Monday 27 January 2020

Desa Pemuja Adsense

*cerpenlokalitas

Hari gini apa yang tidak memakai gawai. Dari alat komunikasi,  alat transaksi, alat dagang, pusat sosial media, pusat berita dan lain-lain. Berkat kecanggihan tekhnologi Iming semakin takjub dengan dunia kini tak seindah kesederhanaan dulu.

Gambaran canggihnya tekhnologi dan gawai mematuki pikiran Iming mencetuskan ide. Iming, nama lengkapnya Muhaimin bapa dua anak yang tak mau ketinggalan zaman. Kelahiran tahun 80-an, tergolong kaum milenial dan mau belajar. Badannya ceking, meski makannya banyak. Keringatnya mudah menganak sungai dan baunya tidak menyengat. Ditengah istirahat kerjanya, ia rebahan dikursi panjang. Iming tergiur dengan sosok Atta Gledek yang jadi terkenal, Milyarder karena youtube. Angannya menerawang jauh ke langit biru.

πŸ•πŸ•πŸ•

"Hai, warga kesayanganku. Di dunia yang serba instan ayo kita ikuti. Modernisasi itu perlu selagi batas manfaatnya banyak. Saya sebagai kades akan membuat tim digital yang melek tekhnologi. Menyadari betul, warga desa Dukuh Slemped tidak gagap tekhnologi. Kami akan mengarahkan generasi muda berbakat yang ditampung diyoutube dan website desa.Tapi dengan catatan tidak terpapar radikalisme dan tidak ada jenis prank apapun bentuknya. Konten semua bersifat positif. Soal dana, insya Allah sudah ada dana desa dari pemerintah. Kita bisa lihat para youtuber, mereka bisa meraup uang banyak dari membuat konten. Sebagai warga yang cerdas, mari kita bangun desa yang kreatif dan inovatif. Syukur-syukur monetisasi youtube nanti berjalan cepat. Mari kita viralkan!. Kita ajak semua warga subcribe, like, share dan komen" kades Iming ketawa bahagia.

Para pemuda bersorak kegirangan menyambut niat positif pak kades. Sebagian hanya ikut tersenyum nyernyit dengan ucapan pak kades yang susah dimengerti. Warga jaman old butuh waktu untuk mengenal istilah tekhnologi kekinian itu, bahkan ada yang acuh.

Coba saja tanya para mbah dan usia paruh baya. Ketika melihat anaknya banyak rebahan saat siang dan begadang dimalam hari. Sementara uang rokok pun tak meminta, kadang menyelipkan uang belanja ke tangan emak. Emak pun bingung "Sebenere pegaweanmu apa, nang?"
"Jual follower, Mak. 1000 follower 100 rebu, mak" jawab Jul sungkan
"apa, polower itu apa?"
"Ah, emak mah gak bakal ngerti. Nih, emak yah, asal tau aja Jul juga kerja jadi buzzer. Gini-gini terkenal di twitter. Alhamdulillah sering ada pesenan" Jul senyum-senyum
"Itu pesenan kayak gorengan, nasi rames?"
"Iya, mak" Jul pergi dengan muka kecut.

Iming tersenyum simpul dengan reka adegan dalam angannya πŸ˜€

πŸ•πŸ•πŸ•

"Ming, iming" Wagyo menabok kaki Iming
"Imiiiing" teriak Wagyo

Iming terkejut bukan kepalang. Sekilas lamunannya pupus. Diajaknya Wagyo bercerita tentang angannya membangun desa digital. Wagyo hanya mengangguk-angguk kebingungan. Tanganya menggaruk-garuk rambut kepala yang tidak gatal. Wagyo yang hanya tamat SD hanya mengiyakan saja. Iming dianggap meracau dan kesurupan demit Kali Reong. Selesai Iming bercerita, Wagyo menggeleng-gelengkan kepala dan menepuk pundak Iming, "Yuh, kerja maning, Ming"

Sambil mengaduk semen Iming terus memanjangkan angannya yang tadi. Iming sadar buruh bangunan yang tidak sekolah tinggi, mana mungkin jadi kepala desa. Meski Iming bukan orang yang malas untuk belajar. Sebenanya otaknya encer, hanya saja pasrah dengan keadaan ekonomi yang lemah. Jika saja Iming jadi kades bisa-bisa badannya sakit semua, biasa banting tulang. Jika kerja hanya duduk manis di kantor, menghadiri rapat dan dinas ke luar kota. Bagi Iming cangkul, bata, semen adalah teman setianya yang akan mengantar pahala ibadah mengais nafkah halal.

"Bugg!!"
Ember jatuh percis dikakinya. "Aduh!" Iming meringis kesakitan. Kulit jempolnya tergores  Angannya kembali terpecah. Rupa-rupanya Wagyo usil. Mengusik keasyikannya berkelana jauh dengan kembara pikirannya.
"Kerja!!' mata wagyo mendelik. Kode keras itu membuat Iming fokus bekerja.

πŸ•πŸ•πŸ•

Bersarung kotak-kotak, Iming berjalan menyusuri jalan. Langkahnya terhenti melihat Yogi, Arman dan Fahmi berkumpul di depan warung Yu Sum. Yogi pemuda sebagai pengacara aktif alias pengangguran banyak acara, sementara Arman mahasiswa semester 6 dan Fahmi guru MAN baru mengajar 5 bulan. Mereka sedang duduk-duduk santai dan menyantap cemilan. Yogi sibuk bermain asap rokoknya yang ia beli hanya sebatang.

Keinginan untuk mengutarakan uneg-unegnya tak terbendung. "Ngopi-ngopi" ujar Iming menawarkan. "Boleh, boleh Yogi menegaskan". 4 gelas kopi hitam yu Sum sajikan diatas meja. Iming mentraktir mereka usai tadi ia mendapat gaji dari hasil mroyek di Haji Mitro. "cair, Wa", tanya Yogi. Iming mengurai senyum bahagia.

Gagasan ide tentang desa melek tekhnologi Iming disampaikan. Mereka bertiga ia sasar untuk berbagi karena anak muda yang kekinian dan berpendidikan.

Iming menguraikannya, Andai desa kita melek tekhnologi lalu pemerintah ikut mengelolanya insya Allah akan maju. Tidak apa jika desa kita disebut desa pemuja adsense. Toh, itu jalam rizki yang dijemput dengan berbeda. Bayangkan! Desa Adijaya dengan 14 dukuhnya  dengan jumlah warganya semisal 15.000 jiwa, menjadi subcriber 5000 jiwa saja sudah lumayan bisa didaftarkan di google adsense, konten dimonetisasi. Dan itu penghasilan yang bisa dimanfaatkan.  Konten tiap tayang berbeda tiap hari. Dari Senin  inspirtif, Selasa komedi ceria , Rabu pesona desa, Kamis minat dan bakat, Jumat pengajian berkah, Sabtu kerja bakti bantu membantu.

Para pemuda mendengar dengan seksama. Mereka kagum dengan Iming yang berpikir begitu jauh. "Hahaha, rika waras, Wa" Yogi tertawa puas.

Yogi bangkit dari duduknya. "Bagaimana desa Dukuh Slemped maju. Lihat, jalan saja dari jaman nabi Adam tidak tersentuh aspal. Ibu mau melahirkan, orang sakit parah saja digotong pakai tandu sarung untuk menghindari terjatuh. Infrastruktur tak terjamah apalagi sundulan unggul untuk sumber daya manusianya itu sendiri" yogi geram. Lalu kembali duduk dan menyeruput dalam kopinya yang masih berasap.

"Mimpimu jauh sekali, Wa. Inovatif dan nge-hits seperti anak muda. Sayang, kita berada dizona nyaman qonaah. Menerima apa adanya dan pasrah. Sebenarnya mungkin tidak demikian, warga tidak tahu prosedural mengkritisi pemerintah dan ada rasa takut. Kita memang butuh orang-orang yang berani, tegas dan lantang untuk menyuarakan aspirasi kita" Arman menimpali.

"Desa kita saja tidak transparansi soal dana desa, harusnya memang sudah mengenal dunia digital lawas. Desa memiliki website yang bisa dilihat warga. Atau membuat akun desa disosial media. Keterbukaan dan komunikasi yang saling menguntungkan dan menenangkan. Bukan fiktif atau sekedar pencitraan untuk sekedar laporan ke pejabat yang diatas. Supaya desa kita maju dan tidak tertinggal. Bukan pula semata-mata menjunjung kepentingan pribadi atau golongan" Fahmi berpendapat.

"Matur nuwun sedulur, ini jadi pencerahan yang bagus. Mimpiku nyampe nyundul langit tapi nyata keadaane terlindas yah, Lur" Iming puas dan nyengir kuda.

"Semisal benar membuat konten, aku akan membuat tutorial mengupas kelapa dengan slumbat" yogi sambil tertawa,
"Rika apa yu Sum?" tanya Iming
"Nyong akan membuat tutorial cara ngiles yang benar, tidak membuat gatal dan tidak cepat lelah, terus cara menapeni gabah dengan hasil maksimal" jawab Yu Sum, yang diam-diam memperhatikan obrolan.

πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜† mereka tertawa
"Yuh, ngayal maning gratis ikih" Iming gembira sekali πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚


No comments: