Kepak-kepak Merpati
di Tanah Suci
Ihwal yang
membahagiakan perjumpaanku menjadi tamu Allah, tapi yang menghiburku salah
satunya adanya keberadaan merpati yang menghiasi sisi jalan sepanjang jalan
dari hotel hingga Masjidil Haram. Menjadi pemandangan tersendiri saat merpati
itu menari-nari lincah dijalanan, di dekat kedai kopi, di depan pertokoan, di
pelataran masjid dan dimana saja. Ada
pula burung cantik itu terbang rendah dan berinteraksi dengan jamaah
Sebagian penulis
sejarah Arab menduga bahwa merpati yang berada di sekitar Baitullah, Mekkah dan
Madinah adalah keturunan sepasang merpati yang dulu membangun sarangnya di
depan gua Tsur, tempat Rasulullah SAW dan Abu Bakar Sidiq bersembunyi dari
kejaran orang-orang Quraisy saat akan hijrah ke Yasrib (sekarang Madinah Al
Munawarah). Pada saat itulah dipintu gua bersarang laba-laba dan pada saat yang
sama ada pula burung merpati yang sedang
bertelur. Karena melihat pintu gua ditutup laba-laba dan ada merpati yang
bertelur, maka kaum Quraisy memastikan tidak mungkin seseorang bisa bersembunyi
didalam gua. Akhirnya Rasulullah dan Abu Bakar berhasil lolos dari pegejaran.
Barangkali karena
hal itu, merpati menjadi kekasih seluruh penduduk Makkah hingga saat ini.
Pantang bagi mereka untuk menyembelih merpati-merpati itu. Para mukminin atau
warga Indonesia banyak yang mengingatkan jangan sekali-kali mengganggu,
menendang atau bahkan menangkap merpati -merpati tersebut. Katanya, akan
berakibat buruk bagi yang mengganggu.
Sebenarnya aku
tidak berniat mengganggu keberadaan mereka. Aku juga tidak memberanikan diri
menggusar keberadaan mereka yang sedang bergerombolan mematuki makanan. Lebih
sering aku melihat ketika makan di pagi hari dan menjelang sore. Jauh sebelum
adzan dhuhur berkumandang, aku beserta teman-teman berkelompok untuk berangkat
sholat. Sebelum pintu-pintu besi bermotif cantik itu dijaga ketat polisi dan
dilarang masuk, karena tidak mampu memuat jamaah. Di tengah perjalanan
disitulah aku iseng tergelitik untuk membubarkan keberadaan merpati yang tidak
sedang mematuki makanab. Aku berlari keliling, melebarkan tangan dengan
hentakan kaki yang kuat tanpa menginjak burung-burung itu, merpati-merpati
bubar memencar melebarkan sayap. Kepak-kepak sayapnya mengibaskan angin mengena
dibadanku. Merpati itu berhamburan terbang rendah disekitar tubuhku. Aku masih saja yang
mengitari sepanjang merpati itu berkelompok. Hahaha aku mengumbar tawa renyah. Sementara teman-temanku ikut
tersenyum lebar menertawakan tingkahku yang kekanak-kanakan, seperti mendapatkan
hiburan. Dan tak lama mereka bergerombol kembali dipelataran persimpangan jalan
di depan pertokoan. Untungnya selama berada di Tanah Haram aku tidak kena
kotoran burung. Tetapi ada temanku yang kejatuhan kotoran diatas mukenanya saat menunggu sholat tiba di Masjidil Haram
Menurut sebagian
orang juga merpati-merpati yang berada di sekitar Mekkah memiliki ciri yang
berbeda dari merpati-merpati pada umumnya. Warna abu-abu muda menghias
punggung dan diujung-ujung sayap dan
ekor warna abu-abu tua. Bulu dibagian sayap dihiasi dengan dua garis yang
melintang mirip pangkat seorang perwira dalam ketentaraan. Sedang didaerah
tengkuk warna gradasi abu-abu tua bercampur hijau tosca yang mengkilap, unik
memang.
Liha dengan seksama merpati ini |
Langit Jazirah Arab
terkenal dengan beragam burung pemangsa seperti elang dan alap-alap. Merpati
adalah mangsa empuk bagi elang . Namun anehnya, tak seekor burung elangpun aku
lihat berputar-putar mengincar sebagai mangsanya.
Umumnya
merpati-merpati itu bersarang di lubang-lubang angin dan bagian-bagian dinding
yamg berlubang. Merpati yang anggun itu
banyak mendapat makanan dari para masyarakat sekitar seperti roti. Namun ada
pula pedagang asal Afrika dan anak-anak yang menjual makanan merpati yang
dijajakan kepada jamaah umrah. Dengan jumlah merpati yang ratusan sepertinya
kurang mencukupi kebutuhan perut merpati. Begituan dengan kotoran mereka.
Bagaimana bisa kota Mekkah dan sekitarnya bisa tetap dalam keadaan bersih meski
diserbu ratusan kerumunan merpati. Tapi lebih banyak sisa-sisa makanan yang berceceran,
bukan dari kotoran dari burung itu sendiri. Agaknya tak seorangpun menjawabnya
kecuali mengembalikan segalanya hanya kepada Allah SWT.
No comments:
Post a Comment