Saturday 25 October 2014

Terpukai Negeri Di Atas Awan


                                              Terpukai Negeri Di Atas Awan

            Kami Bukan Penjelajah Virtual

            Bunga lampu dengan bentuk terompet menggantung di pinggir jalan yang berliuk-liuk. Warna kuningnya mencolok indra penglihat kami. Sekilas memang dibandingkan alam pegunungan pada umumnya seperti Puncak, Pulo Sari, Kali Gua dll. Namun pemandangan hijau eksotis nan sejuk dengan kabut yang melekat membuat kami enggan memejamkan mata. Hawa dingin sekitar 15-20 derajat celcius di siang hari dan 10 derajat celcius di malam hari meminta kami tak lepas dari jaket, sarung tangan dan syal. Sebenarnya terlalu lelah dengan perjalanan 20 jam dari Serang – Wonosobo, karena terserang macet di daerah Cipularang. Maklum saja bertepatan dengan libur panjang. Kerap dimanfaatkan masyarakat untuk berlibur termasuk kami. Hingga niat memandang sunrise tak terpenuhi. Diprakarsai oleh Sinyo Frans dan Yadi mekanik. Nike, pada 29-31 Maret kami melaju ke Negeri di atas awan. Dengan awak bus 57 para karyawan Nike beserta keluarga.





            Kami berhasil menggali informasi dari supir gondrong. Bus mini yang mengantarkan kami dari Wonosobo hingga Dieng.  Dieng adalah kawasan dataran tinggi di Jawa Tengah, 2260 mdpl, yang termasuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo. Letaknya berada di sebelah barat komplek gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Jika kita melihat kebawah maka akan terlihat negeri yang terletak diatas kabut dingin Dieng, ya itulah mengapa disebut negeri di atas awan. Sebagai tanah yang dipercaya sebagai tempat yang bersemayamnya para dewa, aura mistis dan berbagai mitos masih sangat kental dengan terasa dalam kehidupan masyarakatnya. Salah satu yang diceritakannya adalah anak gimbal.  Anak Dieng terlahir normal, sama dengan anak yang lain. Pada suatu fase, tiba-tiba rambut mereka berubah gimbal dengan sendiri. Mereka sering disebut raja tanpa mahkota karena setiap keinginannaya harus dituruti tidak boleh kurang. Jika tidak maka anak gimbal akan sakit-sakitan.  Namun sayang, saat kami bertandang, kami tak menjumpai anak gimbal tsb. Adapaun dibulan Sura dalam kalender  Jawa diadakan Dieng Culture festival, dimana anak gimbal dipotong rambut gimbalnya.
           
            Ada 3 tempat wisata yang kami kunjungi, waktu yang sempit membuat kami terus memburu agar ketiganya mampu disinggahi, berikut adalah:
                       
            Kawah Sikidang

            Sebenarnya ada banyak kawah aktif  di kawasan Dieng. Merupakan kepundan bagi aktifitas vulkanik di bawah sataran tinggi. Seperti kawah  Candradimuka, Sibanteng, Siglagah, Sikendang, Sikidang, Sileri, Sinila, Timbang. Sikidang adalah kawasan Dieng yang paling populer dikunjungi wisatawan karena paling mudah dicapai. Kawah ini terkenal karena lubang keluar gasnya berpindah-pindah di dalam suatu kawasan yang luas. Dari karakter itulah namanya berasal karena penduduk setempat melihatnya berpindah-pindah seperti kijang (Kidang dalam bahasa Jawa). Bau belerang sangat menyengat menusuk hidung, jadi sudah barang tentu harus menyiapkan masker jika memasuki kawasan tsb. Kawasan ini aman dan tidak mengadung gas beracun, yang memiliki dapur magma di dalam perut bumi. Yang menghasilkan panas dan energi dengan tekanan yang sangat kuat. Apabila tekanan ini mencapai puncaknya, maka akan terjadi letusan dan terbentuk sebuah kawah baru.




            Telaga Warna

            Sebuah telaga yang sering memunculkan nuansa warna merah, hijau, biru putih dan lembayung. Tersembunyi diantara barissan bukit-bukit pada ketinggian ebih dari 2000 mdpl. Disambut jalan setapak  yang sudah dipercantik  paving blok  dengan hutan yang rimbun diikanan kiri. Telaga warna terhampar di depan mata. Air kehijauan didalamnya terlihat tenang, tidak beriak sama sekali. Fenomena alam telaga warna adalah berupa berupa pergantian warna air dari telaga tsb. Dibalik itu ternyata telaga ini punya aneka  versi legenda, mulai dari tempat mandi bidadari dan sampai legenda cincin bangsawan.

Telaga Sawarna

            Komplek Candi Arjuna dan Museum Kaliasa

            Candi Arjuna merupakan salah satu candi  bangunan hindu peninggalan abad ke  7 yang teguh menantang dinginnya cuaca di komplek percandian Arjuna, Dieng.  Juga termasuk salah satu candi tertua di Jawa. Di komplek itu juga terdapat candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa dan Candi Sembrada. Seperti pada umumnya candi-candi di Dieang, masyarakat memberi namatokoh pewayangan Mahabrata sebagai nama candi. Di komplek tsb memberi nuansa lain daripada sekedar tempat persembahyangan umat Hindu masa lalu.Sedikitnya relief dan prasasti yang mengungkap tentang latar belakang candi ini menjadikan sebagai salah satu candi paling misterius di Asia.


            Makanan Khas

            Seperti yang disajikan saat menu makan siang dan malam. Tumis daun Carica. Rasanya seperti daun pepaya tapi tidak pahit. Selain itu buahnya yang sejenis pepaya dengan ukuran lebih  mungil ini, biasa dipakai untuk asinan dan banyak sekali dijajakan ditoko-toko sebagai makanan khas Dieng. Tumis cabe khas Dieng. Rasanya tidak terlalu pedas dan mantap. Bentuknya seperti paprika namun ukurannya lebih mini, warnanya hijau segar dan yang matang merah merona. Ada juga wortel Dieng bentuknya lebih berisi dan pendek tidak seperti wortel bogor yang kurus. Untuk kentangnya lebih bervarian, ada kentang merah, ungu dan kentang biasa. Kami juga diantar ke toko yang menyediakan segala tentang kekhasan Dieng yaitu toko Purwaceng. Purwaceng salah satu jenis tumbuhan liar didataran Dieng. Tanaman ini disosialisasikan sebagai obat kuat pria atau viagra van java. Bagi masyarakat Dieng  sudah tidak diragukan lagi khasiatnya, konon purwaceng sudah dikonsumsi sejak zaman kerajaan Hindu, namun terbatas kalangan raja dan bangsawan saja.Sekarang dikemas dalam bentuk kopi, teh dalam kemasan botol yang dicampur dengan purwaceng. Selain itu ada mie angklok, keripik sayuran seperti keripik kentang, keripik pare, keripik terong, keripik jamur dll.

No comments: