Thursday 26 October 2017

Merawat Usia Senja

Merawat Usia Senja

Emak dan bapa adalah cerminanku di masa depan. Bagaimana memperlakukan buah hati akan berbuah di masa tua kelak. Tidak sedikit orangtua yang dimasa senja sebatang kara, berteman sunyi dan hampa. Dan menjadi saksi teman hidup diusianya yang renta itu luar biasa. Raganya sehat, tapi kekuatannya melemah seiring dimakan usia. Tangan kanan bapa tak sanggup berlama-lama diajak bekerja, termasuk menimang cucu. Kakinya tak lincah lagi naik pohon kelapa. Begitu pula emak, batuk menggerogoti tubuhnya menjadi kian ceking. Belum yang lain, yang tak bisa disebutkan satu persatu. Keriput kulitnya itu pasti, namun semangat ibadah tak mengenal keriput. Yang ada terus mengencangkan amalan sholeh, "nggo sangu mati" ujar beliau.

Terpisah jarak dengan orang dikasihi,  misalkan anak dengan orangtua atau suami yang terpisah dengan istri karena kondisi tertentu. Hidup berumah tangga yang masih hidup dengan orang tua atau mertua, terkadang kabarnya lebih semerbak wangi dibanding yang setiap hari ada. Padahal orang terdekatlah yang paling ada untuk dimintai bantuan dan yang membantu. Sayangnya, kebanyakan manusia lebih sering mengingat keburukan yang pernah diperbuat dibanding kebaikannya. Istilah jawa mengatakan 'cedhak mambu tai, adoh mambu melati'. Ya sebagai orang tua banyak yang ingin tidak menyusahkan anak. Namun kebalikan, disusahkan anak adalah suatu kesenangan. Pada kenyataannya merawat di usia senja itu ujian.

Semakian senja tingkah orang tua semakin unik. Kadang kembali bertingkah bocah dengan tubuh yang tak wangi bak bayi lagi. Latar belakang masalalu mempengaruhi tingkah manula sekarang.  Jika diberi umur panjang, mungkin aku pun demikian. Yang dipinta menjadi manula mandiri dan tidak menyusahkan anak, hingga kembali ke pangkuanNya pun diberi kemudahan.  Ya, aku masih mempunyai pekerjaan rumah yang sangat panjang, buah hatiku Mika, bekal masa depanku.

Merumuskan masa tua tidak semua jalan yang ditempuh antara satu dengan yang lain sama. Ada semboyan nyeleneh 'muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga' Hugh! Ngarep hampir sebagian orang memang kedengarannya enak. Pada nyatanya, merangkak diusia senja itu sama seperti mesin tua, yang perlu banyak perbaikan, istirahat. Kadang masih bisa diberdayakan, kadang tidak. Atau bisa jadi menjadi barang antik yang sebagai 'pajangan'. Meski tidak diharapkan tapi ketakutan menjadi kembang kasur kerap terjadi. Dan pada akhirnya, yang diminta hanya kematian dengan khusnul khotimah itu menjadi bagian penting.

Walaupun bukan patokan sebuah kesuksesan, pada umumnya orang kampung menggambarkan kesuksesan merantau dilihat dari rumah yang direhab dan berlantai keramik. Seperti kemarin, di pagi yang sendu sengaja berkeliling kampung. Aku sebut berziarah menjelajahi tempat-tempat yang dulu pernah singgahi.

Dari percakapan dengan ibu tua itu hampir sama seperti ibu yang lain. Kursi tua dan lemari kaca kuno masih dengan tatanan yang dulu. Lantai semen berdebu menjadi alas menapak tiap hari. "Di masa tua, meskipun beranak banyak, tetap saja nanti mereka memilih hidup dijalannya dan meninggalkan orangtua yang sudah melahirkan dan merawatnya hingga besar". Di sinilah aku banyak merenung, kepada pasangan lah akan merajut masa tua dengan nyaman. Tidak merasa terbebani meski dengan anak kandung sendiri, walau nyatanya tidak demikian. Kemudian., bapa tua juga menuturkan "Kaki ketiga berupa tongkat, "bentong"  orang kami menyebutnya lebih setia dibanding cucu atau anak. Anak atau cucu hanya kapan-kapan jika ada keinginan, sementara tongkat bisa digunakan kapanpun" bapa tua menimpali. Mereka menjalani masa tua dengan kegiatan pelan, semacam kesibukan iseng. Hanya berdua, sepasang suami istri, teman hidup, teman berbagi. Ya, anak yang dikandung, dilahirkan dan dibesarkan kemudian pergi. Sadar, terlahir sendiri dan kelak pulang juga sendiri. Pula anak adalah harta titipan. Seperti kematian siap atau tidak itu pasti terjadi.

Wujud berbakti seorang anak terhadap orangtua tidak semua sama. Mungkin untuk urusan uluran materi kurang, tapi hadiah yang melambung ke langit menerus untuk keduanya.  Semestinya bekal yang kekal bukan hanya urusan materi, melainkan soal akherat yang akan dipertanggung jawabkan kelak. Dan bentuk kebanggaan dan sukses yang sesungguhnya ketika berhasil mendidiknya menjadi anak yang sholeh dan sholehah.
Emak bapa menjadi panutan sebagai ortu

Kumpul lebaran bersama keluarga besar 

Emak, diusia senja badannya tidak bisa diam

Bapa, terus aktif diorganisasi dan menjadi anggota aktif tertua

Wednesday 25 October 2017

Tumbuh Kembang Mika Anakku

Mika Anakku,

Belum genap usiamu 100 hari, namun hari-hari bersamamu mama merasa menjadi wanita sempurna. Mengandungmu, mengeluarkanmu dari jalan lahir, menyusuimu dan merawatmu seutuhnya 24 jam penuh.

Mama tidak sepenuhnya tidur saat kau terjaga. Kekuatan cinta dan kasih sayang Allah lah yang membawa raga ini kuat. Dan kamu tahu, nak? Justru disaat kau menjelang terlelap dan saat lelap, sejuta ekspresi milyaran kejutan. Meluluhkan rasa capek dan mengurai kesedihan. Senyummu mampu menghancurkan rasa letih, lunglai raga ini, yang belum terbiasa dengan perubahan-perubahan yang pesat.

Bonus ee tengah malam, sering terjadi. Diemban sambil menyusui dan makan pun tak jarang lagi. Belum lagi bonus dipipisi padahal baju baru ganti, haha itu sudah biasa. Pundak mama setiap hari terlatih seperti belajar mengangkat besi. Bobotmu kian hari kian bertambah.

Dan heibatnya kamu nak, sosok yang pantang menyerah. Ketika teman seusiamu belum bisa tengkureb, kamu sudah perlahan mencoba dan beberapa kali berhasil.

Akan ada banyak kejutan-kejutan lain yang luar biasa. Dan mama menanti dan tidak berhenti berdoa untuk kesehatanmu, nak. Begitu juga untuk papah.

Menjadi anak yang sholehah adalah harapan terpenting buat orang tua. Kelak suaramu merdu seperti papah, dan bakat menulismu seperti mamah serta rupamu yang ayu perpaduan mamah papah.

*****

Mika anakku,

Sesekali bola mata indahmu melirik saat tengah terjaga. Kau jadi detektor mungil keberadaan sang mamah. Mamah tahu, tidak sepenuhnya menjaga saat terlelap, terlebih saat bobo pagi dan siang. Mamah harus pandai mencuri-curi waktu untuk berbenah rumah. Saat mamah tak disampingmu, kamu bangun dengan tangisan. Sementara jika mamah ada disampingmu, kamu melirik manja dan tertidur kembali. Namun terkadang terbelalak dengan mata berbinar dipoles senyum melebar. Masya Allah, mika lucu dan menggemaskan.

Diusiamu yang melewati tri semester awal sudah menghujani warna hidup mamah. Tubuhmu kian gempal, senyum dan gelak tawamu makin renyah, lagi menyusumu kian kuat. Dan baju-bajumu cepat sekali harus beli baru. Ah, itu tugas papah, nak

Cinta Allah dan semesta lah yang membawa mamah kuat merawatmu. Ditengah mamah terserang radang penyumbatan kelenjar ASI, Mika tetap sehat , bobot tubuhmu makin padat.  Penawar itu saat kau memasang sebaris senyum dengan mata berbinar saat terbangun. Itu lebih dari obat, nak  πŸ˜Dan mamah pun selaku kuat untuk menjadi pelindungmu lebih dari 24 jam penuh.

Mika sayang, sekarang keberadaanmu bukan hanya penawar mamah papah, tapi ada mbah uti dan mbah kakung disampingmu tiap hari. Bahkan kemarin sore celoteh lucu itu memanggil "mbah" dengan lantang. Sementara mamah belum disebut dari bibir tipismu.
Kamu tahu nak, diam-diam beliau menyebutmu dalam doa.

Begitupun mamah dan papah. Sehat selalu Mika anakku, mbah uti dan mbah kakung, semoga kasih sayang Allah selalu melingkari keluarga kami.

*********

Terimakasih "Pilot Projec"ku

Gelak tawa renyah kini sudah terdengar menghiasi ruang-ruang rumah. Ada banyak kegembiraan yang mengisi jiwa-jiwa yang sepi. Keajaiban demi keajaiban terus bergulir seiring berjalanya waktu. Dari proses ada manusia di dalam manusia, hingga menyaksikan pertumbuhan bocah mungil.

Setelah seperempat abad lamanya tangis tawa bayi dari anak bungsu emak, kini cucu ke-17 hadir diantara mereka. Kehadiranya menghempas sepi, mengukir canda. Ada keisengan baru mengisi hari-hari. Ada yang dinanti, ditimang, bikin geregetan, dirindukan namun didepan mata.

Serba pertama, diantaranya memandikan bayi yang tadinya tenang, sekarang sudah menendang-nendang keras kecipak-kecipuk membuat lantai becek. Bisa jadi tendanganya seperti dalam kandungan  πŸ˜€Hingga lebih dari sebulan, mamah tak berani memotong kuku lembutnya. Ketakutan kerap  menghantui pikiran. Sangat hati-hati, itu yang dilakukan, meski pernah tergores kulit arinya oleh pemotong kuku. Dan itu harus dilakukan demi menjaga kebersihan.  Termasuk mengenakan baju yang sedikit menyulitkan, ingin hati mendandani gadis imut. Perlahan baju perempuanku dikenakan cantik.

Keajaiban itu bernama Mika, anak pertamaku. Aku menyebutnya "pilot projec", dimana sebagai orangtua baru banyak belajar darinya. 40 hari pertama yang menguras emosi, mental, jiwa dan raga. Hampir lebih dari 100 hari begadang, dimulai dari pipis, lapar atau pun hanya menatap nanar. Ada titipan Allah yang harus dirawat. Ada panik saat napasnya yang sering tersumbat, ada resah saat jadwal imunisasi tiba yang membuat demam. Ah, anak pertama :-* Dan dari saran-saran ibu pengalaman ditampung. Merepotkan yang membawa nikmat. Lebih dari syukur bahwa Allah telah menunjukan kekuasaanya dengan ciptaan yang sesempurna itu.

Kelak, Mika menjadi bahan pembanding untuk adik-adiknya. Menjadi contoh pengalaman berbagi. Menjadi anak tertua dalam rumah, anak pertama yang membawa kebahagiaan melangit-langit. Dan selamat, hampir perlengkapan bayi semua baru. Lalu, adikmu mengenakan baju mu yang bekas. Mika, sehat selalu, nak. Temani mamah, papah hingga tua nanti 😍😍

******

Mika Anakku

Kelak, besar nanti pendidikanmu harus lebih tinggi dibanding orangtuamu. Tantangan hidup ke depan jauh lebih gila dibanding hari ini. Tekhnologi semakin gencar dan canggih, nantinya mau tidak mau merambah mendekat dan mengikuti. Hanya kewarasan yang sebenar-benarnya waras dapat menalari.

Bukan hanya masalah tekhnologi, namun kekhawatiran orang tuamu ini adalah tentang menjaga akhlak. Apapun gelarmu nanti, tindak tanduk yang sopan, jiwa yang bersih, lisan yang tidak menyakiti dan langkah kaki yang tidak meleset ke arah dholim itu harus dijaga dan dimiliki.

Mika tahu,
banyak yang tersakiti karena lisan yang tak bertulang. Sedang hati yang rempa membawa perasaan yang tak karuan. Diam yang wajar atau sesekali pergi piknik menghilangkan penat. Jika pun belum ampuh, mungkin ada yang harus diperbaiki, terutama amalan stholat.

Esok, jika mengikuti hobi menaiki gunung atau bermain musik seperti papah tak apa. Mamah tidak mempermasalahkan soal gender dalam hal ini. Kenyamanan dan aturan main wajib diketahui dan diikuti.  Tak sekedar paham kodratnya menjadi wanita, apalagi keinginan hampir setiap muslimah bergelar 'sholihah'. Mmmh, minimal mengamalkan menjadi sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat.

Mika Mika Mika 😍😍😍😍😘😘😘😘😘












Usai Jihad Perjuangan Bersalin

Usai Jihad

Pukul 13.47 air mengalir dari jalan lahir tanpa kendali meski sudah berusaha ditahan. Kaget rasanya dan terus mencoba menenangkan diri. Sebab ketidak tahuan, aku mencoba berkonsultasi dengan bidan terdekat via ponsel. Beliau menyarankan untuk mendatanginya agar bisa memantau dan memeriksa keadaan berikutnya, lagi mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

"Ketuban pecah" ujarnya usai fiti. Ini istilah menengok kondisi didalam jalan lahir dengan jemari yang dilapisi antiseptik dan sarung tangan higienis. Awalnya kegiatan ini hanya dilakukan ketika ayam yang hendak bertelur. Jika istilah di lingkungan kami di 'cendol' 😬 Sakit? 😯 ya itu bagian dari sebuah nikmat πŸ˜†.

Pembukaan satu baru seukuran 1 cm, seiring berjalan waktu terus menggeliat yang ada di rahim. Sesekali hanya satu menit angin putih beliung itu hinggap diperut bawah. Dan seakan ada bara api dipunggung bawah. Semakin larut rasa yang sama semakin rapat. Mencengkram, dahsyat, nikmat πŸ˜‚ tak boleh sedetikpun suamiku berhenti mengelus-elus punggungku. Sesekali matanya terpejam menahan kantuk yang berat, aku membangunkannya dengan sedikit rengekan. Maklum saja, malam hampir menanggalkan gelapnya. Murottal tiada henti memanjatkan ayat-ayat suci selama kontraksi berlangsung. Termasuk bibir ini yang terus beristighfar dan berdzikir semampu jiwa raga.

Pukul 03.00 WIB dini hari, dengan mempertimbangkan keadaan yang tidak memungkinkan hanya ditolong tenaga bidan, aku dilarikan ke RS. Allam Medika. Sudah berbagai sugesti bidan 3 anak itu memberi masukan. Namun usahanya belum maksimal aku wujudnya. Aku kurang power untuk mengejan, sementara baby kontraksi bayi tidak begitu panjang dan berhenti.  Keputusan vacum dengan gerak cepat ditanda tangani dan dikerjakan. Ya, dengan segala konsekwensinya,  billah wa lillah perjuangan menjadi ibu.

Proses persalinan yang menguras tenaga dan menguras rasa penasaran sesuai obrolan orang-orang. Beda persalinan beda cerita dengan beda kronologi yang pada akhirnya berbuntut kebahagiaan usai kepala itu keluar dari jalan lahir. Betapa bahagianya saat pukul 04.15 bayi itu dapat melihat dunia, aku dihujani ciuman dikening oleh suami. Sementara tangan kiriku terus menggenggam, meremas tangannya hingga usai persalinan berlangsung. Beruntunganya aku didampingi suami siaga dari awal persalinan hingga selesai. Saat nikmat itu menghamtam beberapa kali aku menjambak rambut ombaknya, meremas lengannya yang hitam, memarahinya. Rasanya ingin menangis saja, namun tangis itu hanya sesaat. Tak ingin mengurangi tenaga gegara reaksi tangis yang memang lumrah ketika menahan lara. Tegas, suamiku melarang menangis πŸ˜„

Nikmat mana lagi yang aku dustakan. Sambutan bahagia menyeringai dari sekitar bahkan alam pun ikut menyambut kebahagiaan itu. Bayi perempuan dengan berat 3,1 kg dan panjang 50 cm melihat dunia dengan jerit tangis yang kencang. Badannya berlumur darah langsung diringkus suster untuk dibersihi. Dan di pagi yang belum sepenuhnya terang, emak menengokku yang sedang terkulai lemah di atas bangsal persalinan yang masih bersimbah darah. Aku mengusap wajah keriput emak, matanya berkaca-kaca. Yang ada dibenakku adalah beliau adalah wanita tua yang heibat. Melahirkan 8 anak tanpa tersentuh tenaga medis dan hanya 1 anak yang menggunakan jasa tenaga medis. Aku menjadi anak pertama pasca melahir di rumah emak. Hampir semua cucu emak lahir diranah rantau bersama suami. Kebetulan, aku menikah dengan suami yang hanya berbeda RT saja. Begitu juga mama mertua yang single parent sejak hampir 3 tahun lalu, raga kuatnya tak henti membantu mengurus bayi cantik kami usai seharian berdagang. Bahkan hingga saat ini rela matanya tak terpejam saat rengek tangis bayi pecah.

Rupa bayiku perpaduan dari kami. Hidung besarnya diwarisi oleh papahnya, sedang kulit bersihnya dariku. Sementara lesung pipi dikedua sisi saat mengurai senyum dari kami berdua 😘😘 Ah, perpaduan yang cantik. Ohya, lentik jemarinya yang runcing diwarisi oleh mbah dari mama mertua. Lucu dan sangat menggemaskan, bukan 😘😘 Kalau pun ada kelebihan itu bagian dari bonus dan kekurangan itu pelajaran untuk memperbaiki seiring tumbuh kembang buah hati, ya wajar ☺ tidak ada kesempurnaan, yang sempurna milik Allah SWT.

Jihad itu baru awal perjuangan. Terimakasih Nak, sudah sama-sama memperjuangkan untuk hidup. Kamu adalah satu dari banyak proses yang berhasil tembus.

Hamil jalan 8 bulan

Naik 18 kg dari 40 kg BB asal

Tampak dari samping, pakai T shirt suami kekecilan πŸ˜€


Beberapa menit pasca keluar dari jalan lahir

Qismika Misha Shafana, namanya pemberian nama papah 

Mika masih dalam box karena efek sisa fakum belum hilang

Sehari pasca bersalin, perut masih sedikit besarπŸ˜€

Mika usia hitungan hari, 4 hari







Nano-nano Jakarta

Nano-nano Jakarta

Yuuhuuu, welcom blogger amatir.
Ini sudah lebih dari 12 bulan gak ngutak-ngatik blog. Sebenarnya banyak yang ingin dituangkan. Berhubung kesibukan menjadi ibu rumah tangga yang baru melahirkan 7 bulan yang lalu. Jakarta, kini aku kembali. Mungkin ini tidak lama. Awalnya memang keegoisanku untuk ikut satu atap dengan suami. Sudah berulang, emak, mama juga suami berkata, "Jakarta panas" tapi tidak menyurutkan niatku untuk hidup bersama. Ini pelajaran berharga bagi pemula yang mengarungi bahtera rumah tangga. Hmm, cintav ini bagian dari perjalanan kita. Suatu saat nanti kita pulang, pulang ke kampung dan membangun rumah sederhana penuh berkah. Dan, tentu kita hidup dalam satu atap, aku, suamiku, Qismika dan adik-adiknya kelak.

Sampai mendekati sebulan,  tak seperti sembilan bulan yang lalu.  Kutinggalkan Jakarta saat hamil besar dan pasca persalinan.  Ada yang berbeda dari sebelumnya.  Dangdut gerobak dorong yang biasanya wara-wiri dengan gonta-ganti personil. Tiga empat gerobak bisa melintasi jalan kampung Rawa Sawah juga jalan Paris-Baladewa, kini sepi. Jika malam Minggu tiba,  dangdut dorong bisa sampai larut malam.

Menyoal suhu panas di Jakarta,  sangat aku rasakan sekarang.  Bisa saja google mengukur suhu hari ini 30 derajat,  tapi rasanya bisa 34 derajat.  Suer terkewer-kewer, dulu waktu perubahan hormonal sebab aku hamil, mudah sekali berkeringat rasa gerah cepat sekali hinggap. Tetapi,  sekarang bahkan kondisi tidak hamil pun panasnya melibihi waktu hamil.  Istilah jawa menyebutkan, sumuk,  ngelekeb. Seperti akan hujan tapi tak hujan 😬 Dan hampir-hampir anak yang baru merasakan panasnya Jakarta terkena biang keringat. Adanya ruam memerah di kepala,  leher,  dada,  punggung,  seperti yang dialami bayiku (jalan 7bulan), Tetangga kontrakan anak 3 tahun dll.

Mungkin panas yang menyengat itu yang membuat dangdut dorong enggan menarik umpan tutun ke jalan.  Ini hanya perkiraanku saja.  Dengan mendorong gerobag berisi salon besar dan organ tentu memerlukan energi yang banyak.  Jarak tempuh yang berkilo dengan terik matahari yang menyengat disertai kabut polusi,  rasanya menambah berat melangkah.

Entah itu kabar baik atau tidak sebenarnya. Semoga para seniman dangdut itu kini sudah mempunyai pekerjaan yang lebih baik.  Kabar baiknya,  iringan ondel-ondel beserta musik khas betawi masih eksis menyusuri jalan setiap hari. Ini pengenalan budaya sekaligus hiburan murah untuk warga.  Pagi dan sore ada saja yang melintas.  Dengan ember bekas wadah cat, salah seorang dari grup ondel-ondel menyusuri warga yang menonton, berharap ada uang receh yang dibagi.

Kemudian, kaget menghampiriku saat melihat tembok tebal penghalang di jembatan. Ini memang tidak mirip tembok Berlin atau tembok yang ada di Korsel.  Tembok ini ada 2, saling  menutup jalan untuk kedua kampung. Keduanya tepat berdiri kokoh diujung kanan kiri jembatan.  Menurut penuturan seorang warga, untuk menghadang sekaligus mencegah terjadinya tawuran antar pemuda.  Dan benar saja,  sejak kembali ke ibu kota biasanya seminggu bisa 2 kali tawuran warga, kini sudah menjauh. Dimulai dengan mercon yang ditembak ke langit,  kedua kubu saling lempar. Nah,  disitulah emosi darah muda tertumpahkan.  Mhhh.kalau pun ada cekcok perorangan atau sekedar ocehan ibu-ibu yang menanggapi orang gila 😜

Panas ya panas,  cukup panas secara fisik saja yang hinggap. Tak sampai lah untuk menyelami.  Cukup tahu saja mereka menggunakan bahasa betawi yang nyablak dan sering menggunakan istilah kotor.  Cukup diam saja jika melihat ketidak warasan yang ada disekitar.  Toh,  masih ada adzan berkumandang di tiap masjid 5 waktu,  ada pengajian rutin yang diselenggarakan,  ada santunan anak yatim. Sebuah simbol dan tanda masih tetap adem meski kegaduhan didepan mata. Yakin,  bahwa sebenarnya sepanas-panasnya keadaan akan adem tatkala hati selalu berdekatan terus dengan pencipta hati.


Jembatan terhalang tembok dari arah Paris

Jembatan terhalang tembok dari arah Kampung Rawa

Suasana Jakarta saat terik dari lantai 3 kontrakan sepetak