Saturday 4 November 2017

Semua Tentang Kita, Suamiku

Suamiku, kamu satu-satunya alasan

Sampai saat ini kesampaian menjadi pengusaha belum tercapai. Tapi yang sudah tercapai adalah menjadi istri pengusaha. Meniru mental pengusaha memang tidak mudah. Menawari jasa "Ada yang bisa dibantu, pak, bu, mas, mba" hampir semua orang lewat depan melewati toko. Bagi saya yang tidak terbiasa, honestly ada sedikit malu. Sabar, ya itu wajib. Di awal pernikahan, usai toko tutup lebih dari 2 minggu dan baru setahun merintis usaha itu menguras perjuangan. Merintis dari nol dan mencari-cari  pelanggan, terkadang ada order, terkadang  hanya mematung di toko. Kembang kempis napas dompet kerap terjadi. Bukan tidak ada, ada namun sedikit. Ala kulli haal rizki yang Allah beri cukup. Dan saat mendampinginya, saya memilih lebih banyak membisu melihat suami yang tampak tenang. Menjaga perasaanya sudah tentu. "Makasih ya by, sudah mengajarkan sabar tanpa bicara" saya menitikkan air mata.

Seiring berjalannya waktu, Allah lebih tahu yang terbaik untuk hambanya. Perut yang kian membuncit, order-order datang. Suamiku lebih sering mengelus skreen dan mengoles cat warna ke media sablon. Entah itu kaos, tas, payung, pita, gelas atau pun media sesuai pesanan. Ilmu menyablon yang didapat setelah bertahun-tahun menjadi karyawan dan diterapkan mandiri. Dari gaji sehari hanya sepuluh ribu, hingga sekarang bisa menggaji karyawan. Walaupun disekeliling toko banyak berprofesi sama, yakin Allah telah membagi rizki yang cukup. "Tidak perlu iri, kalau pun mereka lebih banyak order karena mereka lebih banyak kebutuhan" ujar suami menenangkan.

Bergandengan tangan denganmu kini sudah tak sesering dulu. Aku sibuk di rumah mengurus anak dan tidak jauh dari dapur, sumur dan kasur. Masih belum lepas dalam ingatanku, sebab rasanya baru kemarin. Acap kali berangkat dan pulang dari toko, disepanjang jalan raya kau menggenggam erat tanganku dan sangat erat saat menyeberang jalan. Karakterku yang agak susah untuk memperhatikan riuh jalan raya, hehe sedikit meleng memang. Sering kali bibirmu terlihat kesal saat kepala ini tanpa menoleh kanan kiri saat menyeberang jalan dan langsung saja menerobos kendaraan yang berlalu lalang 😬 Kamu tahu, terkadang jika ada orang yang kupercayai, pasrah saja hidup merasa nyaman, sebab ada yang melindungi.

Itu hanya kisah kecil, yang membuat senyum-senyum kecil. Ada juga kisah yang menelan getir saat perut makin membuncit. Aku lihat kesabaranmu meningkat, ketika order yang sudah jadi dipesan ternyata tidak sesuai contoh yang ada. Padahal modal dari pelanggan sudah untuk belanja persiapan mudik. Dua juta melayang tak tergantikan oleh sipembuat pesanan yang tak sesuai. Uang yang dinilai tak sedikit, saat persiapan kelahiran harus dicicil dari sekarang, waktu itu. Bukan sekali itu saja, pelanggan seakan mengintimidasi, menagih hutang atas modal yang terpakai itu.  Tuhan, aku diam berpura-pura tidak tahu dan sebisa mungkin tidak menanyai jika kondisi parasmu tidak berbinar. Berbarengan itu pula gedung pertokoan Senen blok sebelah ludes dimakan jago api. Dua minggu di rumah menanti kabar listrik yang masih padam akibat kebakaran. Rizki memang sudah ada yang mengatur, kembalinya ke ranah rantau yakin akan janji Allah, yakni akan menambah rizki bagi yang menikah dan menyebar rizki bagi yang sholat.

Ohya, berbicara soal vespa, tentu membuatmu girang. Tapi, sedikit trauma denganku. Ada rengek manja saat akan menaiki vespa biru telur asin kepunyaanmu itu. Kau, marah. Jujur, aku takut, bahkan takut sekali. Di usia kandungan yang sudah 7 bulan aku terjatuh dalam kondisi telungkup di jalan berbatu yang menurun. Aku membonceng miring, sementara bajuku licin dan jok yang memantul-mantul. Bruk!!! Betapa paniknya kita waktu itu, tidak begitu nyeri hanya sedikit pegal dikaki.  Janinku tak bergerak hampir satu jam, bahkan saat dukun bayi memijat perut yang buncit, masih saja janinku tak bergerak. Usai, dari dukun bayi, kita menanti bidan yang tidak berada ditempat. Dug! Tendangan super dari calon bayi yang membuat aku lumer menitikkan air mata. Yah, dan sampai sekarang aku tidak takut lagi berkendara dengan motor, walaupun nyata harus membonceng ngangkang hehe. Dan jika jok vespamu sudah ganti, aku mau kita keliling dengan vespa lagi, seperti waktu itu membelah Jakarta dengan vespa kesayanganmu. Tentu bersama Qismika, anak kita.

Mengingat proses bersalin yang mengharu biru. Ini tak lepas dari kehadiranmu yang melekat disampingku. Ah, sangat romantis. Jika saja suami masih menjadi karyawan, tidak bisa menungguiku lama di rumah pasca bersalin. Sejak dinyatakan positif, saya tidak diperkenankan  bekerja, meski pun hanya duduk manis di toko. Selain itu, beruntung bisa libur kapan pun. Berangkat kerja siang pun tanpa aturan yang mengikat.

Lelakiku, ada banyak kisah tentang kita. Termasuk saat kita mengurai rindu setelah sekian bulan terpisah jarak dan waktu. Bisa saja aku menyusulmu dengan nekad, tapi itu tidak aku lakukan. Tugasku menjaga, merawat anak kita. Membendung soal rasa rindu yang hanya terbayar dengan pertemuan. Dan kamu tahu, disetiap bait-bait doa, aku memanjatkan agar kita bisa hidup seatap, kelancaran rizki yang halal lagi berkah dan nanti bisa membangun rumah impian kita. Hidup bersama ada aku, kamu, Mika dan adik-adiknya Mika 😊

Pernah aku merasa benar-benar membutuhkanmu. Belum 24 jam kamu berangkat mencari nafkah, di sore yang ranum Mika yang baru berusia 3 bulan, dengan tubuh yang tengkureb hingga tertidur pulas, muka polosnya memelas memanggil nama "bapa". Nama yang disebut dari  mulut bayi mungil kita. Haru bercampur bahagia saat Mika bisa berucap dengan jelas, namun yang disebut tidak ada disampingnya.

Terimakasih cinta, hanya kepercayaanmu yang membawaku ikut ke ranah ibu kota. Bisa saja aku hidup di kampung halaman dengan fasilitas serba ada di rumah emak, dengan lingkumgan dan sosial yang bagus. Tapi tidak, lebih baik kita bersama, meski sepetak kamar di lantai 3 dengan fasilitas yang terbatas. Secangkir kopi disuguhkan dengan air dispenser kusajikan jika dipinta, bukan dari air panas yang bergolak diatas kompor. Ya, kopi hitam dan rokok teman setiamu. Minuman yang tak bisa lepas dan jika tak ada seakan ada yang hilang dari hidupmu.  Berkegiatan menantimu pulang kerja, kadang sore, sering lembur hingga dini hari. Dan, aku membuka mata yang masih sepet melihat keberadaanmu. Hanya karenamu aku bertahan, hanya denganmu satu-satunya alasan aku hidup di ibu kota. Demi apa? Tidak dipungkiri kebutuhan kasih sayang lahir batin kita yang saling terpenuhi untuk kita dan buah hati.

Tulisan ini sengaja aku tulis menjelang usiamu genap 30 tahun. Seorang suami dan ayah yang sedang bekerja keras memenuhi kebutuhan keluarga. Maju tidaknya seorang pengusaha tergantung kerja keras pengusaha sendiri, aku menjadi penyuplai doa-doa terbaik dari balik pintu rumah. Menjadi suami sholeh yak, yang sholat tanpa mengulur-ulur waktu. Begitu pula tidur dan makan pun tidak perlu di ulur-ulur. Kesehatanmu penting, ketika raga ini lelah kepada siapa aku bersandar selain pundakmu. Bagaimana akan kuat kalau kau tak sehat. Jaga kesehatan, aku, Mika dan adiknya kelak ingin bersama menua πŸ˜₯

Kamu tahu, diblog ini ternyata tulisan yang menceritakan sosok lelaki itu hanya kamu. Mungkin sudah tersurat kalau jalan takdir kita sudah berjodoh 😍 Dan dulu, didalam hati yang tersirat tipu pura-pura tidak sukak lebih kuat πŸ˜†

I love you
Aku sayang kamu
Ida sayang Andi
We love our family 😍😍

#happybirtday #wishyouallthebest #mylovelyhusband
#kulluaamwaantumbikhoir #barokalloh
#mestakung #weloveeachother
#pasutri #andyida #lovelovelove

Saat hamil 7 bulan

Kopi dan vespa yang tidak pernah lepas dari hidupmu

Ngalay lagi LDR 

Seminggu sebelum bersalin, semua bengkak BB naik 18 kg

Vespa kesayangan

Bertiga, aku, kau dan Mika

Absen dulu sebelum futsal

Balapan bobo, anak dan papah πŸ˜€

Hasil cinta kita yang pertama 😍

No comments: