Wednesday 30 March 2016

Lamaran Meluluhkan Rasa


Lamaran Meluruhkan Rasa

15 menit sudah berlalu dari pukul 16.00 wib. Waktu yang dijanjikan tiba didepan istana tua orangtuaku. Sempat pikiran buruk menghantui isi kepala. Ternyata pesan seluler yang terlambat hadir sudah membuat pikiran buruk. Ups, ternyata bukan karena pesan mantan yang mencoba ingin kembali atau berubah pikiran ihwal lain yang tak kuketahui.

Dalam balutan doa usai salam,  aku bermunajat agar acara sore yang syahdu itu berlangsung kondusif. Menyambut tamu baiknya mempersiapkan untuk menjamu, menybutnya. Hawa dingin di kampung halaman membuat ku enggan mandi (aih). Dua kali air sudah mendidih, sekali untuk membuat teh, satu lagi untuk mengisi tremos. Persiapan menyedu kopi. Gelas-gelas bening sudah melingkar rapi diatas baki.

Ah, tamu-tamu itu tak kunjung tiba. Kebaya sederhana dengan kerudung simple membalut tubuh mungil ini. Sengaja sedikit disapu bedak agar tak terlihat pucat dan pilos. Mana ada lipstik atau melukis alis yang bakal menguras durasi. Masih saja menanti dengan menonton tivi dengan acara kompetisi itu. Tanpa lepas dari memantau seluler, berharap ada pesan dan kabar baik. Bunyi pesan, dan bertuliskan "Ada 7 orang lebih, sekarang otw"

Tarraaaa,  "Assalamualaykuuum" rombongan itu datang bersama bocah-bocah yang lincah. Seketika ada yang hilang dari otak ini. Kosong dan tidak tahu harus melakukan apa dahulu. Mereka dayang membawa buah tangan dan menaruhnya dimeja belakang. Beruntung adekku lebih berpengalaman. Dengan sigap dan cakap mengurus urusan dapur dan mendorongku untuk duduk manis diantara tamu yang hadir.

Kursi plastik tanpa sandaran kududuki. Semua kotak-kotak sofa dipenuhi raga dewasa sebagai saksi khitbah. Percis disamping bapa yang menjadi tuan rumah. Beberapa kali aku sempat mencuri pandang wajahnya. Sekali kami saling bertatapan, senyumnya mengembang begitu pula aku. Seperti hujan bunga disekitarku. Berkemeja kotak-kotak padu padan putih dan abu-abu tampak ia tampan saat itu. Niat baik itu mungkin yang menyembur diwajah yang berjenggot manja. Entah hehe seakan wajahnya mengajak buru-buru 'nafkahin aku maas', atau sekedar merayu tukeran tulang. Aku menjadi tulang rusuk dan dia menjadi tulang punggungku. Tidak ada syarat yang lebih utama menurut bapa sebagai syarat imam buat buah hatinya adalah seorang muslim, Islam tak hanya tercatat dalam KTP tapi mampu menghadirkan makna sholat dalam hidupnya.
Here we go 


Aku dan dia berteman sejak usia dini, usia pun tergolong seumuran. Tapi bukan masalah jika pun menghabiskan sisa umur hidup bersama. Sebab ayah dari calon lelakiku sudah tidur dengan tenang dialam berbeda, ada seseorang yang dituakan untuk mewakili dan menyambung lidah atas tujuan kedatangan keluarga besarnya. Seperti bentuk penegasan bahwa kami memang berangkat atas dasar ketidak paksaan dan saling suka sama suka, wali dari calon lelaki memastikan itu kepada kami. Sontak gemuruh tawa memenuhi ruangan tamu berdinding putih itu. Jawaban iya sembari senyum oleh, begitu pula aku menjawab 'enggak (enggak salah lagi) hikhiks.  Langkah selanjutnya setelah kami dipastikan melangkah berkomitmen dengan sepenuhnya sadar. Kami sekeluarga diingatkan, terfokus untuk aku. 'Calon lelakiku bukan orang kaya, orang miskin yang tidak punya harta, dengan paras yang biasa pula'  ujar bapa yang dituakan. 'Yang kaya adalah Allah, sang Pemilik alam semesta, semua manusia miskin' bapa menimpali. Aku kembali diminta dan meyakinkan diri untuk meluruskan hati untuk benar-benar menerima kekurangan yang ada. Aku merunduk sambil mengangguk, ada rasa terharu disana. Ada tatapan elang dari calon lelakiku yang sedikit melonggarkan nafas, ada kalimat hamdalah diucap serempak.

Beberapa menit sebelum kumandang magrib, tanpa kuketahui ada sesi menyematkan cincin. Calon mertuaku melingkarkan dijari tengah, mmmh sedikit kedodoran sih hehe. Kupeluk calon mertua yang dulu sekedar menyapa, nanti beliau jadi ibu aku. Ibu dari suamiku,kedudukannya sama dengan orangtuaku sendiri. Surga suami atas segala restu dari kebaikan ibu. Cincin sebagai pengikat dan tanda jadi. Ini berarti aku tidak bisa menerima pinangan orang lain karena sudah dipinang.


Dari banyak orang yang hadir, masih saja calon lelakiku mencuri perhatian. Sebelum kakinya benar-benar meninggalkan istana tuaku, tak lepas mata ini menyorot ke arahnya. Begitupun dia, sambil berlalu ia meninggalkan gelaran senyum seraya tatapan itu belum saja lepas. Heyy, kita belum halal dan akan disegerakan halal.





Ehm, ada kaan cincin itu meingkaar hehe 

Sunday 20 March 2016

Menyoal Fesyen Kondanan


Menyoal Kondangan dan Fesyen Wanita

Hey wanita, jujur saja kalau sudah terima selebar undangan biasanya mendadak galau. Ihwal pertama yang ada itu soal baju yang akan dikenakan. "Pakai baju apa yah? " padahal biasanya wanita hobi mengoleksi baju. Bahkan terkadang rela bela-belain utang buat beli baju baru. Dandan sekonyong-konyong koder biar terlihat cantik. Kalau yang ngundang temen terdekat, hugh! Alamat jadi super duper heboh. Kalo yang pakai penutup kepala terus dibuat modifikasi kerudungnya, kayak hijabers diinstagram. Hayooo ngakuuuu hehe

Padahal yang paling memuat repot sendiri itu ya pola pikiran sendiri. Persiapan waktu yang panjang hanya dibayar waktu kurang dari sekitar dua jam dieksekusi. Belum tentu orang sekitar memperhatikan apa yang dikenakan. Pengangkat hajat pun akan sekedarnya menyapa ramah, selebihnya ada banyak hal yang diperhatikan yang lebih mengalihkan perhatian.

Beda dengan lelaki, cukup berbusana kemeja (blouse atau batik) padu padan celana jean atau celana kain saja sudah rampung. Tapi lain cerita jika lelaki akan kondangan dengan pasangan. Biasanya kudu mempersiapkan ekstra sabar. Wanita pesolek tentu akan lebih detil dengan riasan yang menyapu wajahya. Wanita yang bukan pesolek juga biasanya akan berdandan agar terlihat beda dari biasanya. Blush on, eye shadow, eye liner, lipstick, maskara, lensa, bulu mata dan pelengkap yang lain. Belum termasuk sepaket baju, tas dan sepatu yang matching.

Nah lho, kebayang kan ribet bin rempongnya wanita. Satu lagi penataan gaya rambut atau jilbab yang sesuai. Jangan sampai dibilang jelek lho apalagi dibuat nangis. Air mata yang membulir itu merusak polesan bedak, eye liner dan maskara yang non waterproof ikut meleleh juga. Walhasil riasan rusak, mata dilingkari bayangan hitam dari lunturan polesan tadi. Wah, sedikit seram kayak di film horor hehe

Tulisan ini terinspirasi dari penggalan cerita temen-temenku. Walaupun tidak semua demikian. Menjadi diri sendiri tentu akan lebih nyaman. Hakikat mengenakan busana itu menutup aurat. Semakin sederhana (tidak tabarruj) dengan menutup aurat semakin syar'i. Wallohu a'lam bishshowab :)


Thursday 17 March 2016

Menjelang Kepala Tiga


Menjelang Kepala Tiga

Dikatakan cemas sebenarnya tidak,  hanya saja sedikit khawatir. Selama kurun waktu melebihi seperempat abad menikmati dan dinikmati persoalan hidup. Lepas dari seragam abu-abu putih sudah terlatih bergelut dengan dunia yang sesungguhnya. Belajar tidak bergantung dengan uluran tangan orangtua. Tertatih menghidupi diri, dari mengatur keuangan yang cekak, minus sampai kedodoran. Hingga jurus hemat, irit sudah sangat bersahabat.

Bahagia? Tentu bahagia. Masa masa seperti itu memupuk diri untuk terus berbenah. Menyesuaikan lingkungan yang baru dan gaya hidupnya. Semakin lemah prinsip semakin mudah ikut tergerus, sedang semakin kuat prinsip, semakin kuat berdiri dan menyusup rasa percaya diri. Beruntung,  aku berada di lingkungan yang masih bisa susupi dengan mudah. Lingkungan yang sederhana dan penuh canda tawa. Tidak terlarut dengan kebahagiaan itu. Soal gaji, tidak menjadi momok saat meraih pekerjaan. Meskipun dengan jalan ngutang ditempuh saat akhir bulan. Biasanya tidak sendiri, ada teman yang mensupport hehe (dasar mental karyawan)

Ada hal lain, di lingkungan yang bukan kampung biasanya tidak dekat dengan tetangga. Yah, aku sudah satu dasawarsa merintis karir. Dan ada banyak wanita karir yang tenggelam dalam kesibukkannya. Lupa menikah? Oh tidak. Jika sedikit trauma bisa jadi. Tinggal berjauhan dengan orangtua biasa teror nikah via ujung seluler. Penyebab teror makin memanas biasanya setelah tetangga kampung hajatan dan usianya lebih muda dariku. Hugh! kalau ortu sudah berbicara pakek nada baper rasanya pengen cepet-cepet matikan obrolan. Yang sering diocehin bab percakapan berikut "orang tua sudah sepuh, umur manusia tidak ada yang tahu. Biar plong ada yang bertanggung jawab dunia akherat atas dirimu" honestly bikin mrebes mili.

Setahun menjelang kepala tiga sudah tak terhitung cibiran kapan nikah. Benar memang tersalip teman-teman yang diberi kesempatan duluan. Sesungguhnya bukan soal balapan yang duluan yang menang, bukan. Ada banyak peran Tuhan dalam ihwal jodoh. Beberapa orang ada yang mengatakan kita yang memilih Tuhan yang merestui. Restu pertama didapati dari orangtua, keluarga besar kemudian kun fayakun Tuhan yang berkehendak. Bisa saja restu ortu didapati, tapi Tuhan berkata tidak. Jika semuanya merestui bersama semesta mendukung maka pernikahan itu terjadi.

Ohya, bicara tentang cibiran orang -orang yang mengatakan "Dasar pemilih, makanya susah" Nah, kalimat itu yang membuat raut wajahku sangat garang. Baik, semua orang mempunyai mimpi, mempunyai kriteria calon pendamping hidup. Mengadu kepada Pengatur alam dan seluruh isinya dengan detail calon usai 5 waktu ditunaikan, saat berbuka puasa, saat hujan melebat dan saat sepertiga malam. Hampir semua wanita dan laki-laki dewasa dan single mendamba pasangan yang baik akhlaknya, lebih fokusnya sholeh/sholehah. Bukan begitu? Sudah seharusnya sadar, Allah adalah sebaik-baik Perencana. Dalam catatan mendapatkan pendamping disegerakan bukan karena sudah ada jabang bayi atau sudah kena ciduk gerebeg warga hehe

Menyikapi masalah di atas pasti menyangkut emosi. Menggali perasaan bikin mewek, biadanya sebelum bobo, menyendiri, marah, susah makan, susah tidur, bikin mood boaster untuk menulis status bergalau-galau ria. Tidak cukup dengan menggelar bait-bait doa, melainkan bersama hati yang membuka diri untuk membangun cinta.  Yakin, janji Allah tidak pernah ingkar. Diciptakan makhluk yang berpasang-pasangan. Akan ada seseorang yang menyebut namaku acap kali doa dilangitkan. Yang mencintai dalam diam, namun tangga doanya kembali ke bumi memberkati. Yang berusaha memantaskan diri sampai benar ia menjadi cerminanku *^▁^* Menjadi teman hidup yang bersama-sama menuntun ketaatan untuk dekat dengan Sang Pencipta, hingga nanti bisa bergandengan di surga Nya.








Wednesday 2 March 2016

Merangkak Berbusana Syar'i


Merangkak Berbusana Syar'i

Membenarkan soal penampilan menurut gaya hidup menjadi hak setiap orang. Setiap orang mempunyai ciri khas dalam mengenakan busana. Busana sendiri mencerminkan kepribadian pemakainya, meskipun terkadang penampilan hanya kamuflase dari kepentingan lain dari diri pemakai. Sebagai orang timur sejak kecil sudah dianjurkan untuk berbusana yang sopan, tidak senonoh. Sopan menurut agama dengan sopan ukuran adat dan negara akan berbeda. Sopan menurut agama Islam sudah tercantum dalam Qs. AL Ahzab:21.

Berbicara hijab Islam sangat tegas untuk mewajibkan bagi muslimah saat sudah baligh. Namun pada kenyataannya berbagai alasan membebani kaum hawa ini. Kaum yang diberi anugrah kecantikan sering lalai dengan kemolekan tubuh dan paras ayunya. Ada juga masalah siap dan tidaknya yang masih saja tak kunjung akur dengan hati. Konon katanya, sebelum raga yang tertutup akan menghijabi hati dulu, aih!

"Dih, kamu koq jalan-jalan pakai gamis? Emang gak ribet?" Kalimat itu pernah terlontar dari bibir sendiri , begitu pula beberapa teman disekitar. Di awal merangkak syar' i ada proses yang dinamakan dengan berdamai dengan hati. Dari proses pencarian busana yang sesuai selera, dari bentuk model, warna dan ukuran sangat berpengaruh. Tidak semua wanita yang mendapat hidayah menerima aturan Islam secara kaffah. Berhijab dengan abaya seperti wanita Arab adalah pilihan. Wanita muslimah di Indonesia sudah menjadi kiblat dunia soal fashion berbusana muslim. Mengingat design sudah tidak ketinggalan jaman dan tembus pasar internasional. Kembali ke pribadi masing -masing mengikuti aturan yang ada di alkitab atau terseret hijab yang mengikuti era. Dan sungguh diulang -ulang dalam ayat Al quran keistimewaan manusia dengan berakal, yang mampu membedakan baik dan buruk.

Dengan catatan masih dalam rel yang ada, seperti tidak ketat, longgar,  tidak transparan, tidak menyerupai laki-laki, menjulurkan jilbab hingga menutupi dada. Nah, yang belum saya sempurnakan yaitu memakai gamis yang tidak mencolok. Padahal warna baju terbaik untuk wanita adalah hitam sesuai Aisyah, istri nabi. Gamis yang ada dipasaran, lebih banyak  dikemas untuk kepentingan masyarakat umum, jadi yang tidak memakai jilbab pun bisa memakainya. Ada beberapa produk yang benar mendesign gamis untuk wanita berhijab, jadi potongan dan model sesuai syariah. Wajar, jika harga gamis tersebut sedikit mahal rata-rata diatas 150K, jika sepaket dengan hijab atau niqob bisa 200K.

Bisa dilihat,  kerudung yang ukuran lebar 100 - 105 meter bahan paris biasanya tak lebih dari 50K, jika ada merk ternama akan lebih mahal. Tapi jika kerudung syar'i dengan ukuran 115 - 130 meter bahan tebal dipasaran dijual dari harga 45-75K. Dari sini bisa diculik sedikit kesimpulan menuju ke surga yang mewah itu tidak murah. Dan semoga jalan menuju hijrah dari niat hingga aksi nyata ada banyak pahala didapati.

Pengalaman umroh tahun lalu, melihat wanita diseluruh dunia waktu itu. Kerudung dengan model yang beraneka ragam model,  bentuk dan jenis bahan hanya dimiliki oleh wanita Indonesia. Melihat abaya hitam juga beragam model dengan potongan lurus berhias benang emas atau bordir tetapi jenis bahan yang membedakan. Semakin bagus bahan dan potongan detail yang rumit akan semakin mahal.

Menjadi muslimah yang sesungguhnya bukan sekedar fisik yang tertutup auratnya, melainkan harus satu paket dengan akhlak yang meliputi hati, pikiran dan lisan. Menjadi pribadi yang aman untuk semesta dengan bekal yang ilmu,  Islam,  Ikhsan dan taqwa yang sebenar-benarnya. Menuju jalan yang lurus memang tidak mudah, lika - liku tentu akan dilewati. Bertahan istiqomah dalam kebaikan