


Terinspirasi dari ibu dan pak tani

Pemandangan yang indah cocok buat futu prewedd



No comments: