Terpukai
Negeri Di Atas Awan
Kami Bukan Penjelajah Virtual
Bunga lampu dengan bentuk terompet menggantung di pinggir
jalan yang berliuk-liuk. Warna kuningnya mencolok indra penglihat kami. Sekilas
memang dibandingkan alam pegunungan pada umumnya seperti Puncak, Pulo Sari,
Kali Gua dll. Namun pemandangan hijau eksotis nan sejuk dengan kabut yang
melekat membuat kami enggan memejamkan mata. Hawa dingin sekitar 15-20 derajat
celcius di siang hari dan 10 derajat celcius di malam hari meminta kami tak lepas
dari jaket, sarung tangan dan syal. Sebenarnya terlalu lelah dengan perjalanan
20 jam dari Serang – Wonosobo, karena terserang macet di daerah Cipularang.
Maklum saja bertepatan dengan libur panjang. Kerap dimanfaatkan masyarakat
untuk berlibur termasuk kami. Hingga niat memandang sunrise tak terpenuhi.
Diprakarsai oleh Sinyo Frans dan Yadi mekanik. Nike, pada 29-31 Maret kami
melaju ke Negeri di atas awan. Dengan awak bus 57 para karyawan Nike beserta
keluarga.
Kami berhasil menggali informasi dari supir gondrong. Bus
mini yang mengantarkan kami dari Wonosobo hingga Dieng. Dieng adalah kawasan dataran tinggi di Jawa
Tengah, 2260 mdpl, yang termasuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo.
Letaknya berada di sebelah barat komplek gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.
Jika kita melihat kebawah maka akan terlihat negeri yang terletak diatas kabut
dingin Dieng, ya itulah mengapa disebut negeri di atas awan. Sebagai tanah yang
dipercaya sebagai tempat yang bersemayamnya para dewa, aura mistis dan berbagai
mitos masih sangat kental dengan terasa dalam kehidupan masyarakatnya. Salah
satu yang diceritakannya adalah anak gimbal.
Anak Dieng terlahir normal, sama dengan anak yang lain. Pada suatu fase,
tiba-tiba rambut mereka berubah gimbal dengan sendiri. Mereka sering disebut
raja tanpa mahkota karena setiap keinginannaya harus dituruti tidak boleh
kurang. Jika tidak maka anak gimbal akan sakit-sakitan. Namun sayang, saat kami bertandang, kami tak
menjumpai anak gimbal tsb. Adapaun dibulan Sura dalam kalender Jawa diadakan Dieng Culture festival, dimana
anak gimbal dipotong rambut gimbalnya.
Ada 3 tempat wisata yang kami kunjungi, waktu yang sempit
membuat kami terus memburu agar ketiganya mampu disinggahi, berikut adalah:
Kawah Sikidang
Sebenarnya ada banyak kawah aktif di kawasan Dieng. Merupakan kepundan bagi
aktifitas vulkanik di bawah sataran tinggi. Seperti kawah Candradimuka, Sibanteng, Siglagah, Sikendang,
Sikidang, Sileri, Sinila, Timbang. Sikidang adalah kawasan Dieng yang paling
populer dikunjungi wisatawan karena paling mudah dicapai. Kawah ini terkenal
karena lubang keluar gasnya berpindah-pindah di dalam suatu kawasan yang luas.
Dari karakter itulah namanya berasal karena penduduk setempat melihatnya
berpindah-pindah seperti kijang (Kidang dalam bahasa Jawa). Bau belerang sangat
menyengat menusuk hidung, jadi sudah barang tentu harus menyiapkan masker jika
memasuki kawasan tsb. Kawasan ini aman dan tidak mengadung gas beracun, yang
memiliki dapur magma di dalam perut bumi. Yang menghasilkan panas dan energi
dengan tekanan yang sangat kuat. Apabila tekanan ini mencapai puncaknya, maka
akan terjadi letusan dan terbentuk sebuah kawah baru.
Telaga Warna
Sebuah telaga yang sering memunculkan nuansa warna merah,
hijau, biru putih dan lembayung. Tersembunyi diantara barissan bukit-bukit pada
ketinggian ebih dari 2000 mdpl. Disambut jalan setapak yang sudah dipercantik paving blok
dengan hutan yang rimbun diikanan kiri. Telaga warna terhampar di depan
mata. Air kehijauan didalamnya terlihat tenang, tidak beriak sama sekali.
Fenomena alam telaga warna adalah berupa berupa pergantian warna air dari
telaga tsb. Dibalik itu ternyata telaga ini punya aneka versi legenda, mulai dari tempat mandi
bidadari dan sampai legenda cincin bangsawan.
Telaga Sawarna |
Komplek Candi Arjuna dan Museum Kaliasa
Candi Arjuna merupakan salah satu candi bangunan hindu peninggalan abad ke 7 yang teguh menantang dinginnya cuaca di
komplek percandian Arjuna, Dieng. Juga
termasuk salah satu candi tertua di Jawa. Di komplek itu juga terdapat candi
Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa dan Candi Sembrada. Seperti pada umumnya
candi-candi di Dieang, masyarakat memberi namatokoh pewayangan Mahabrata
sebagai nama candi. Di komplek tsb memberi nuansa lain daripada sekedar tempat
persembahyangan umat Hindu masa lalu.Sedikitnya relief dan prasasti yang
mengungkap tentang latar belakang candi ini menjadikan sebagai salah satu candi
paling misterius di Asia.
Makanan Khas
Seperti yang disajikan saat menu makan siang dan malam.
Tumis daun Carica. Rasanya seperti daun pepaya tapi tidak pahit. Selain itu
buahnya yang sejenis pepaya dengan ukuran lebih
mungil ini, biasa dipakai untuk asinan dan banyak sekali dijajakan
ditoko-toko sebagai makanan khas Dieng. Tumis cabe khas Dieng. Rasanya tidak
terlalu pedas dan mantap. Bentuknya seperti paprika namun ukurannya lebih mini,
warnanya hijau segar dan yang matang merah merona. Ada juga wortel Dieng
bentuknya lebih berisi dan pendek tidak seperti wortel bogor yang kurus. Untuk
kentangnya lebih bervarian, ada kentang merah, ungu dan kentang biasa. Kami
juga diantar ke toko yang menyediakan segala tentang kekhasan Dieng yaitu toko
Purwaceng. Purwaceng salah satu jenis tumbuhan liar didataran Dieng. Tanaman
ini disosialisasikan sebagai obat kuat pria atau viagra van java. Bagi
masyarakat Dieng sudah tidak diragukan
lagi khasiatnya, konon purwaceng sudah dikonsumsi sejak zaman kerajaan Hindu,
namun terbatas kalangan raja dan bangsawan saja.Sekarang dikemas dalam bentuk
kopi, teh dalam kemasan botol yang dicampur dengan purwaceng. Selain itu ada
mie angklok, keripik sayuran seperti keripik kentang, keripik pare, keripik
terong, keripik jamur dll.
No comments:
Post a Comment