Sunday 14 June 2015

Menikmati Tradisi Mantenan ala Laes Darul Mawar

       Tradisi Mantenan Sawer, Tumpek Ponje, Larang Pangkon


Lain lubuk lain belalang, lain padang lain ilalang, lain lubuk lain pula ikannya. Pepatah tersebut menggambarkan peristiwa tadi pagi menjelang siang. Prosesi pernikahan yang masih satu kabupaten sudah berlainan adat. Sang mempelai wanita verasal dari kampung Darul Mawar, sedang mempelai laki-laki berasal dari kampung Laes, Selikur, Kibin.

Usai ijab dan dinyatakan syah oleh penghulu dan para saksi. Dari luar masjid terdengar mercon meletup-letup jedar jedor jedar jedor. Baik mercon yang berbentuk rentengan ataupun yang batangan besar. Gambaran semarak kebahagiaan. Kalo para penduduk setempat  menamakan "bledogan"

prosesi pengecekan data sebelum ijab qobul

Sebelum kedua mempelai beranjak ke pelaminan, tepatnya dimulut pintu masjid. Tokoh setempat memanjatkan doa-doa yang iringi sholawat. Pengantin berada dibarisan paling depan disusul keluarganya. Tabuhan rebana dari ibu-ibu ta'lim ikut mengringi dengan lantunan "thola'al badru alaina, min tsani yaadi wada.."  Tak kalah seru rombongan bapak-bapak paling belakang menabuh bedug bertalut-talut.

Sesampainya dirumah, aroma sunda tercium kental. Ditambah musik khas Banten dengan serulingnya itu.

Usai tamu menyantap hidangan makanan, prosesi dilanjutkan dengan sawer. Saweran disini pengantin diberi uang para tamu dan masyarakat setempat. Karena pelaminan sempit, jadi pengantin diajak ke panggung. Didepan mempelai disediakan wadah ubtuk menampung uang. Ada juga mempelai disawer dengan dikalungi uang.

Mertua wanita menuturkan jika saja menikah di kampung Laes,tentu akan banyak sekali dapat saweran. Sambil menguntai senyum aku membalas ini terjadi jika menikah dengan sekampung. Tradisi di sana beliau menuturkan, usai ijab mereka disawer. Lalu dimalam hari mempelai lelaki diasingkan ke rumah saudaranya yang jauh tapi masih satu desa. Kemudian di susul mempelai wanita, nah dirumah saudara jauh itu disawer oleh warga sekitar kampung.
penganten disawer


Menurut ibu hajah Rohmati, sebenarnya ada prosesi buka pintu. Namun, karena tidak dipersiapkan dari mempelai wanita dan tidak ada komunikasi sebelumnya jadi tidak dilangsungkan. Tradisi ini dilakukan dengan menaruh pengantin wanita dibalik pintu yang dihalangi kain.  Dibalik kain tersebut ada pengantin lelaki. Supaya bisa diterima masuk rumah, terdapat 2 orang ahli pantun yang beradu keahlian berbalas pantun. Dan pada akhirnya ahli pantun wanita mempersilakan dan menerima pengantin wanita.

Yang baru aku jumpai diprosesi itu adalah tradisi Tumpek Ponjen. Dimana penyerahan kantung yang terbuat dari kain yang berisi uang receh dan biji-bijian diberikan kepada mempelai perempuan. Sebagai syarat, biji-bijian minimal 3 warna atau jenis. Jumlah bilangan harus ganjil, maksimal 17 jenis biji. Tadi yang aku lihat isi gabah, kedelai dan kacang. Kedua mempelai diminta untuk saling berhadap-hadapan.
tradisi tumpek ponje

suami istri bekerja sama memasukkan kembali bebijian kedalam kantung

Ibu mempelai lelaki itu menumpahkan kantung tsb sebanyak 3 kali. Kedua mempelai bekerjasama untuk mengantongi kembali isi kantung yang ditumpah itu. Dan sebanyak 3 kali pula mempelai bekerja sama mengumpulkan bebijian dan receh itu.Sambil didampingi ibu sesepuh yang menerus melambungkan doa. Tradisi ini terjadi karena mempelai lelaki anak bungsu dikeluarganya.

 Prosesi selanjutnya yaitu Larang Pangkon. Sebuah boneka berkerudung dengan bantal sajadah diletakan diatas baki. Mempelai lelaki menyerahkan kepada mempelai wanita. Kedua tangan mereka bertumpuk diatas boneka itu. Lalu mempelai wanita mencium tangan suami. Masih menurut ibu Hajah Rohmiyati, filosofi prosesi itu menggambarkan harapan dan doa orangtua yang mengharapkan kesejahteraan, kemakmuran dalam menjalankan rumah tangga. Adanya pangan dan materi yang melimpah disimbolkan dengan biji-bijian dan uang receh. Lalu keberadaan berharap disegerakan kehadiran anak yang sholeh diantara mereka. Simbol sajadah dan berkerudung mengisyaratkan keutamaan penanaman pendidikan dan nilai-nilai Islam.
tradisi larang pangkon

Keseluruhan runut adat memang tidak lengkap, tetapi keseluruhan mencerminkan khasanah budaya Indonesia yang beragam.

Thursday 11 June 2015

Merengkuh Cinta & Sejarah Di Kota Bogor

                             Merengkuh Cinta & Sejarah Di Kota Bogor

            Sebenarnya sudah berkali-kali melintas jembatan merah saat akan dan usai berkunjung ke rumah kakak tertua. Namun baru awal Mei 2015 itu kedua kakiku berjalan diatas jembatan yang memiliki nilai sejarah perjuangan pertumpahan darah. Jembatan merah disini berbeda dengan jembatan merah yang ada di Kebun Raya Bogor. Menurut mitos yang beredar jika sepasang kekasih yang melewati jembatan tersebut akan putus. Jembatan ini mengingatkanku pada Toko Merah yang ada di Kota Tua di jalan Sawah Besar.
 
aku dan keluarga kakak tertua 
            Jembatan ini dibangun pada tahun 1881 bersamaan dengan diresmikannya Stasiun Bogor. Sejak awal didirikan jembatan ini sudah diberi warna merah bata. Terlebih saat perang kemerdekaan, tempat ini juga menjadi saksi perjuangan tentara BKR yang dipimpin oleh Kapten Muslihat melawan penjajahan Belanda. Para pejuang yang datang dari arah Jalan Veteran berusaha memasuki wilayah yang dikuasai Belanda yaitu gedung di samping Matahari Dept Store yang kini menjadi Kantor Polresta Bogor tersebut. Di atas jembatan inilah pertempuran sengit terjadi. Banyak korban dari kedua belah pihak bergelimpangan di jembatan ini. Banyak darah berceceran, semakin menasbihkan nama jembatan merah yang lekat dengan darah. Pada saat era orde baru, jembatan tersebut di cat warna kuning, namun tetap saja orang menyebutnya jembatan merah. Mungkin di situ keunikannya. Jembatan warna kuning kok disebut jembatan merah.

jembatan merah

            Lokasi Jembatan merah sangat strategis. Tepat berada di pusat kota dan keramaian kota Bogor. Dekat dengan Stasiun Bogor dan Jalan Merdeka yang merupakan pusat perdagangan. Selain itu dekat juga dengan Pasar Devris yang siangnya berfungsi sebagai pasar tradisional namun jika malam berubah menjadi sentra kuliner.

            Saat ini kondisi Jembatan Merah dipercantik dengan hiasan tulisan JEMBATAN disisi sebelah kiri dan MERAH disisi sebelah kanan. Jika malam hari terlihat lebih cantik karena terdapat lampu yang memperjelas tulisan JEMBATAN MERAH.

            Nama jalan tersebut pada awal berdirinya adalah Bantammer Weg.Di sebelah Barat jalan ini bertemu dengan jalan Merdeka, jalan Veteran dan jalan Perintis Kemerdekaan. Di bagian Timur si bantammer weg berujung ketika bertemu dengan jalan Juanda.

mencoba menirukan gaya patung

mencoba menirukan gaya patung

            Hingga saat ini, jalan Kapten Muslihat masih merupakan akses utama bagi warga kota Bogor dari arah Barat Bogor untuk menuju ke tengah kota.Patung Kapten Muslihat ini berada di depan Taman Topi. Sambil melepas lelah kami duduk dan menikmati sarapan pagi dengan roti bakar. Mataku berselasar melihat tempat niagaa mungil di beratapkan seperti topi berbeton. Dari salon, percetakan, warung makan , agen travelling dll. Ada yang berbentuk jamur, buah-buahan juga disana. Taman Topi sendiri mengahadap Matahari dan  Plaza Taman Topi Square.

taman topi

menikamati roti bakar usai joging

es duriaaaan ampuuuuun

            Usai melahap roti bakar, gerobak es durian menggoda mata keluargaku untuk mencicipinya. Sayang aku sendiri bukan penggemar durian. Dari kami yang berenam hanya aku yang sungkan mencobanya. Mba Eva, Mada, Fildza, Talita dan Akbar menikmati satu cup es durian dengan begitu nikmatnya. Berulang-ulang bocah laki-laki paling mungil itu menawariku untuk mencicipinya meski sedikit. Tetap saja aku enggan, entahlah aku memang tidak berselera dengan bau durian.

            Nama Kapten Muslihat disematkan pada jalan ini sebagai penghormatan kepada Kapten Tubagus Muslihat. Seorang pejuang Indonesia yang gugur dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan di jalan ini. Lokasi gugurnya sang kapten berdekatan dengan dimana stasiun kereta Bogor berada saat ini. Sebagai penghormatan terhadap jasa-jasanya maka namanya diabadikan sebagai nama jalan ini.


            Selain itu di salah satu bagian jalan ini terdapat juga sebuah jembatan yang membuat Bogor memiliki kesamaan dengan kota Surabaya. Jembatan tersebut bernama Jembatan Merah. Kisah heroik yang terjadi di sekitar jembatan inipun sama dengan yang terjadi si Surabaya.

Memuncak Di Tebing Keraton

                                             
 
                                        Memuncak Di Tebing Keraton

            Tebing Keraton atau Tebing Karaton merupakan sebuah tebing yang berada di dalam kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Tebing ini terletak di Kampung Ciharegem Puncak, Desa Ciburial, Bandung. Merupakan kawasan konservasi yang terpadu antara alam sekunder dengan hutan tanaman. Luasnya mencapai 590 hektar yang membentang dari kawasan Dago Pakar sampai Maribaya. Dari Tebing Keraton dapat menikmati pemandangan spektakuler. Bukan lampu kota, melainkan hutan.
 
peta lokasi wisata
            Tahura berada di ketinggian antara 770 mdpl sampai 1330 mdpl. Di atas tanahnya yang subur terdapat sekitar 2500 jenis tanaman yang terdiri dari 40 familia dan 112 spesies. Pada tahun 1965 luas taman hutan raya sekitar 10 ha saja, namun saat ini sudah mencapai 590 ha. Saat ini pengelolaannya dilakukan oleh Dinas Kehutanan Pemda Provinsi Jawa Barat (sebelumnya berada di bawah naungan perum Perhutani).

            Tidak sulit untuk mencapai Tebing Keraton. Dari pusat kota Bandung, bertolak ke arah Dago Pakar, memang tidak ada kendaraan umum menuju goa pakar. Sewa ojeg banyak siap mengantarkan menuju wisata disana. Jika hanya sampai mulut gerbang pintu biaya Rp. 10000 sampai gerbang hutan. Jika jalan kaki sekitar 35 menit sepanjang 2.5 km jalanan yang menanjak dan berkelok. Kemudian ke arah Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Setelah pintu gerbang Taman kami akan melewati rumah-rumah besar dan kemudian perkampungan. Setelah itu kamiakan sampai di sebuah warung dengan baliho besar bertuliskan 'Warung Bandrek' alias Warban. Perjalanan belum selesai, pacu kendaraan melewati tanjakan dan jalan berbatu sampai pos teratas, langsung di Tebing Keraton. Untuk mencapai tebing tersebut, Dibutuhkan waktu yang lebih lama,sebab lebih dari 5 km dengan jalan menanjak dan terjal yang hanya bisa dilalui motor dan pejalan kaki.
 
persahabatan di Tebing keraton eksis


niat narsis juga butuh perjuangan

Tarraaaa  inilah pemandangannya,maasyaaa Allaaah

            Sepanjang jalan menuju Tahura banyak para pesepeda gunung yang menjajal adrenalin meleawati track jalan beraspal yang menanjak dan berkelok. Kerap kami menyapa mereka dan menyemangati para lelaki matang yang sudah bercucuran keringat menggoes pedal. Mereka juga membalas sapaan dan dukungan kami dengan senyum ramah sambil terengah-engah. Isi botol yang mengait disepeda sudah tidak ada yang penuh. Peluh mereka bercucuran sama seperti kami yang berjalan kaki. Bedanya mereka berbaju terbuka dengan pengaman yang lengkap, sementara kami berhijab dan berjaket tebal. 

            Tebing Karaton ini ada di atas Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Sehingga dari atas tebing ini, kami menyaksikan hijaunya pemandangan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yang menghampar luas sepanjang mata memandang. Pemandangan ini pun akan bertambah indah. Sayang sebelum matahari terbit atau kira-kira jam 6 pagi. Pada saat menikmati suasana kota Bandung yang masih berselimut kabut tebal, kami melewatinya. Termasuk keindahan matahari terbit di balik bukit yang ada di sebelah timur. Semua keindahan panorama alamnya ini memang paling pas, jika untuk diabadikan dengan mata kamera. Sisa kabut, hawa sejuk, cericit burung dan bunga bermekaran menarik perhatian kami.
goa Belanda

goa Jepang


                        Supaya meringkas waktu, aku dan Iis memakai jasa ojek yang mengantarkan kami dari Tebing Keraton, Curug Omas, Goa Belanda dan Goa Jepang. Usai proses tawar menawar maka jatuhlah harga 90 ribu untuk biaya perjalanan. Mengingat semalaman sudah tidur larut dan keesokan hari harus kembali bekerja. Lagipula jarak antara satu destinasi wisata ke wisata yang lain cukup jauh. Kurang lebih 200 km harus dilewati untuk 4 destinasi tersebut. Tidak apalah menguras kantong yang cekak, yang penting kepuasan dari perjalanan.

curug Omas

curug Omas


            Untuk berkunjung ke Tebing Keraton menguras keringat tapi hawa dingin masih terasa menyelimuti tubuh. Siaga kamera disetiap pemandagan yang memanjakan mata, jaket masih saja belum menghalau dinginnya udara, sesekali menenggak minum saat tenggorokan mulai kering. Sebab kami menyewa motor, karena jalanan yang dilewati belum terlalu bagus, kami bertahan agar tidak terjatuh dan tetap nyaman diatas roda dua. Mengingat perjalanan yang sempit, tidak mulus, naik turun dan berkelok. Walhasil, usai perjalanan keesokan harinya pegal-pegal melanda.

            Seperti yang diuraikan di atas,  berkat cerita pak Uyun dan saudaranya yang mengantarkan kami.  Kami bercakap-cakap dan  menceritakan tentang Tahura, keluarga dan obrolan ringan yang lainnya. Menurut pak Uyun, Tebing Keraton mempunyai cerita banyak legenda, dari kisah Raden Kian Santang sampai cerita Tangkuban Perahu. Konon cerita, Tebing Keraton dinamai itu karena tebing-tebing itu jika di lihat dari balik bukit yang bersebrangan menyerupai keraton,istana, tempat kediaman raja dan ratu. Disamping mempunyai histori kerajaan masa lampau.

           





Aku 11 12 Bapa (Masih aroma kota kembang)

                                                        Aku 11 12 Bapa

            Saat berjalan dibawah awan berarak di Kota Kembang, aku mendapati sepasang remaja belia duduk dikursi besi ukir jalan Asia Afrika. Terlihat gadis hitam manis sedang merajuk, mukanya masam membisu. Lelaki muda disampingnya menemani setia, ia lelaki yang beranjak remaja,paras bocahnya baru ditumbuhi jerawat di parasnya yang mulai tak polos. Rasa ingin tahuku menggebu, lalu aku menanyainya,
"Kalian pacaran?" ujarku sambil mengulum senyum
"Enggak, kakak adik" jawabnya singkat
"Kakak adik ketemu gede?" senyumku makin lebar.
Sambil memperhatikan bentuk wajah yang jauh beda diantara keduanya.
romantisme emak bapa


Aku dan Iis bergegas meninggalkan mereka. Tapi ada ihwal yang mengganjal yang belum aku utarakan. Kaki ini mengerem dan berbalik arah.
"Neng, jadi perempuan harus bisa jaga diri ya, kudu hati-hati" pesanku
"Iya Teh"
 
senyum sumringah emak bapa
Tetiba aku menertawai diriku sendiri, mengingat cerita Mbaku tentang bapa. Saat diajak wisata ke kawasan agro wisata Kali Gua Bapa semangat mengejar sepasang muda-mudi yang berjalan menyepi diantara petak-petak kebun teh.
"Bapa mau apa?" mbaku penasaran
"Itu lho lanang wadon nggolet tempat sepi, buat apa kalau bukan pacaran itu kan dosa?"
Bapa membara sementara mbaku terkekeh diikuti cucunya yang sudah menginjak remaja.
"Sudah Pa, mereka sudah terlalu jauh. Lagi pula mereka bukan dari keluarga kita. Insya Allah anak dan cucu Bapa tidak demikian. Biar mereka yang menanggung sendiri akibatnya"
Ucapan itu sanggup meredakan Bapa. Kemudian Bapa dan keluarga menikmati pemandangan dengan nikmat syukur yang tak terkira.

bapa berkebun dan kesederhanaannya

Lebih tepatnya tegas bukan galak. Ini juga salah satu karakterku yang melekat. Bisa dibilang tidak jauh beda dengan Bapa. Rahang di wajahnya dikala muda menempel tegas di wajahku.

emak bapa

Usia beliau yang sudah berkepala 7, kini tinggal berdua dengan Emak, sementara ke-8 anaknya. Hanya seorang yang tinggal di kampung sebelah yang tidak jauh dari rumah. Kesibukan sehari-hari beliau bahu membahu berdagang dan berkebun.Di masa senjanya, beliau sangat intim dengan Gusti Allah. Ketika adzan berkumandang beliau mengejar sholat jamaah di suro kecil yang tak jauh dari belakang rumah.



Ketemu Naruto Di Braga

                                                                        Ketemu Naruto Di Braga

            Kami tak berhenti mengagumi sepanjang sudut jalan Braga. Sedari persimpangan sebelah taman Vanda enggan rasanya melewatkan mengabadikan moment diatas jalanan yang bersih dan tertata rapi. Sembari melangkah dengan riang, langkah kami terhenti dengan suatu pemandangan yang langka kami jumpai.
"Mba, mba ada Naruto" Iis memanggilku sumringah
Aku mendekati dua orang yang berkostum dalam tokoh karakter yang ada dikomik manga Naruto. Mereka sedang duduk di depan swalayan kecil yang bersebrangan dengan City work Bandung.

            Beruntung, mereka dengan senang hati menemani kami berfoto-foto. Sambil berbincang ringan tentang kostum yang mereka kenakan. Sebenarnya kami ingin mengambil foto di atas kursi besi ukir yang cantik. Ya sudahlah berlatar pintu ruko yang sedang libur tak berjualan sudah cukup.
 
ciee Iis 
            Sedikit mengulas tentang Anime (アニメ) (baca: a-ni-me, bukan a-nim) adalah animasi khas Jepang, yang biasanya dicirikan melalui gambar-gambar berwarna-warni yang menampilkan tokoh-tokoh dalam berbagai macam lokasi dan cerita, yang ditujukan pada beragam jenis penonton. Anime dipengaruhi gaya gambar manga, komik khas Jepang.
Kata anime tampil dalam bentuk tulisan dalam tiga karakter katakana a, ni, me ( アニメ) yang merupakan bahasa serapan dari bahasa Inggris "Animation" dan diucapkan sebagai "Anime-shon".

            Anime pertama yang mencapai kepopuleran yang luas Astro Boy karya Ozamu Tezuka pada tahun 1963. Sekarang anime sudah sangat berkembang jika dibandingkan dengan anime zaman dulu. Dengan grafik yang sudah berkembang sampai alur cerita yang lebih menarik dan seru. Masyarakat Jepang sangat antusias menonton anime dan membaca manga. Dari anak-anak sampai orang dewasa. Mereka menganggap, anime itu sebagai bagian dari kehidupan mereka, Hal ini yang membuat beberapa televisi kabel yang terkenal akan beberapa film kartunnya, seperti Cartoon Network dan Nickelodeon mengekspor kartunnya

            Masyarakat Indonesia terutama para anak mudanya menyukai Jepang karena budayanya yang mulai masuk dan terkenal di Indonesia decade 90an. Budaya Negara Jepang yang masuk ke Negara Indonesia melalui fashion seperti harajuku style, kartun-kartun anime dan cosplay (costum player),
 
            Menurut mereka, kostum yang mereka kenakan sesuai tokoh karakter yang mereka sukai. Terlebih dalam rangka kompetisi yang ada di dalam mall yang saat itu sedang berlangsung. Penilaian meliputi kemiripan kostum, karakter, gaya, gestur tubuh sesuai aslinya. Untuk soal dandan dengan bedak seputih itu menyapu wajah, mereka memoles sendiri tanpa bantuan.
ini gayaku hehe


            Saat mengambil gaya dimata kamera hp, aku meminta berpose sesuai karakter yang diperankan. Nikmatnya perjalanan itu ketika menjumpai hal baru dan kita bisa mengorek dan berbagi di dalamnya, tuturku kepada Iis. Namun yang membuat Iis tersenyum lebar ialah ia bisa pamer foto ke sosok kekasih hatinya yang menggemari tokoh Naruto.


Backpaker Satu Malam Di Kota Kembang

                                         
                                  Backpaker Satu Malam Di Kota Kembang

            Paris Pan Java menjadi incaran kota di hari libur pertengahan Mei. Tanpa bantuan google map kami melangkah dengan sumringah. Menyapa orang-orang yang baru ditemui meski hanya melempar senyum. Bertanya arah kepada orang yang aku sangka baik dan netral. Nikmat mana lagi, hampir semua orang yang aku tanyai berkata jujur. Sungguh ini bukan karena kebetulan, tapi ada campur tangan Allah SWT. Sedari sebelum berangkat hingga safar kami mengencangkan doa agar selamat dan diberi kemudahan.
 
Asia Afrika
            Meraba kota baru yang cantik memang baru kali. Tak henti-hentinya terkagum-kagum dengan tata ruang kota Bandung. Bangunan kuno masih berdiri kokoh dengan dihiasi lampu jalan yang klasik nan elok. Sampah memang ada,tapi tidak sebanyak sampah yang aku jumpai dikota lain. Lantai trotoar yang bersih berhias batu-batu bulat, kursi elegan dan vas bunga nan bermekaran disepanjang jalan Braga, Asia Afrika, Alun-alun dan sekitarnya.

bersama tokoh pendiri KAA


            Di sepanjang jalan Asia Afrika kami tidak melewatkan berfoto dengan para tokoh Asia Afrika yang dibuat poster seukuran tubuh. Tiang-tiang bendera itu kini tak berwarna-warni dengan berndera berbagai negara. Setelah sebelumnya kota Paris pan Java sebagai tempat perhelatan konferensi Asia Afrika selain kota metropolitan Jakarta. Aku lebih memilih berfoto dengan bapak proklamator Indonesia ir. Soekarno dan bangga berfoto dengan wali kota Bandung Ridwan Kamil.
Bandung rasa Eropa kata Iis


            Tatanan kota yang keren dan seindah itu tidak lain ada campur tangan petinggi. Hal ini Ridwan Kamil sebagai sosok wali kota yang mempunyai predikat insinyur terbaik di Indonesia, kiranya wajar membuat Bandung makin keren. Salut dengan kerja kerasnya yang didukung warga Bandung. Aku sepakat jika Bandung dengan slogan kota “Bandung Juara”.

            Aku ikut bercengkrama dengan alam disana, rumput sintetis dihalaman masjid Bandung Raya melepas lelah. Anak-anak berlarian melempar, menangkap dan menendang bola. sesekali kami leyeh-leyeh di atas hamparan hijau itu. Sambil mengabadikan moment dengan foto selfie hehe



            Tepat di shof paling depan kami menunaikan sholat asar berjamaah. Seorang bertanya kepada kami tentang menara pandang Bandung. Kami hanya menyunggingkan senyum dan berkata tidak tahu. Usai sholat, kami mencari info tentang menara pandang tersebut.  

di atas menara kembar

masjid Raya Bandung


         Menara tersebut ternyata berada di kanan dan kiri masjid. Biasa disebut menara kembar yang dibangun selama 2 tahun dari tahun 2001-2003 yang diresmikan oleh gubernur Jawa Barat waktu itu H. R Nuriana. Harga tiket sangat terjangkau hanya 4 ribu. Menurut info penjaga tiket tinggi menara 81 meter yang dimaknai dengan asmaul husna. Tak sampai 60 menit, kami mengular di depan tiket sampai mulut pintu lift. Dengan kapasitas 10 orang di dalam kamar lift yang mencapai lantai 19, kami menaiki menara yang berdinding keramik itu. Sesampainya di sana kami bisa melihat landscape Bandung dari ketinggian. Bangunan tinggi terlihat lebih pendek, jalanan yang dipenuhi mobil-mobil yang merayap dan rumah-rumah yang terlihat sangat kecil seperti mata dadu.

            Yang membuat sedih itu dengan ribuan orang yang meghabiskan liburan di Alun-alun dan sekitarnya tetapi masjid sepi jamaah usai adzan merdu berkumandang. Latar masjid yang bercorak Arab itu paling banyak jamaah di waktu magrib tiba dan yang paling sepi saat Shubuh tiba. Masjid dengan kapasitas 12000 – 14000 jamaah hanya 1 – 3 shof jamaah, itupun bukan shof yang rapat, tapi renggang.

            Kenapa aku tahu? Hehe usai sholat Isya pukul 20.30 kami mengurai lelah. Tetiba pukul 22.30 pengurus DKM mengusir kami. "Kalau Neng mau i'tikaf silakan di masjid, tapi kalau tidur dimasjid silakan keluar, pintu akan dikunci" ujar bapak berpeci hitam.

                                                                       ****
            Permadani sintetis menjadi alas tidur dan beratapkan langit. Ah, kami banyak teman bahkan anak-anak masih asik bermain saling merebut bola. Angin malam dari kota Bunga menusuk hingga sumsum. Kaos kaki panjang dan jaket tebal masih saja ter tembus. Hingga tengah malam rasanya makin tak kuat dengan rangkulan hawa dingin. Akhirnya kami menepi ke halaman masjid.

            Baru saja kami mulai terlelap, beberapa orang berseragam dinas satpol PP membangunkan kami.
“Neng, bangun neng. Masjid ini mau dibersihkan. Neng kemalaman pulang yah”
“iya pak”suara parauku menjawab
Kami bangun dengan setangah sadar dan berdiri dengan sempoyongan
“Silakan ke kantor kami Neng, disebelah kanan masjid. Disana banyak mahasiswa dari Jakarta yang kemalaman juga”

            Kami sebenarnya menertawai diri sendiri, baru saja semalam menjadi gelandangan langsung disergap satpol PP. Beruntungnya kami, mereka bertugas dengan santun, malahan menawari kami tidur diruang tugas. Awalnya tidur diatas kursi panjang berdua, lumayan menyiksa tapi memang sudah resiko. Yaaa, setidaknya angin malam tidak ganas menerobos tubuh kami yang ceking. Sementara musafir yang lain tidur dikursi lain, selang lama salah satu mereka berpindah. Kami bisa leluasa tidur hingga kumandang shubuh tiba.