Tuesday 9 February 2016

Tertantang Batu Lawang


Tertantang Batu Lawang

Belum sekilo langkah rintik hujan sudah membasahi bumi Gerem, kecamatan Gerogol
kabupaten Cilegon, lebih dekat dengan Merak. Aku, Ana, Uut dan Iis sudah membulatkan untuk mengisi liburan imlek untuk hiking. Jalan kian menanjak, Ana mulai gontai. Sapa ramah dari warga sekitar sedikit membuat ciut nyali "mesih tangeh Nong, kudu mangane ping 3" ujar ibu yang kongkow di depan teras rumah. Kami mengerti maksudnya masih jauh sekali, baru sedikit rentang jarak menuju tujuan. Hujan yang melebat memaksa kami istirahat di masjid Baitul Mukminin. Sambil menunggu reda, kami menyantap sarapan meski 2 jam lagi dhuhur tiba.


Hampir 6 km perjalanan ditempuh dengan jalan kaki. Sementara hampir semua pengunjung berroda doa. Itu juga yang membuat hati Ana iri, sebab motor kesayangangan tak ditunggangi. Lebih-lebih kebanyakan kawula muda yang berpasangan dan beberapa memakai baju couple. Sedari awal, rute Batu Lawang sudah ada visual dan arah panah. Sayangnya, dari 3 visual tsb jumlah KM tidak disebutkan. Sungguh itu sama seperti pemberi harapan palsu. Dari Indomart 1 Gerem hingga pintu menuju track hiking jalan beraspal. Namun track yang sesungguhnya hanya butuh 20-30 menit untuk menggapainya. Rinai hujan membuat jalan menuju akses becek, licin dan kotor.

Menyuntai senyum, usai hamparan semesta terlihat sangat-sangat indah dengan kasat mata. Cekrek-cekrek mata kamera membidik gaya narsis kami. Batu Lawang konon katanya tempat petilasan pada zaman dahulu. Letaknya diatas bukit perkebunan warga. Batu Lawang sendiri masih dikelola warga, di atas tanah milik pak Yamin. Sedikit ngobrol dengan beliau sambil membayar seduhan mie. Menurutnya, beliau tidak memungut karcis, tetapi tempat penitipan motor dikenakan tarif 5 ribu rupiah. Sambil menemani temannya berjualan, pak Yamin memantau pengunjung dengan membawa megaphone. Kekhawatiran narsis yang membuat celaka, ia peringati berulang-ulang. Termasuk mengingatkan pemuda yang sedang dimabuk cinta, dengan tidak melakukan hal  yang dilarang. Batu Lawang dibatasi sampai pukul 5 sore.



Lelagi kami bermain dengan cuaca yang labil. Sedikit panas kemudian sebentar rinai hujan. Awan yang berarakan itu terkadang menterang didorong cahaya matahari. Kemudian matahari itu menghilang terhalang awan kelabu. seketika kabut putih menyelimuti alam ditangisi rintik hujan. Hujan air dari langit tak kalah menguyurnya keringat dari dalam tubuh. Entah sudah berapa kalori terbakar berkat ribuan kaki ini melangkah 😁😱




Dari atas ketinggian mata kami dimanjakan dengan landscape alam yang membentang. Dari Bojonegara, Merak dan Kelapa 7 terlihat dari atas Batu Lawang. Besarnya batu sanggup menampung puluhan orang di atasnya. Ada banyak batu, yang paling besar ada 2, ada yang tinggi dan rendah. Disana, kami bertemu banyak kawan baru dan saling melempar canda, walau tak saling kenal. Dan diantara kami saling membantu, membantu mereka yang fakir tongsis salah satunya hehe😁. Ada pula gerombolan pemuda yang mencoba menawarkan bantuan mengulurukan tangan. Sebab jalan turun dari bebatuan itu sangat licin. Untunglah, dengan tertatih kami bisa tanpa sentuhan pemuda itu. Honestly, saya minta maaf sudah mengatakan modus kepada mereka,  katanya sih tulus 😂

 caption



Sekitar pukul 15.05 kami tiba di tempat penitipan motor. Dengan meminta bantuan dicarikan ojek kepada warga setempat yang sedang menjadi juru parkir. Ternyata tarifnya sangat murah, untuk penduduk setempat dari pangkaal ojek Joged hanya 7 ribu, tapi untuk pengunjung dikenakan tarif 15 ribu nanjak dan 10 ribu turun. Berhubung kami mirip cabe-cabean alias bonceng tiga,  jadi kena tarif 25 ribu dibagi 2. Secara ojek dari tempat penitipan motor susah dan memang jarang ada yang sampai daerah itu.




No comments: