Lelaki
Berjenggot Manja
Dua orang lelaki
dengan ramah menjemput kami. Mereka menjadi bagian awak bus yang menyambut di bandara Jeddah menuju Makkah Al Mukaramah.
Sempat terjadi percekcokan antara kuli panggul dan muthowwif (pemandu) yang sempat
membuat kami tertahan di bibir bandara. Lepas pesawat landing, satu persatu jamaah dicek petugas bendara
dengan teliti, terlebih jika laki-laki akan ada cek sidik yang berulang-ulang
dan pemotretan. Nah, ini yang membuat lama,
yang membuat kesempatan kuli panggul. Pada rombongan awal membawakan
koper jamaah tanpa perhatian dan komunikasi yang jelas. Sedang rombongan yang
belakang membawa masing-masing koper sampai terminal bandara haji. Ini yang
kemudian menjadi permasalahan, kuli panggung dengan urat lehernya terus
mendesak dengan tarif yang tinggi, sementara sebagian dari kami tidak
memanfaatkan jasa mereka. Sholawat dan takbir sudah digemakan muthowwif dan
supir yang mencoba menego dan berdamai, namun kepala batu kuli panggul itu tak
membuat luluh. Hingga akhirnya kami memenuhi keinginannya sebagai solusi.
Bebas dari ujian
itu, sosok Hanif memperkenalkan diri beserta Azmi sebagai muthowwif (pemandu)
selama di Tanah Suci. Dua orang pemuda perawakan sedang, kulit hitam manis,
berparas sejuk. Mereka berkemeja panjang dan bercelana bahan rapi. Hanif lebih
banyak aktif berbicara dengan pengeras, logat bicaranya Indonesia melayu ke
arab-araban. Hmmm bayangkan saja seperti apa hiks hiks. Mereka berdua adalah
mahasisiwa Universitas Islam Madinah (UIM). Mereka berkesempatan sekolah berkat
beasiswa dari negara setempat. Selain belajar, mereka juga berkewajiban hafidz
30 juz Al Qurán. Keistimewaan mereka
mendapat fasilitas uang saku perbulan, uang beli kitab, tiket PP ke tanah air
pada saat liburan musim panas dan kesempatan bertemu muslim dari seluruh
penjuru dunia.
Bagaimana aku tak
menatapnya dengan harap dan iri dengan wajahnya terlihat adem. Lelaki yang
selalu dibasuh dengan siraman air wudhu. Lelaki yang hatinya terpaut dengan
masjid, lelaki yang hatinya selalu merintih dan merendah disepertiga malam
dihadapan Sang Pencipta. Sesungguhnya menghafal kitab Allah merupakan sebab
untuk menyibukkan dengannya (yakni dengan menghafal Al qur'an) pada waktu siang
dan malam, dan manusia iri hati kepadanya. Dari ibnu Umar ra dari Nabi Muhammad
SAW beliau bersabda, “Tidak boleh iri hati kecuali didalam dua hal: yaitu
seorang yang diberi kemampuan oleh Allah untuk membaca dan memahami Al Qur'an
kemudian mengamalkannya baik pada waktu malam ataupun siang, dan seseorang yang
dikaruniai harta oelh Allah kemudian ia menafkahkannya didalam kebaikan baik
pada waktu malam ataupun siang” (HR. Bukhori Muslim).
Dimeja makan aku
kembali melihatnya berbaju thuwb dan berkopyah putih. Jleb, auranya
ketampanannya semakin terpancar, semakin menohok mataku untuk mencuri pandang.
“Astaghfirullah” dalam hatiku sudah menatap lelaki bukan muhrim. Kemudian aku
dekat dengan ibu Dedeh, seorang ibu berdarah sunda yang tinggal di Pontianak,
tidak lain adalah mertua dari muthowwif yaitu Bapak Abdul Hakim.
“Neng, cari lelaki
atuh yang sholeh, kalau pertama yang dipegang agamanya, insya Allah dunia mah
nyusul” sambil melihat sosok Hanif
Aku menyunggingkan senyum manis. Menyeret sebuah hadits yang artinya
“Dari Zaid bin Tsabit ra beliau berkata, kami mendengar Rasulullah SAW
bersabda, 'Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan
mencerai beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup
(selalu ada) dihadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda)
duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barang siapa
yang(menjadikan) akhirat niat (tujuan utamanya) maka Allah akan menghimpunkan
urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya dan
(harta benda) duniawi akan datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak
bernilai dihadapannya'
Dari
bincang-bincang ibu Dedeh yang menceritakan menantunya itu tidak lain hal sama
sesuai hadits diatas. Betapa bangganya ibu Dedeh diajak umrah bersama suami dan
besan secara cuma-cuma oleh menantunya sendiri. Bapak Abdul Hakim sendiri
seorang yang berprofesi sebagai guru, beliau sangat mahir berbahasa Arab.
Dibawanya kedua orangtuanya dengan santun dan sabar. Terlebih ayahnya sudah
berusia lanjut dan mulai pikun. Ketika para orangtua itu mengeluh, satu persatu
sosok yang dimuliakannya itu dielus-elus punggungnya dan pijit pundaknya dengan
lembut sambil berucap “Sabaar sabaaar”. Saat awal memasuki kota Makkah dengan
tenaganya ia mendorong dengan kursi roda ibunya saat umrah dari thawaf hingga
sai dini hari, kemudian menjelang siang beliau kembali mendorong dengan kursi
roda ayahnya untuk thawaf dan Sai. Berkat Allah, tenaganya sanggup mengantar
kedua orangtuanya menjadi haji kecil, padahal fisik yang ditempuh thowaf dam
sai sudah berkilo-kilo meter jika dihitung jauhnya, Subhanallah beliau sanggup
meski kondisi kurang tidur selama 2 hari perjalanan. Ohya beliau juga
memelihara bulu-bulu yang menggelayuti dagunya. Manusiawi, wanita yang mana
tidak menginginkan sosok yang hebat seperti beliau. Tapi sebenarnya sudah disediakan sosok yang layak
dan oantas untuk kita.
Sudah aku layangkan
doa didepan Rumah Suci. Gambaran di atas membuka mataku akan sebenarnya memilih
pasangan yang baik. Lelaki yang mampu menaungi keluarga dengan siraman agama
yang kental, memayungi dengan keberkahan atas limpahan rahmat Allah SWT. Biar
aku cukup sedikit mengenal sosok berjenggot manja itu. Membiarkan Hanif tetap
melanjutkan pendidikannya hingga S2 di Madinah, meski saat ini S1 belum selesai.
Yakinku ada sosok Hanif & pak Abdul Hakim yang lain, yang sama mungkin
lebih akan menemani disisa umurku nanti. Selanjutnya menanti eksekusi Allah,
semoga lekas disegerakan ya Allah. aaamiiin
No comments:
Post a Comment