Pelukan Sayang
Sayang adalah philia, berhubungan erat dengan perasaan
yang dtunjukan bagi orang-orang terdekat
tanpa meminta balasan, seperti kepada orang tua, saudara, sahabat. Cinta
merupakan salah satu emosi yang
dirasakan dan dialami oleh seorang individu, bahkan meskipun sepanjanghidupnya
kegetiran terus menghampirinya.
@@@
Mendapat predikat sebagai relawan adalah hal yang
membanggakan dan menyenangkan. Usai banjir melanda sebagian desa di Serang
akibat Ciujung meluap. Maka sebagai tubuh-tubuh hujan yang kuat bergerak
menyalurkan bantuan dan berbagi cinta. Tubuh kami merangkul keceriaan
anak-anak. Tim kami bernama Komunitas Relawan Banten (KRB) yang bergerak dalam psycososial trauma healing untuk
anak-anak, bagian terkecil dari disaster
management. Trauma populer lebih dikenal dengan masyarakat luka secara
psikis (mudah diingat kejadian, cemas, takut dll). Sedangkan healing adalah
pengobatan.Psikososial sendiri hubungan dinamis antara aspek psikologis dan
sosial yang saling berinteraksi dan mempengaruhi secara berkelanjutan. Caranya
dengan menggunakan permainan besar bersama anak-anak dan pembagian bingkisan.
Akhir pekan kerap dijadikan relawan untuk terjun ke
lapangan. Kesibukan dibalik layarnya yang berlatar belakang dari berbagai
profesi. Kampung Laban desa Teras Kecamatan Carenang menjadi sasaran kami.
Pemandangan tumpukan yang menggunung dari
lipatan karung-karung bekas dan terpal, berjajar sepanjang kecamatan
Carenang. Sisa-sisa genangan banjir masih terlihat disisi kanan kiri jalan.
Kasur dan kursi yang masih dijemur sangat mencolok mata. Bekas batas air masih
menempel jelas ditembok rumah-rumah warga. Lebih dari 3 kali kujumpai papan
valas di pinggir jalan. Ada yang janggal menurutku. Kampung yang jauh dari kota dengan mudahnya dijumpai
tempat penukaran uang asing. Dan tak ada akses mobil angkutan umum masuk.
Kalaupun ada dengan ojek yang ditebus dengan 10 ribu.
Menjelang siang kami tiba. Pada Minggu 27 Februari 2013.
Sambutan riuh anak-anak menyapa kami. Di panggung bekas taman baca yang
meninggalkan puing-puing rak dan sobekan kertas. Mereka gaduh bermain diatas
papan talupuh yang mulai rapuh. Bersebelahan dengan pasar kaget yang hanya pada
hari tertentu dipagi hari. Bau amis ikan masih menyengat menusuk hidung. Dengan
senyum renyah kusapa mereka. Sembari menanti seluruh anak-anak berkumpul.
Namanya Wati usianya 12 tahun. Satu dari sekian anak yang
memperkenalkan diri yang masih teringat. Disampingnya ada adik perempuan yang
meggelayuti badannya. Berangkat dari keprihatinan dari lingkungan sekitar.
Menikmati Ramayana dan Mall Off Serang
sebatas keinginan yang besar. Apalagi kemegahan yang terlihat di telivisi
sebatas angan-angan. Kami duduk, berbincang di rumah panggung bekas Taman baca.
Anak ke-4 dari 7 bersaudara terlihat
sangat pendiam. Tanpa kulontarkan pertanyaan, Wati takkan menanyakan balik
denganku. Kegiatannya lebih sering dirumah walaupun televisi belum ada
dirumahnya. Membantu membereskan rumah dan menjaga adik-adiknya menjadi
kesibukannya. Kalaupun ingin menonton TV harus numpang di tetangga.
“Teteh, njuk duite Teh nggo
tuku es?”
Sosok anak berusia berusia 3
tahunan, tanpa beralas sandal itu
mendekati Wati. Wati mengulurkan receh
500 rupiah dari kantongnya. Sikap perhatiannya terlihat ketika lembaran ujung
rok adiknya diangkat untuk menghapus kotoran dari hidung adik ke-2nya itu.
Tangannya juga terampil merapikan rambut adiknya yang kusut masai. Sebelum ia berlalu membalikkan badan dan
melangkah ke warung.
Ayahnya bekerja sebagai tukang becak di pasar Kragilan,
yang hanya tiba di hari Senin dan Kamis pagi. Penghasilanya sekitar 30 ribu,
itupun harus dikurang dengan yang menyewakan becak. Selebihnya ia buruh tani.
Jika tidak ada tetangga yang membutuhkan tenagannya. Ia mencari ikan di sungai
dan dijual. Itupun tak seberapa. Nampak mata Wati mulai berkaca-kaca. Kisah
sedihnya ia tuturkan bahwa kakak sulungnya menjadi TKW di Jordania, hingga kini
belum ada kabar selama setahun meninggalkan Indonesia. Terakhir kabar uang gaji
ditahan oleh majikan. Ibunya kerap mencurahkan segala keluh kesahnya dengan
Wati, termasuk meminta pembelaan saat mereka bertengkar dengan bapa dari
anak-anak mereka. Wati anak perempuan yang paling dekat dengan ibu. Tanganku merangkul badan wati yang mungil. Punggungnya
terguncang-guncang, air matanya menderas. Kusandarkan kepalanya dipundakku.
Kuelus-elus punggungnya hingga tenang. Kupandangi wajahnya yang sayu sembari
kuusap tangisnya dengan jemariku.
Ah, anak semanis dia harus turut menanggung beban diluar
batas kemampuan mental dan pikiran anak. Wati kategori anak pra remaja, keadaan
jiwanya masih kekanak-kanakkan, emosinya belum stabil. Jika saja orangtuanya
mempertimbangkan usia, kemampuan anak, keadaan anak menjaga objektifitas
sebagai orang tua, mungkin tak membuat Wati depresi. Andai saja ibunya tidak
menceritakan segala pelik rumah tangga dihadapan anak kecil. Gerutuku.
“Yang sabar sayang yach, Teteh
ikut prihatin mendengar cerita Wati. Ibumu butuh teman untuk bercerita ditengah
kesibukkannya. Ibumu menganggap Wati tidak hanya sebagai anak, tetapi juga
teman. Seperti Wati curhat dengan teman Wati. Hanya saja, baiknya ibumu tidak
menceritakan sedetil itu kepada anak seusia kamu. Tugas Wati sekarang. Belajar
yang rajin, nurut orangtua, sekolah berprestasi dan jangan lupa mendoakan orang
tua”
Masih kupeluk tubuh wati yang sedikit mereda derai
tangisnya. Dengan pelukanku akan menyalirkan energi penuh cinta, mengembalikan
emosi positif. Pelukan adalah obat ajaib tidak hanya bagi orang dewasa tapi
juga anak-anak yang mampu mengusir depresi. Kehadiran hormon endomorfin yang
muncul saat berpelukan dapat mengurangi ketegangan saraf dan tekanan darah.
Pelajaran berharga buatku. Menjadi ibu sangat penting
mempunyai kemapaman mental dan pengendalian emosi saat berhadapan dengan anak.
Tidak hanya sekedar tugas membesarkan anak hingga dewasa. Hal yang perlu
disadari adalah sebenarnya anak diciptakan Alloh memiliki jiwa yang sangat peka
terhadap masalah yang dihadapi ortunya. Dahi yang berkerut, urat leher yang
menegang, bahu yang terangkat, apalagi suara yang keras telah mampu dibaca anak sejak usia dini.
KITA SEMUA BERGEMBIRA, itulah slogan yang kami bawa saat
permainan di lapangan. Paras Wati sudah cerah ceria bergabung dengan
teman-temanya. Jingkrak dan teriakan sangat lepas. Bahkan ia mampu memikat para
relawan dengan gambar terbaiknya mengenai banjir.Satu peluru mengena banyak
sasaran. Relawan, anak-anak, orangtua, warga sekitar semua ikut bergembira.
Jambore anak memperingati hari anak digelar di Rumah
Dunia. Inilah yang mempertemukanku kembali dengan Wati. Ia masih sangat
mengenalku. Ia memburuku tergesa-gesa dengan melempar senyum. Aku kembali
memeluknya, mengecup keningnya dan mengusap-usap kepalanya. Pipinya memerah dan
menanyakan tentang kesehatanku. Ah Wati
anak yang baik. Hari itu juga mempertemukanku dengan survivor korban banjir
dari kampung lain yang pernah tim KRB beraksi.
Jambore anak Rumah Dunia |
No comments:
Post a Comment