Saturday 25 October 2014

Diary mail



Dear Sahabatku yang mencintaiku,

Bagaimana aku bisa menerangkan ihwal perasaan disaat kita merasakan hal yang sama. Jangan kira aku tak bersedih dengan keputusan yang sepihak ini. Cinta datang tanpa salah. Hanya saja kadang kepada siapa itu pilihan, lalu berlanjut dengan runut cerita yang lain-lain. Seperti kamu yang jatuh cinta kepada vespa. Aku tidak sepakat jika ini disebut cinta bertepuk sebelah tangan. Kita sudah saling menyayangi sejak awal kita bersahabat dan memupuknya lebih setelah kita menjelma dewasa seperti sekarang. Sejauh apapun kita, aku tak akan meninggalkanmu baik melalui dan yang melangit bahkan pikiran yang sering melintas tentangmu.


Aku mengenalmu lebih dari sahabat, aku yang selalu menuntut manja dalam setiap kesempatan bersamamu. Aku yang menggelayutimu dengan rengekan kekanakan.Aku yang suka meminjam pundakku saat aku sedih dan kamu memiliki bakat melawak yang kerap menerbitkan tawa dari bibirku. Menerbitkan senyum dari raut mukaku yang di cap jutek sebagian besar teman-temanku.


Kau ingat, saat kita berseragam biru putih hingga abu-abu putih aku kerap bertandang ke rumahmu.Sekedar ngobrol yang tak jelas usai pulang sekolah, memberimu sepucuk surat dari para penggemarku waktu  untuk kau simpan atau terserah kau apakan. Hehe aku telah mempercayaimu sepenuh hati, kau menghiburku dengan alunan gitar dengan suara yang merdu. Pernah sekedar membangunkan tidurmu, meski masih terbujur selimut kain batik. Dan meskipun kutarik sekuat tenaga dan kugoncang-goncangkan tubuh, tetap saja membuatmu tak bangkit dan menyapaku.yuuhuuu akupun tak kalah semangat mengganggu tidurmu, hingga kau bangun dan menemaniku. Yah, begitu dekatnya kita. Bahkan mungkin tak ada lagi yang ditutup-tutupi.


Entah sejak kapan rasa cinta andi mendekam didada, aku merasakan sebelum kita berkeliling Jakarta dengan vespa birumu. Deg! Jantungku berdegub kencang disusul lunglai tubuh ini. Kesalahan terbesarku adalah membiarkan cinta itu tumbuh dan aku menerus dekat denganmu. Itu yang tanpa aku sadari terus menghujam hatimu untuk terluka. Rasa ini terlanjur nyaman sebagai sahabat kecilku yang sedari anak kita bermain bersama hingga dewasa ini. Memintamu menemaniku saat-saat aku butuh.


Maaf, itu yang mampu aku katakan saat ini. Harapanku bukan kita memutuskan komunikasi, melainkan sedang  butuh waktu menenangkan perasaan yang membuncah saat ini. Kemudian merubah mindset, bagaimanapun pasti kita saling merindukan. Hubungan kita tidak dibangun dengan singkat, melainkan waktu yang sangat panjang. Dengan siapa pendamping hidup kita, kebersamaan kita menjadi episode yang sangat indah. Kebahagiaan yang tak pernah bisa dibeli dengan apapun. Sudahi kelabu menabuh nyanyian sendu. Kau lelakiyang tabah, tangguh dan mandiri. Kamu tahu? Ada banyak kabar baik dari metamorfosa kamu. Kau menjelma lelaki matang, gagah dan lebih religi. Aku bangga dengan kamu yang terus maju dan semangat. 
                                            
                                                                  ***

               
Masih seperti  ada rasa yang lalu. Berita kehilangan memasuki tahapan dimana aku mencoba mampu meredam diri. Butuh waktu yang lumayan untuk mengatur emosi diri. Cukup aku membuang-buang air mata buat orang yang sedang terkena boom waktu atas ketidaknyamanan yang ia pendam. Cukup aku membuang tisu, sudah berapa pohon yang aku gunakan untuk mengelap ingus dan menyeka banjir dari sudut mata. Bahkan ampuh membuat kepala ini memberat, seperti tertimpa benda berat. Sampai jambakan keras dari tarikan jemariku tak mampu menekan rasa sakit dikepala.

Kebutuhan komunikasi yang harusnya dipenuhi. Sejak saat benih cinta itu muncul mulai ditahan. Aku lebih banyak yang bercerita segala tentang aku. Keluarga, karier, cinta dan hampir yang berada di sekelilingku. Terlebih aku yang gampang menye-menye kala dirundung duka. Benar saja kalau kamu menyebutku egois. Aku tak memberi kesempatan berbagi cerita. Sebab satu ceritaku mampu meluluh lantahkan perasaanmu. Membuatmu ikut terlarut dan mengiba terhadapku. Semakin sering aku mencurahkan rasa itu, rasa iba terus dipupuk dan berubah menjadi sayang.

Tak ada alasan mengapa harus jatuh cinta pada orang yang selama ini dekat. Pertanyaan mengapa yang kerap muncul dari mulutku semakin tak terjawab. Bukan karena aku cantik katanya, bukan pula karena aku manja dan suka merengek didekatnya. Bisa saja cinta datang tak perlu alasan, tetapi akan banyak ada alasan jika mengelak dan memutuskan tali cinta.

Wanita butuh kepastian, bukan harapan yang sekedar harapan. Aku yang terburu-buru dengan lelehan air mata langsung membuat bungkam. Kata lain yang sebenarnya penolakan melalui bahasa tubuh. Kamu tahu? Sudah banyak cerita yang kuluapkan. Bukan kah mengerti? Ada banyak rentetan nasib yang masih kutanggung hingga lebaran nanti. Aku tidak akan menghalang-halangimu untuk bersama siapa dan dengan siapa. Sampai kapanpun aku tidak mendikte hidupmu, termasuk kemarin saat kebersamaan kita yang tulus. 

Kebagiaanmu adalah kebahagianku juga.Sukses untuk kariermu kedepan bersama mimpi dikancah musik dan bisnis percetakanmu.

No comments: