Saturday 18 April 2015

Lelaki Berjenggot Manja (Umrah part VII)


                                                            Lelaki Berjenggot Manja

            Dua orang lelaki dengan ramah menjemput kami. Mereka menjadi bagian awak bus yang menyambut  di bandara Jeddah menuju Makkah Al Mukaramah. Sempat terjadi percekcokan antara kuli panggul dan muthowwif (pemandu) yang sempat membuat kami tertahan di bibir bandara. Lepas pesawat landing,  satu persatu jamaah dicek petugas bendara dengan teliti, terlebih jika laki-laki akan ada cek sidik yang berulang-ulang dan pemotretan. Nah, ini yang membuat lama,  yang membuat kesempatan kuli panggul. Pada rombongan awal membawakan koper jamaah tanpa perhatian dan komunikasi yang jelas. Sedang rombongan yang belakang membawa masing-masing koper sampai terminal bandara haji. Ini yang kemudian menjadi permasalahan, kuli panggung dengan urat lehernya terus mendesak dengan tarif yang tinggi, sementara sebagian dari kami tidak memanfaatkan jasa mereka. Sholawat dan takbir sudah digemakan muthowwif dan supir yang mencoba menego dan berdamai, namun kepala batu kuli panggul itu tak membuat luluh. Hingga akhirnya kami memenuhi keinginannya sebagai solusi.

            Bebas dari ujian itu, sosok Hanif memperkenalkan diri beserta Azmi sebagai muthowwif (pemandu) selama di Tanah Suci. Dua orang pemuda perawakan sedang, kulit hitam manis, berparas sejuk. Mereka berkemeja panjang dan bercelana bahan rapi. Hanif lebih banyak aktif berbicara dengan pengeras, logat bicaranya Indonesia melayu ke arab-araban. Hmmm bayangkan saja seperti apa hiks hiks. Mereka berdua adalah mahasisiwa Universitas Islam Madinah (UIM). Mereka berkesempatan sekolah berkat beasiswa dari negara setempat. Selain belajar, mereka juga berkewajiban hafidz 30 juz Al Qurán. Keistimewaan  mereka mendapat fasilitas uang saku perbulan, uang beli kitab, tiket PP ke tanah air pada saat liburan musim panas dan kesempatan bertemu muslim dari seluruh penjuru dunia.

            Bagaimana aku tak menatapnya dengan harap dan iri dengan wajahnya terlihat adem. Lelaki yang selalu dibasuh dengan siraman air wudhu. Lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid, lelaki yang hatinya selalu merintih dan merendah disepertiga malam dihadapan Sang Pencipta. Sesungguhnya menghafal kitab Allah merupakan sebab untuk menyibukkan dengannya (yakni dengan menghafal Al qur'an) pada waktu siang dan malam, dan manusia iri hati kepadanya. Dari ibnu Umar ra dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda, “Tidak boleh iri hati kecuali didalam dua hal: yaitu seorang yang diberi kemampuan oleh Allah untuk membaca dan memahami Al Qur'an kemudian mengamalkannya baik pada waktu malam ataupun siang, dan seseorang yang dikaruniai harta oelh Allah kemudian ia menafkahkannya didalam kebaikan baik pada waktu malam ataupun siang” (HR. Bukhori Muslim).

            Dimeja makan aku kembali melihatnya berbaju thuwb dan berkopyah putih. Jleb, auranya ketampanannya semakin terpancar, semakin menohok mataku untuk mencuri pandang. “Astaghfirullah” dalam hatiku sudah menatap lelaki bukan muhrim. Kemudian aku dekat dengan ibu Dedeh, seorang ibu berdarah sunda yang tinggal di Pontianak, tidak lain adalah mertua dari muthowwif yaitu Bapak Abdul Hakim.
            “Neng, cari lelaki atuh yang sholeh, kalau pertama yang dipegang agamanya, insya Allah dunia mah nyusul” sambil melihat sosok Hanif
Aku menyunggingkan senyum manis. Menyeret sebuah hadits yang artinya “Dari Zaid bin Tsabit ra beliau berkata, kami mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) dihadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barang siapa yang(menjadikan) akhirat niat (tujuan utamanya) maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya dan (harta benda) duniawi akan datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai dihadapannya'

            Dari bincang-bincang ibu Dedeh yang menceritakan menantunya itu tidak lain hal sama sesuai hadits diatas. Betapa bangganya ibu Dedeh diajak umrah bersama suami dan besan secara cuma-cuma oleh menantunya sendiri. Bapak Abdul Hakim sendiri seorang yang berprofesi sebagai guru, beliau sangat mahir berbahasa Arab. Dibawanya kedua orangtuanya dengan santun dan sabar. Terlebih ayahnya sudah berusia lanjut dan mulai pikun. Ketika para orangtua itu mengeluh, satu persatu sosok yang dimuliakannya itu dielus-elus punggungnya dan pijit pundaknya dengan lembut sambil berucap “Sabaar sabaaar”. Saat awal memasuki kota Makkah dengan tenaganya ia mendorong dengan kursi roda ibunya saat umrah dari thawaf hingga sai dini hari, kemudian menjelang siang beliau kembali mendorong dengan kursi roda ayahnya untuk thawaf dan Sai. Berkat Allah, tenaganya sanggup mengantar kedua orangtuanya menjadi haji kecil, padahal fisik yang ditempuh thowaf dam sai sudah berkilo-kilo meter jika dihitung jauhnya, Subhanallah beliau sanggup meski kondisi kurang tidur selama 2 hari perjalanan. Ohya beliau juga memelihara bulu-bulu yang menggelayuti dagunya. Manusiawi, wanita yang mana tidak menginginkan sosok yang hebat seperti beliau. Tapi  sebenarnya sudah disediakan sosok yang layak dan oantas untuk kita.

            Sudah aku layangkan doa didepan Rumah Suci. Gambaran di atas membuka mataku akan sebenarnya memilih pasangan yang baik. Lelaki yang mampu menaungi keluarga dengan siraman agama yang kental, memayungi dengan keberkahan atas limpahan rahmat Allah SWT. Biar aku cukup sedikit mengenal sosok berjenggot manja itu. Membiarkan Hanif tetap melanjutkan pendidikannya hingga S2 di Madinah, meski saat ini S1 belum selesai. Yakinku ada sosok Hanif & pak Abdul Hakim yang lain, yang sama mungkin lebih akan menemani disisa umurku nanti. Selanjutnya menanti eksekusi Allah, semoga lekas disegerakan ya Allah. aaamiiin




No comments: