Menggapai
Raudhah
Selain 1000 pahala
shalat di Masjid Nabawi, lalu apa yang paling diincar selanjutnya. Ya, Raudhah
(Taman surga) mimbar nabi Muhammad. Letaknya diantara kamar Rasulullah SAW
(sekarang makam) dan mimbar untuk berdakwah, yang nyaris tidak pernah sepi dari
pengunjung.Nyaris tak sedetikpun kapling taman surga itu kelihatan kosong.
Ruangan yang hanya selebar 22 meter X 15 meter, luasnya hanya sekitar 144 meter
persegi. yang direbutkan oleh ribuan jamaah untuk sejengkal kapling di Taman surga.Untuk
jamaah laki-laki dibuka 24 jam. Berbeda untuk jamaah wanita yang dibatasi jam
tertentu. Biasanya usai sholat duha, usai dhuhur dan usai sholat isya.
Kami sangat rindu
Rasulullah. “Antara rumahku dengan mimbarku di Raudhah adalah taman-taman surga”
(HR. Bukhari) Raudhah memang istimewa dan memiliki fadhilah berlipat ganda.
Semua doa pengunjung diijabah Allah SWT, makbul dan mustajab adanya. Oleh karena itu, rasanya
sangat rugi bila berziarah dan sholat berjamaah di masjid Nabawi, tak sekalipun
sempat beri'tikaf di Raudhah.
Melihat fenomena
membludaknya antrean jamaah yang hendak menuju area yang dikelilingi
pilar-pilar putih berukiran khas dan dikarpeti hijau keputih-putihan tersebit,
memang rasanya sama menerobos masuk saat merapat dengan dinding-dinding Ka'bah,
terlebih memasuki tempat-tempat mustajab seperti hajar aswad, hijir Ismail,
multazam dll. Melihat tubuh-tubuh besar orang Timur Tengah, perasaan ini
berusaha menguatkan diri terus berpikiran positif dan terus melantunkan dzikir.
Perjuangan kecil ini tidak sebanding dengan pedihnya perjuangan para mujahid
dan syuhada yang berperang di Afganistan, Palestina dan belahan dunia lain.
Berebut kapling di
Taman surga menjadi pemandangan sehari-hari di area Raudhah. Tiga hari selama
di Madinah aku terus mengujungi Raudah. Menghadapi ribuan jamaah yang memadati
tentunya harus bermandikan kesabaran. Mendekati pintu Raudhah polisi masjid
akan mengatur jamaah yang dibagi menjadi 4 kotak ruang. Jadi untuk memasukinya
harus melewati 4 tahapan ruangan tersebut. Jike mengikuti aturan itu tentu akan
menyita banyak waktu. Biasanya Jamaah Melayu (ras Asia seperti Indonesia dan
Malaysia) dan Timur tengah akan dipisah mengingat ukuran tubuh yang jauh
berbeda. Karena tidak semua jamaah wanita ikut serta, dimalam pertama kami
hanya berempat (aku, Teteh Maryam, Ibu
Husnah & Ibu Atikah) pada pukul 22.30 waktu setempat Ketika polisi masjid
lengah kami menyelinap diantara jamaah Turki yang sudah didepan. Tubuh kami yang
kecil bisa menyusup diantara jamaah yang lain dengan mudah, namun kami saling
berpegangan tangan erat supaya tidak terpencar. Alhamdulillah tak sampai lama
kami memasuki ruang yang terakhir, tepat dimulut Raudah, yaaa meski harus
kembali menunggu antrian depan keluar dan diperbolehkan masuk.
Tepat di depan
tiang memasuki Raudhah terdapat papan peringatan dalam berbagai bahasa seperti
Indonesia, Inggris, Arab, India dll untuk mengingatkan tidak saling menyakiti
sesama yang lain dan kembali kepada tujuan beribadah karena Allah SWT tanpa
menyekutukanNya dan menghormati tempat suci.
Ruang akhir penantian sebelum memasuki Raudhah |
batas masjid selama zaman nabi dan kekhalifahan, setelah itu pelebaran pembangunan |
Untuk Raudhah yang
ke-2 seluruh jamaah wanita dipimpin oleh muthawwif asal Indonesia yang bermukim
di Madinah. Namanya Bu Min asal Sukabumi dengan logat sundanya yang kental.
Sebelum memasuki pintu 25 (Pintu depan memasuki Raudhah) kami diberi bimbingan
dahulu. Menunaikan sholat sunnah 2 rakaat, sholat taubat 2 rakaat kemudian
shalat hajat 2 rakaat dengan memperbanyak doa saat sujud di rakaat
terakhir. Jika memang memungkinkan lakukan berdoa dengan cara bersujud. Jika
berdoa dengan cara menengadahlan tangan atau berdoa sambil berdiri segera akan
diusir oleh polisi setempat guna memberikan antrean kepada jamaah lain yang
mengantre dibelakang. Dengan cara singkat Muthowwif mengantarkan kami
mengendap-endap cepat memasuki tempat keluar para jamaah dari Raudhoh,
sementara kami masuk melalui jalan yang berlawanan itu. Kami saling berbagi dan
menyebar memasuki karpet hijau. Aku mendesak kedalam mendekat sekat dinding
penghalang shaf wanita dan pria. Beruntung aku dibagian terdepan ke-2 setelah
menarik yang lain untuk ikut berdoa.Tanpa ada penjagaan yang ketat aku, ibu Ida
dan ibu Robiah bisa sholat dengan tenang. Sholat sunnah, taubat dan hajat kami
tuntaskan, lalu berlama-lama sujud menguntai doa dan harapan dengan mengurai
air mata.
Tidak jauh berbeda
dengan kunjunganku ke Raudah yang pertama. Kami berenam dipimpin ibu Diah
sebagai muthowwif. Kali ini kami menyelinap diantara rombongan besar jamaah
Indonesia dari travel lain. Setibanya giliran meraih karpet hijau kami dibagi 3
kelompok, kami saling bergantian menjaga dan melindungi ketika sholat. Kami
menghalang-halangi jamaah lain yang hendak melewati daerah sekedar meletakkan
dahi bersujud dan bermunajat doa teman kami. Mengingat banyaknya orang,
kekhawatiran tersakiti sering terjadi. Lepas dari itu semua semoga Allah
memperkenan segala doa-doa yang ditumpahkan di Taman Surga itu.
Ohya mengingat banyaknya jamaah memang disarankan untuk tidak membawa barang apapun. Kalaupun membawa kamera sebisanya disimpan rapi dalam tas kecil supaya tidak ditangkap polisi masjid setempat. Banyak berdoa ketika sujud dan tidak saling menyakiti. tetap bersabar dan berpositif thingking dalam rutinitas. Menjaga emosi dengan diredam istighfar dan banyak berdzikir.
Ohya mengingat banyaknya jamaah memang disarankan untuk tidak membawa barang apapun. Kalaupun membawa kamera sebisanya disimpan rapi dalam tas kecil supaya tidak ditangkap polisi masjid setempat. Banyak berdoa ketika sujud dan tidak saling menyakiti. tetap bersabar dan berpositif thingking dalam rutinitas. Menjaga emosi dengan diredam istighfar dan banyak berdzikir.
Dan diketiga
kesempatan itu tidak ada perjumpaan yang indah di masjid Rasulullah dengan
tumpahan air mata. Assalamualayka ya Rasuulullah warohmatullohi wabarakatuh
salam untuk baginda nabi saat di depan makam, dengan nada perlahan. Kemudin
bergerak ke kanan makam Abu Bakar (Assalamualayka yaa Abu Bakkar), kemudian
bergerak ke kanan makam Umar bin Khattab. (Assalamualayka yaa Ummar). Dan disetiap
perjumpaan itu pula kami dalam sangat berharap ada perjumpaan berikutnya.
No comments:
Post a Comment