Saturday 25 January 2020

Terimakasih Bu Saroh



Belajar Dari Bu Saroh

Beristirahatlah dengan tenang di keabadian, Bu

Bu Saroh guru ngaji dari saya kecil sampai SMA. Beliau yang mengajari ngaji Alquran di TPQ Daarul Quran secara presisi. Makhorijul sangat ditekan, begitu pula tajwid dan tartil. Artikulasi yang ditujukan  huruf sangat jelas mana yang harus mecucu, monyong, pipi melendung dsb. Rambu-rambu dalam membaca Alquran sangat diperhatikan, seperti waqaf. Kadang kita sendiri sering mencuri napas ditengah ngaji. Diajarinya mengulang kata tanpa mengurangi maknanya dan diajari pula dimana harus berhenti dimana harus washol. Sering sekali mengingatkan saat melafal Allah dengan lam jalalah secara tafhim (tebal).

Usai adzan dhuhur tiba, para santri berdatangan dan duduk diatas lantai. Sebelum mengaji, para santri secara serempak membaca surat pendek juz 30 dari surat Alfatihah hingga Adduha. Selanjutnya ngaji satu-satu. Diajarinya syair syair dan sholawat. Telinga beliau sangat tajam saat mendengar salah satu santrinya ada yang kurang, meski sedang aktifitas lain. Dengan tegas meminta diulang dan diperbaiki usai beliau memberi contoh.

Letaknya di desa Dukuh kweni RT 01  Adisana Bumiayu Brebes. Santri yang berdatangan dari tetangga desa seperti Baruamba dan Adisana. Bisa dipastikan muridnya sangat banyak dan dari generasi ke generasi. Dari kakak saya no 2 sampai adik bungsu yang ke-9 mengaji di TPQ Daarul Quran.

Selain mengaji, beliau juga yang mengajarkan berbahasa jawa halus. Meski terlahir darah ngapak,  namun unggah ungguh bebasan masih dipakai. Segan jika berbicara dengan ibu dengan bahasa ngapak, meski terseok seok menyusun kata menggunakan bahasa kromo halus. Bukan tidak jarang lagi, saat saya ingin berbicara dengan beliau bertanya dulu dengan teman bahasa halus 'x' itu apa. paling mutakhir keluar kata "duko" saat ditanya beliau, yang artinya tidak tahu.

Pada saat usiaku remaja, TPQ Darul Quran mendapat donasi dan mulai berbenah. Saya kebetulan ditunjuk sebagai ketua. Dengan dibantu suami beliau, pak Khaer.  Berbarengan saat itu dengan kedatangan KKN mahasiswa STAIN purwokerto. Program tafsir alfatihah, tajwid, tartil sedang berlangsung. Kami juga angkatan pertama yang bersertifikat, yang tentunya melalui ujian. Setelah sekian tahun mengaji baru saat itu dikenakan biaya ongkos cetak. Selebihnya gratis. Dan program sertifikat berlangsung hingga generasi selanjutnya.

Berlangsung acara itu pula kami diajari menari lagu gambus oleh para mahasiswa. Sebab markas mahasiswa di Adisana, maka santri dari Adisana yang lebih fokus diajarkan. Nah, disitulah inisiatif kami berkembang. Santri dari Dukuh Kweni punya 2 grup. Terinspirasi dari kaset cinta Rasul garapan Hadad Alwi dan Sulis yang dilakoni oleh bapak Mukhalik dan Aisyah anaknya serta santriwati lain sebagai pengiringnya. Dan kami bu Iffa, Siska, Emi, Fika menampilkan tarian gambus yang lain hasil koreografi gabungan. Berkat kerja keras tim, TPQ Daarul Quran juga sering dipanggil diberbagai acara. Manggung di acara Agustusan, resepsi nikah, halal bihalal dan sampai di Bumiayu juga. Dengan segala kebaikan beliau, minum disediakan ibu dengan  suka rela. Bahkan cemilan seadanya pun dibagi. Walaupun tak seberapa, seberapapun santri yang ada dibagi rata.

Terakhir bertemu beliau kurang lebih setahun yang lalu. Masih mengingat namaku dengan lengkap. Selalu disetiap perjumpaan dengan beliau mendoakanku. Memegang dada sambil mendoakan dengan khusyuk lalu berlanjut mendoakan diatas ubun-ubun. Bukan hanya aku tapi setiap santrinya pun didoakan demikian. Terakhir beliau mencium pipi kanan dan kiri. Senyumnya ramah dan renyah, masih ingat sekali.

Mengenang kebersamaan dengan beliau tidak semua bisa tertulis disini. Kebaikan beliau tidak ternilai. Hanya Allah yang berhak menilai, layaknya semoga surga adalah terbaik untukmu, Bu

Allohummaghfirlaha warhamha waafihi wa'fuanha

****

Mengenang Masa Ngaji Di Bu Saroh

Sega punar adalah makanan paling enak dan sangat membanggakan saat ngaji di Bu Saroh. Sega punar ada hanya saat khotmil atau hatam alquran. Setahun hanya 1-2 kali saja kadang malah setahun sekali. Biasanya menjelang Ramadan. Hatam Alquran yaitu menamatkan 30 juz, 114 surat, 66666 ayat dalam Alquran, meskipun tidak menjadi hafidz, para peserta sudah mengaji dengan tartil, lancar, makhorijul huruf bagus dan sudah paham ilmu tajwid. Sebenarnya tidak ada patokan biaya, lebih banyak inisiatif wali murid yang menyuplai. Dengan beras sekian kilo dan jago yang gagah dan sehat berikut bumbunya.

Persiapan beberapa hari dibantu ibu-ibu yang mengaji dan tetangga beliau. Salah satu yang dipersiapkan banyak adalah kayu bakar dan daun pisang. Dengan dibungkus secara dipincuk bak ponggol. Nasi yang ditakar dengan mangkok lalu dibungjus dilipat kebawah dari dua sisi. Satu santri dapat satu bungkus. Warna nasi yang kuning, bersantan berempah-rempah. Aroma harumnya khas dari sereh dan daun salam. Dengan lauk ayam, mie dan urab. Rasanya menggugah selera sekali. Perjuangan yang didapat tidak mudah. Biasanya santri yang biasanya jarang hadir akan datang. Meskipun menanti cukup lama melalui serangkaian mengaji dan serangkaian doa yang panjang. Santri-santri mengamini setelah itu mengantri dibagi.

Ya, itu sega punar atau sega kuning. Jika tak diberi pewarna kuning kunyit maka menjadi nasi uduk. Dan sangat mudah dijumpai di pasar atau warung nasi tetangga apalagi untuk sarapan terutama wilayah Jakarta. Rasa enak yang didapat karena melalui proses perjuangan dan mimpi setiap santri. Menamatkan membaca Alquran, selain sebagai prestasi juga ada nilai ibadah.

Lanjut cerita lain,  saat membaca Alquran belum lengkap jika dibantu 'tuding' atau alat petunjuk. Tuding biasanya para santri berkreatifitas sendiri dengan menggunakan bambu. Ada yang dibentuk keris, bergerigi atau segitiga sembarang. Usia anak yang mencoba membuat perlu sekali bimbingan orang lain. Mengingat menggunakan benda tajam dan sebilah bambu yang bisa berbahaya juga. Saya sendiri pernah beberapa kali terkena pisau. Sebentar saja kapok kemudian hari lain bermain pisau lagi. Ada yang praktis dan tidak repot cara membuat tuding, yakni dari batang bulu ayam atau angsa dan lidi. Biasanya sapu lidi jadi sasaran santri, sering sapu lidi cepat pendek dan berserakan.

Nasib tuding hanya sementara. Bisa bertahan dalam hitungan jam dan hari. Kadang hilang, kadang ada yang meminjam dan tidak dikembalikan, kadang pula patah. Saat ini tuding dari plastik dijual dipasar dengan harga murah. Jadi tidak perlu repot-repot berperang dengan pisau dan bambu.

Selain itu, letak TPQ Daarul quran yang sangat dekat dengan sungai menjadi cerita sendiri. Ada yang mencari ikan sambil menunggu santri sepi bahkan ada yang hanya modus. Berbusana santri tapi hanya kedok untuk mencari ikan. Dengan cara marak atau nener. Ini menggunakan alat yang transparan bisa cepon, ayak atau jaring. Bisa juga dengan reregem alias keahlian tangan dengan merogoh lubang-lubang dan disela bebatuan. Suatu kebahagiaan tersendiri mendapatkan anak kutuk dan udang. Biasanya paling banter ikan blenduk, cici melik dan benter. Bukan rahasia umum, jika sepanjang sungai merupakan pembuangan limbah MCK warga dan sampah. Kebayangkan meskipun bening, tapi kotoran bisa terlihat sempurna.

Untuk melewati sungai tentu melewati jembatan. Kami mengenal dengan istilah powotan. Powotan masih menggunakan beberapa batang bambu yang dijejerkan rapat. Lalu diberi pegangan untuk keselamatan. Santri yang kebanyakan anak-anak sering bermain dipowotan itu. Jejingkrakan dan diayun-ayun. Padahal usia jembatan bambu tidak panjang, mudah rapuh terkena panas dan hujan sehari-hari. Dan saya adalah salah satu korban powotan itu. Sepulang mengaji bersama, santri melewati jembatan berdesakan. Waktu itu usiaku sekitar 9 tahun, "Bug!" saya terjatuh ke sungai. Bibir atas sebelah kanan sobek. Sakit dan perih rasanya. Bisa jadi terkena beling yang dibuang disungai. Alhamdulillah sudah puluhan tahun lalu dibuat jembatan permanen.

 Beberapa warga menolongku, mengganti baju dan diselimuti kain. Sementara darah dari bibir terus saja menetes meski ditahan dengan kain. Setelah bapa datang, saya dibawa ke puskesmas (sekarang RSUD),dokter menjahit robekan bibir. Alhasil hingga sekarang bekasnya masih, garis bibir menjadi tidak normal sedikit. Jika diperhatikan dari jauh tak nampak. Untung saja saya tidak menggunakan lipstik, jadi garis bibir yang tak biasa itu tak repot-repot diakali. Alhamdulillah masih berfungsi sebagai mana fungsinya.

***

Terimakasih Bu, saya bukan penerus yang mengajarkan mengaji pada banyak orang. Sekarang saya rutin mengajari anakku mengaji diusianya yang belum genap 3 tahun. Sedari beberapa bulan yang lalu anakku sudah terbiasa melafalkan surat pendek dan belajar huruf hijaiyah sesuai makhorijul huruf yang ibu ajarkan.

Alfaatihah buat ibu

1 comment:

valinaigleheart said...

Borgata Hotel Casino & Spa, Atlantic City - Dr.MCD
Borgata Hotel 포천 출장마사지 Casino & Spa, Atlantic City. 1 오산 출장샵 Borgata Way, 대구광역 출장마사지 Atlantic City, NJ 08401. 구미 출장마사지 Atlantic 하남 출장샵 City, NJ 08401 (609) 631-7577 Call (609) 770-7577 Website.