Monday 14 December 2015

Menyunting Arti Pertemuan Sahabat


                                  Menyunting Arti Pertemuan Sahabat

Sesiang itu menerawang langit bersandar kursi besi di taman ibu kota. Memandang awan mendung bergerombol bersama desir-desir angin. Reruntuhan dedaunan menebar pacu cerita. Masing-masing kaki kiri serempak menindih diatas kaki kanan. Jemari menyatu diatas tas yang dipangku. Pertemuan yang disengaja diakhir pekan pertengahan bulan akhir tahun.

Sesekali saling membisu hingga tertampar selembar daun kering yang tersapu angin. Riuh  mebyaksikan pemuda pemudi  bergelut dengan kegemarannya. Menaiki dua roda ada dan tanpa awak setir. Mengumbar senyum diantara kejar-kejaran keceriaan kebersamaan. Mengacung-acungkan kamera berpamer muka cerah sampai mengadu kepala.


"Bagaimana perkembangan hubunganmu?" pertanyaan perdana meluncur dari bibir tanpa poles gincu. Alkisah bla bla bla merambat dari seluruh peristiwa,sudut kanan kiri juga atas bawah, tertuang dalam bincang hangat. Tidak mengumbar penawar rindu. Makhluk dewasa seperti kita, memang sudah patutnya bisa mengerti segala keadaan dari pelajaran hidup. Ada campur tangan restu Allah diatas ikhtiar dan doa.

Sama dengan pertemuan dengan temanku saat itu. Di bawah cafe sederhana tersanding secangkir kopi panas. Membahas soal yang sama. Ya, usia diatas seperempat abad memang tidak lepas dari bujuk dan teror untuk melangkah ke pelaminan. Tepatnya perkara jodoh.  Saat menggelar kisah-kisah pribadi teman dekat kemudian kita menarik benang merah. Sudut hikmah yang sama dengan pemahaman yang berbeda. Saling berpandangan dan mengurai senyum , dan pada umumnya sebuah curahan itu berujung kata "sabar".



"Jodoh adalah cerminan diri" kalimat itu sering berdengung dibalik gendang telingaku. Kemudian berkembang setelah cerminan diri menjadi "Memantaskan Diri". Sebenarnya didalam Islam sudah dikenalkan dengan istilah "sekufu" Jika pun kisah Cinderella dalam kehidupan nyata itu satu dari jutaan orang yang beruntung dan memang pantas. Tidak berhenti belajar dan memperbaiki kesalahan serta semakin mendekap dengan yang memberi hidup. Sepasang pendamping hidup bertemu dan mengikat komitmen tentu didasari keyakinan kuat dan kenyamanan. Pastinya atas campur tangan Allah, entah jodoh pilihan sendiri atau jodoh yang dipilihkan Allah. Saat ini memang belum mendapatkan. Setidaknya tidak terlambat berdoa meminta. Meminta untuk dipersiapkan menjadi wanita yang seutuhnya menjadi ibu dari anak-anak dan istri sebagai hadiah suami.



Bicara ihwal yang belum menjamahi dunia terkadang sering menebak-nebak. Kita hanya bisa merangkum dari peristiwa, tulisan yang telah terbaca lalu berkaca. Terkadang pula berlanjut ke dunia mimpi dan imajinasi hehe. Kita semua adalah lakon didalam skenario jalan hidup masing-masing. Cukup menjadi jiwa yang tenang dan berbaju "taqwa" saja janji Allah takkan inkar. Dan berbaju apa kita hingga rahmat itu enggan segera mendekat .




Sunday 13 December 2015

Mengenal Banten Mengenal Cinta


              Mengenal Banten Mengenal Cinta

Menjadi salah satu dari jutaan perantau yang terdapat didaerah salelit itu antara pilihan dan kebutuhan. Dan di Banten inilah aku berlabuh hingga sekarang. Secara perlahan mengenal Banten mengenal pula histori, kebudayaan dan peradabannya. Dan di Banten pula aku mengenal cinta dan perjuangan.

Para akademisi dan seniman yang saya temui di Rumah Dunia banyak berbicara tentang kejayaan masa lalu. Ihwal pertama kekaguman itu mulai muncul saat berziarah ke Bendungan Lama Pamarayan beberapa tahun silam. Perjalananku memang baru secuil melangkah dari mulut pintu. Kemudian beberapa kali berkumpul dengan pemerhati Banten. Konon Banten adalah wilayah yang kaya raya di Pejaten punya produk unggulan bawang merah bangunan kerajaan Surosoan dan Kaibon yang megah. Penyulingan air dari Tasik Kardi yang sampai saat ini jadi penelitian. Pintu gerbang ekonomi dari Karangantu. Pada masanya menjadi pelabuhan terbesar di Asia dan Banten mendapat julukan Singapurnya Indonesia.

Itu Banten yang dulu, sekarang membaca Banten membaca keprihatinan. Prihatin juga dengan daerahku, saat membaca berita Brebes menjadi kabupaten yang termiskin di Jawa Tengah. Ah, itu hanya survei dari penelitian suatu lembaga. Meski dari seluruh kabupaten di Jateng Brebes bukan urutan terakhir soal UMK terendahm Toh kemakmuran warga kembali kepada penduduk asli yang merasakannya.

Aku jadi ingat waktu lebaran kemarin mudik. Dafa, keponakanku lagi-lagi nyinyir "Harusnya semua kebun dan sawah dibuat perumahan, jalan diaspal dan dikasih lampu" usai melihat lingkungan sekitar yang dikelilingi kebun dan sawah yang luas. Bisa jadi ini adalah kesimpulan kecil yang terekam dalam otak anak sesuai apa yang dia lihat dilingkungan terdekatnya. Dan benar saja, sepanjang Cisait sampai Ciujung sudah ada 6 perumahan yang dibangun, dan 2 lagi sedang penggarapan lahan tanah menurut developer Elsalim Group yang akan membangun perumahan Griya Sakinah.

Kami pendatang dan kami menumpang kemudian menetap. Itu hanya sebagian wilayah kecil yang dijadikan perumahan, belum termasuk Serang, Cilegon, Cikande dan Tangerang. Perlahan menggusur tanah menjadi gelaran bangunan, menebang pepohonan diganti atap, menggilas lahan sawah menjadi jalan.

Tidak ada asap jika tidak ada api, tidak mungkin jika ada sumber mata pencahariaan yang tidak diserbu. Bagian dari konsekwensi, selain itu pemandangan sampah, kontrakan kumuh yang tak beraturan, gaya hidup yang bergeser juga termasuk didalam perubahannya.

Berangkat dari situ tingkat keprihatinanku makin menumpuk. Disamping para petinggi yang terkesan mengabaikan. Lagi-lagi izin pembangunan pabrik, perumahan tidak dipersulit, pejabat terkait terlibat makan uang rakyat, jalanan rusak, jembatan roboh, bayi busung lapar, sungai tercemar.

Bantenku sayang Bantenku malang. Aku sudah menjadi bagianmu sejak 8 tahun lalau, bahkan KTP dan pasporku beralamatkan Pipitan Walantaka Serang. Mencintaimu rasanya tak harus muluk-muluk. Cukup menjadi warga yang baik, taat hukum dan sadar lingkungan adalah bekal berharga. Membuang sampah pada tempatnya, mematuhi lalu lintas dan mampu berbagi kebahagiaan dengan sekitar.

Mengapa berbagi kebahagiaan? Hampir setiap hari karyawan dilanda macet di perempatan Tambak, sepagi itu mereka dibuat stress dengan keadaan. Sementara penyebabnya dari banyak arah. Tepat musim berangkat pekerja dan pengguna jalan juga yang semua ingin cepat sampai tujuan. Sampai -sampai nikung kanan, kiri jalan dua arah dipenuhi. Akibatnya jalan mampet dan tak terurai, mengular memanjang dari kedua arah. Banyak pula yang menyerobot jalan jadi pemandangan sehari-hari.

Bertemu dengan banyak orang sering menjadi obat. Terutama kami pekerja. Salah satu rutinitas membunuh waktu dalam produktifitas.PT. Nikomas, tempat kerja kami menjadi wadah pemersatu bangsa. Berbagai suku kami temui, dari Jawa, sunda, batak, Palembang ada. Begitu juga suasana dalam tiap perumahan. Bhineka Tunggal Ika dalam setiap kebersamaan. Ciri, adat, khas yang beragam menyatukan kami. Belajar menghargai perbedaan, menjunjung nilai menghormati dan ki membaur. kerukunan itu terjalin bersama kebahagiaan bersosialisasi, khususnya untuk warga karyawan, umumnya untuk Banten.


Friday 4 December 2015

Merawat Hidup Bicara Umur


Arti Merawat Hidup ala Opa Abraha Lim

Hampir sebulan pertemuan, sepulang dari Hutan Mangrove itu berlalu. Obrolan di atas kursi BKTB masih teringat jelas. Usia sudah 64 tahun, badannya masih terlihat bugar dan energik. Di usia senjanya, masih sibuk dengan bisnis batu di PIK 2. Kendaraan  tinggal  dan memilih berkendaraan umum yang murah meriah dan tidak dipusingkan dengan lahan dan biaya parkir beserta macet, katanya.

Namanya Abraham Lim, opa pengusaha batu yang di suplai dari luar jawa.  lelaki tua asal Solo keturunan Cina ini bercerita tentang kesibukan usai meninjau batu-batu yang sudah mereklame Pantai Indah Kapuk.  Foto -foto berburu batu di Lampung dan Kalimantan ia tunjukkan padaku. Menurut beliau PIK 2, akan menjelma Dubai 30 tahun mendatang, jembatan replika dari Turki sudah berdiri. Sekarang sedang proses reklame dan pembangunan ruko-ruko artistik. Lebih dari 12 pulau akan membentang diatas laut. Betapa megahnya Dubai yang aku lihat di televisi, namun akan dikalahkan oleh PIK 2 yang ada di Jakarta.


Beliau berbagi asam garam kehidupan. Meski ditengah obrolan banyak terpotong gegara telp flip flop sering berdering. Banyak diantaranya bercerita  tentang keseimbangan Ying dan Yang dalam hidup. Maksudnya, membebaskan pikiran dan berhati lapang hingga terbebas dari stress. Beliau juga menambahkan penyebab penyakit dan kematian lebih cepat seseorang ada 2 faktor, yaitu gaya hidup dan asupan makanan. Hidup sederhana beliau pilih yang membuat jiwa dan raganya terlihat lebih muda. Memilih makan sayuran dan menu yang tidak membuat lambung bekerja keras.Merawat tubuh sesuai porsi, berpikir positif, hati yang tenang, asupan makanan yang halal lagi baik dan selalu berdekapan dengan Maha Bijak.

Teringat nasehat dari Aa Deda saat di Daarut Tauhid menjelaskan tentang 3 umur. Yakni umur biologis, kronologis/kalender dan  umur. Umur biologis adalah umur seseorang berdasarkan kematangan sel-sel biologis tubuhnya, sedangkan umur kronologis adalah umur seseorang yang dihitung mulai saat kelahirannya berdasarlan perhitungan kalender.Umur amal adalah umur seseorang yang dihitung berdasar amal perbuatan selama didunia yang dipertanggung jawabkan hingga akhirat kelak.

Dan benar sesuai dalam hadits yang menyebutkan salah satu jalan memperpanjang umur dengan bersilaturrohmi. Pertemuan yang semoga atas kehendak Allah membawaku mengerti arti merawat hidup. Setiap perjumpaan setiap itu pula ada cerita baru, entah itu orang lama atau sosok yang baru ditemui.


Tuesday 10 November 2015

Vending Mechine, Dagangan Tanpa Pedagang


Vending Mechine, Dagangan Tanpa Pedagang

Sesiang itu ditengah terik pinggiran ibu kota. Kawasan hutan Mangrove yang masih dipenuhi para wisatawan. Kondisi kantin satu-satunya menjadi incaran untuk makan siang atau sekedar membeli air.  Awalnya kami sudah mengantri, namun antrian yang mengular membuat kami menarik diri, toh bekal air masih sedikit menahan haus.

Tak jauh dari kantin, kami melangkah menuju wisata air. Tepatnya disampung penjual tiket wahana perahu. Kami tertarik mencoba mesin tsb. Sambil ketawa-ketiwi kami melakukan uji coba. Selembar uang 10 ribu dimasukan. Sruuut uang tsb tertelan. Kami kebingungan langkah selanjutnya, seorang ibu memberi tahu "itu pencet kode, misal D7"  Tanpa melihat visual, keluarlah sebotol sp***t. Kemudian kami mecoba lagi dengan memasukkan yang 5 rbu. Namun, mesin tidak berjalan meski sudah dipencet kode minuman yang diinginkan. Kembali dimasukkan uang 5 ribu, lalu memencet kode minuman dan keluarlah sebotol teh kemasan.

Vending machine air minuman 


Awalnya kami tidak tahu nama mesin itu. Baru setelah searching mbah google kami temukan. Cara hemat waktu untuk membeli air mineral memang membeli vending machine. Vending machine, alias mesin penjual otomatis. Sebuah mesin tanpa penjual tetapi bisa melayani pembeli . Caranya sangat mudah, hanya dengan mengikuti petunjuk yang ada di samping kotak. Mesin ini hanya bisa menerima uang yang berbentuk lembaran. Bisa dari 2000, 5000, 10000 dsb. Sayangnya mesin ini tidak bisa mengembalikan uang kembali jika masih ada yang tersisa dari harga.
Petunjuk penggunaan 

Uji coba pemanfaatan mesin  Hik hik 


Ini sudah mendapat sedikit gambaran mengapa vending machine menjadi musuh para budget traveller. Salah satunya adalah selisih harga yang lumayan antara vending machine dengan toko biasa seperti supermarket maupun mini market. Sebuah air mineral yang dijual melalui vending machine semua dijual harga Rp. 10000,00. Sebotol Sp***t yang biasa diminimarket berharga 7 ribu di mesin dihargai 10 ribu, begitu pula dengan sebotol teh, yang biasanya harga 5 ribu.

Meski hemat waktu dan ringkas, namun mesin ini cukup menguras budget. Ini adalah pengalaman berharga. Tidak apa dibilang katro atau ndeso. Kita tidak akan tahu kalau kita tidak menjajalnya sendiri. Dan ada beberapa orang setelah kami dengan menjajal mesin yang sama.

Monday 9 November 2015

Menjaring Teduh Di Hutan Mangrove Ibu Kota


MENJARING TEDUH DI HUTAN MANGROVE IBU KOTA


Mengunjungi Pantai Indah Kapuk (PIK), kota madya Jakarta Utara. Tak ada salah dan menyesalnya rekreasi ke Tawan Wisata Alam tenda(TWA) Angke Mangrove. Ini bagian dari destinasi yang direncanakan sejak beberapa bulan yang lalu. Dan pada 11/08 di akhir pekan pekan terealisasi. Saya, Nur Indra dan Rosmalinda menghabiskan waktu berfoto narsis diantara rerimbunan pohon Mangrove dan vila cantik.


TWA adalah kawasan pelestarian alam yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata alam dan berpusat pada pengembangan ECOTOURISM. Merupakan tipe lahan basah yang didominasi vegetasi utama Mangrove. Kawasan tersebut telah berubah menjadi tak dan telah direhabilitasi tanaman Mangrove 40% tindakan dan pelestarian dan penanaman kembali hutan Mangrove. Manfaatnya antara lain sebagai pencegah intruisi air laut ke daratan dan juga,berperan dalam meredam bencana banjir. Karena satu gram lumpur mampu menyerap tiga gram garam.


Jembatan paporit buat futu-futu 

Jembatan gantung yang bergoyang, bikin hati dag dig dug

Jembatan kayu legam

legampembibitan pohon Mangrove 



Berangkat dari Serang, tak mengecilkan semangatku. Mengingat rute lumayan panjang. Dari Kebon Jeruk naik bus way dari halte Duri Kepa transit di Harmoni. Tunggu hingga BKTB (Bus Kota Terintegrasi Busway) datang dengan jurusan PIK (Pantai Indah Kapuk). Menaiki BKTP akan dikenai tarif tambahan Rp.2500 sedang untuk arah baliknya dikenakan tarif Rp.6000. Kami berhenti di depan Fresh Market. Menuju lokasi cukup jalan kaki meski sekitar 500 meter di tempuh. Pemandangan gedung yang megah membuatku berdecak kagum. Hutan Mangrove sendiri berada di sebelah sekolah Budha Suci.
Numpang di depan gerbang perumahan elite

Pose sebelum belok kiri ke TWA

Untuk masuk kawasan Taman Wisata Alam Angke Mangrove PIK, orang dewasa dikenakan biaya Rp25.000 per-orang, sedangkan anak-anak Rp10.000. Selain itu, jika mengendarai mobil, dikenai tarif Rp10.000, sedangkan motor cukup mengeluarkan biaya Rp5000. Menurut petugas, Pak Maman menuturkan "Hutan Mangrove ini di komersil kan sejak tahun 2010. Sedang tahap dimulai pembangunannya pada tahun 1993, dan pada tahun 1996 gencar pembangunan. Area seluas 98, 2 hektar ini milik dinas kehutanan yang dikelola oleh swasta".

Diantara rumah kemah segi tiga 
Aku dan  rangsel kesayangan di depan rumah tenda



Memasuki kawasan Taman Wisata Alam Angke Mangrove, kita langsung disambut pepohonan rindang di samping kiri dan kanan jalan blok batu. Berbarengan waktu dhuhur sudah tiba, kami menyempatkan sholat di masjid kayu. Masih Menurut pak Maman selaku pengurus semua bangunan vila, masjid, kantin berbahan dasar kayu merbau. Kayu yang dikirim dari Kalimantan. Sepantauan kami, baru berjalan sekira 100 meter di jalan utama, kami langsung menjumpai kantin di sebelah kiri pandangan, di mana sebagian besar orang bersantai setelah berkeliling. Selain itu, berdiri juga toilet berbentu rumah panggung memanjang yang unik.







Tidak jauh melangkah, kami menjumpai vila-vila kayu yang terlihat asri. Nama-nama vila diambil dari jenis-jenis nama mangrove. Seperti Avicennia, Rhizophora, Egreta dll. Tepat di depan kantin, terdapat pondok wisata alam, di mana ada rumah besar unik dari kayu dan sebuah taman. Banyak orang berfoto-foto di taman tersebut, karena bunga-bunga bermekaran jadi latar yang sangat indah.
Masjid kayu yang cantik, yang pertama ditemui



Setelah puas menikmati pemandangan di sini, kami kembali ke jalan utama untuk melanjutkan perjalanan. Setelah kembali berjalan di jalan utama, tak lama kita akan sampai di kawasan wisata air.

Di kawasan wisata air ini, pengujung bisa menelusuri hutan bakau dengan naik boat berkapasitas delapan orang. Untuk naik boat, kita dikenakan biaya Rp400 ribu. Sedangkan, untuk boat berkapasitas enam orang, pengunjung harus membayar Rp300 ribu.


Jika ingin lebih hemat, pengunjung bisa menyewa perahu dayung atau kayak berkapasitas empat orang. Pengunjung cukup mengeluarkan kocek Rp100 ribu. Pengunjung akan diajak berkeliling hutan mangrove kurang lebih selama 30 menit.

Setelah puas berkeliling di kawasan wisata air, kita bisa melanjutkan perjalanan dengan tujuan utama kawasan pantai. Sebagian besar pengunjung memang penasaran ingin melihat kawasan pantai Taman Wisata Alam Angke Mangrove ini.


Terus berjalan kaki menuju arah pantai, kami dihadapkan sebuah jembatan kayu gelam dan bambu yang harus dilalui. Meskipun disediakan pegangan, kita harus tetap berhati-hati saat melintas jembatan yang jaraknya 50 meter dari pantai.

Dari atas jembatan, pemandangan sekeliling sangat indah dengan hamparan mangrove yang hijau. Banyak pengunjung yang berfoto-foto, namun berhati-hati karena terdapat tulisan 'Maksimal berfoto di jembatan 4 orang'.



Setelah melewati jembatan, kami melanjutkan perjalanan ke arah pantai. Jalanan menuju pantai ini terbuat dari kayu gelam dan ada beberapa yang menggunaka n bambu an kaku dengan samping kiri-kanan pohon-pohon mangrove.

Setelah berjalan sekira 50 meter, tibalah kita di pantai. Terdapat, sebuah gazebo cukup besar untuk pengunjung beristirahat setelah lelah berjalan kaki. Namun, sayangnya pemandangan pantai tidak seperti layaknya pantai. "Ini pantainya? " ujar Rosma heran. Salah seorang pengunjun menimpali "Ga cuma kalian, kita semua tertipu" ketawa kami memecah suasana diantara kaki-kaki yang sudah pegal. Kami ditegaskan lagi, "arah pantai, sesuai visual petunjuk arah" celetuk lelaki tak dijenal. Masih penasaran, kami memburu jalan setapak, hutan Mangrove yang membentang luas, hembusan angin sejuk menerpa tubuh kami.  Sejauh mata memandang ada proyek-proyek bangunan.
Panorama arah pantai 

Bentang hutan mangrove
Arah pantai yak, guys hehe

Sayang, sepanjang arah pantai bau menyengat dari sampah-sampah. Seperti yang diungkapkan pak Maman sampah itu tergantung pasar surut laut. Padahal sudah menjadi tugas setiap hari Jumat rutin bersih-bersih hutan mangrove. Dan hampir keseluruhan sampah adalah sampah kiriman.

Aktivitas lain yang bisa anda lakukan di sini adalah menaiki menara pandang untuk menikmati panorama hutan bakau dari atas. Menara ini juga berfungsi sebagai menara pengamatan burung liar yang ada di kawasan hutan.


Dari atas menara kami bisa melihat jelas pindok-pondok kemah yang sangat unik. Rumah berbentuk segetiga seperti bagunan kemah ini terbuat dari kayu cokelat dan berjejer. karena bentuknya yang unik, banyak pengunjung berfoto-foto di depan pondok-pondok kemah tersebut.

Meski dalam ketakutan ketinggian, selfie jadi kegiatan wajib

Masih dari ke tinggi an menara 


Di antara pondok perkemahan tersebut, terdapat sebuah jalan dari kayu yang bisa ditelusuri pengunjung yang disebut kawasan pengamatan burung. Berjalan menelusurinya, dikelilingi pepohonan bakau, mendengar kicau-kicau burung yang bersembunyi dilebatnya pohon bakau dan pondok-pondok perkemahan sampai tiba di hamparan perairan hutan mangrove yang indah.

Di sini, kani puas berfoto-foto dengan pemandangan perairan hutan mangrove yang masih sangat hijau dan pondok perkemahan unik. Selain itu,  kami melihat mangrove-mangrove yang baru ditanam di perairan. Ada kawasan wisata tersebut memfasilitasi wisata untuk menanam Mangrove. Ada sejumlah biaya yang di tarif kan. Ada banyak visual dari nama yang tertera di patok kayu. Dari nama lembaga, komunitas,  sekolah dan perusahaan yang ikut berpartisipasi menanam Mangrove disana.


Perlu diperhatikan, sebelum jalan-jalan ke sini baiknya menyiapkan obat nyamuk lotion. Sebab nyamuk -nyamuk nakal itu menyerang dengan ganas. Ada baiknya memakai baju panjang juga. Selain itu siapkan bekal untuk makan. Kantin satu-satunya disana jadi incaran seluruh wisatawan. Terlebih harga di sana lebih mahal dari harga normal. Harga porsi nasi goreng Rp. 25000.




Wednesday 28 October 2015

Warna-warni Kota Tua


                       Warna-warni Kota Tua                


Berawal Dari Prewedd

Dewasa ini seiring kecanggihan tekhnologi dan sosmed yang berkembang, ada-ada saja ide kreatif itu muncul. Sesiang itu, di akhir pekan 10/25 saya, Indra dan Daffa berkunjung ke Kota Tua. Tepatnya di pelataran gedung Fatahillah dan museum wayang. Seorang bapak bernama Heri menggeluti profesi menjual jasa sewa balon. Profesi ini sudah 3 tahun dilakoninya hanya pada saat akhir pekan yaitu Sabtu dan Minggu dari siang hingga sore tepat di depan Museum Wayang.

Berawal dari profesi beliau yang berkaitan dengan kepentingan foto prewedding,  beliau memanfaatkan kesempatan itu sebagai penghasilan sampingan. Di hari biasa, beliau masih sibuk dengan pekerjaan utamanya. Melihat minat pasar yakni orang-orang kekinian yang selalu mengabadikan setiap momen dan berbagi di sosmed , ujar Pak Heri.
Yeaaay, feel happy 

Mengejar jodoh, eh mengejar balon 


Kesulitan yang ia hadapi ketika harus menghadapi satpol PP untuk memperoleh izin. Meski pada akhirnya meluluh dan bersaing ketat dengan kreatifitas yang lain dan mengikuti prosedur aturan yang berlaku. Mengingat properti yang dibawa cukup merepotkan.  Satu ikat tali berisi banyak balon dengan multi warna. Sekali sewa dengan jepret sesuka penyewa dikenai tarif Rp.10000. Setiap penyewa diberi peringatan agar hati-hati dan diajari cara membawa seikat balon yang menggerombol itu. Perlu dililit berkali-kali agar balon tidak terbawa terbang angin. Sebab pengalaman penyewa karena kelalaian tsb seikat balon itu terbang melangit.


Saya merasa senang dengan semakin banyak orang yang menjual kreatifitas di ruang terbuka Kota Tua. Selama masih di jalur halal dan tidak melupakan Sang Pemberi Rizki. Mereka mengekspresikan berkesenian di ruang yang tepat, tidak di jalan umum yang membuat pengguna jalan macet. Dan mereka memiliki penggemar dimasing-masing hati pengunjung. Bangga dengan sportifitas tinggi walau dalam satu ruang itu adalah kompetitor pencuri ruang hati pengunjung agar mengulurkan recehan sebagai nilai apresiasi.


Menjual Kreatifitas Di Kota Tua

Dari sekian perjumpaanku dengan bangunan bersejarah, kali ini lebih semarak. Bukan mengenai dengan siapa aku disana,  melainkan suasana para pencari rupiah yang kreatif. Profesi manusia batu yang dulu bisa dihitung dengan jari, kini makin variatif. Dari para kostum pejuang bercat merah, emas, putih, silver dll) beserta properti nya dari pistol, senapan, golok, celurit, sepeda ontel dll. Kostum hantu pun sama, makin beraneka ragam dari sundel bolong, pocong, kuntil anak, suster ngesot pun ada. Begitu pula kostum pengantin bak none Belanda. Kini makin beragam warna. Biasanya dibalik kostum itu seorang pria tulen, kini benar -benar wanita berdandan tebal memoles wajahnya.

Ada yang baru kujumpai sebelumnya, seiring dunia fashion berkembang ada seorang berdandan ala pahlawan film kolosal Indonesia. Dia menyerupai tokoh dalam cerita Kian Santang. Adapula kostum robot disana. Sayangnya, aku tidak sempat mengobrol, antrian pengunjung yang ingin berfoto memaksaku untuk bergerak cepat. Usai menaruh lembaran uang dalam ember kecil aku bergegas pergi.
None belanda

Atraksi pantomim

None belanda 

Lagi trend manusia batu seakan mengambang 

Duh, fotografer ke jepret jadinya hehe

Mas Daffa jadi Raden Kian santang 


Begitu pula pertunjukan tunggal pantomim. Menduplikat tokoh caplin dengan kumis ditengah dan celana kolor hingga atas pusar. Perawakannya yang jangkung dan luwes dalam memperagakan berbagai adegan banyak menyita perhatian pengunjung.

Dari keliling kawasan Kota Tua banyak diantara manusia batu itu sedang istirahat. Ada yang duduk dibalik banner sambil menyedot es, ada pula yang menepi dari keramaian untuk melenturkan badan. Mereka manusia biasa yang tak selalu kuat. Sering dihinggapi rasa lelah.

Dari rentang waktu matahari beranjak hingga menjelang tenggelam, apakah diantara mereka mengupas makeup dan kostum untuk sejenak memenuhi panggilan dhuhur dan asar? Entahlah, pertanyaan itu mematuki pikiranku. Dandan dengan mengecat muka, leher , tangan dan bagian yang tak tertutup kostum tidak membutuhkan waktu yang singkat. Wallohu a'lam bishowab










Wednesday 7 October 2015

cerpen (Pergulatan Terakhir)


Pergulatan Terakhir

Sudah puluhan purnama kulalui. Berteman air candu penawar sepi pencipta tawa di alam bawah sadar. Saat itu berprinsip Pantang pulang sebelum tumbang. Bukan sloki mungil yang disuguhkan, ah itu terlalu c a ntik. Bukan pula secawan gelas berkaki jenjang. Menghabiskan waktu bersama terbit rembulan hingga ia tenggelam dijemput pagi. Seteguk demi seteguk dari bibir botol beralkohol. Malam dunia berpesta, ditemani mata yang kuyu dan tubuh yang kian gontai. Geliang geliut tubuhku melayang diantara kebahagiaan y a ng semu.

Alunan musik cadas memanjakan telingaku. Suara gitar tebalnya melengking-lengking beradu cepat dengan lagu. Suara kebebasan yang di teriak kan dengan paduan lirik kritis dan musik garang. Kepala ini mengangguk angguk seiring hentakan drum yang dipukul. Kami melawan ketidak adilan atas luapan korban penindasan. Enyah semua tudingan miring, biar mereka memandang sebelah mata.

Pikiranku tak terjangkau bagi mereka yang berpikir hanya sebatas sampul. Bukan menggali dan menjabarkan dengan baik. Pikiran yang tak tersentuh buat mereka yang melihat dari sisi yang umum. Pikiran yang tidak gampang menerima jawaban yang tak sekedar "ora ilok, pamali" atau menyentak dengan memicingkan mata lalu melontarkan kata "huss, saru, dusun" . Aku tak butuh jawaban kuno yang berdasar ekor dari nenek moyang. Toh ini bukan zaman bermain engklek di halaman rumah. Tapi zaman yang tembus pandang dari layar datar dengan sentuhan klik jari. Itu yang sekarang, bahkan sejak dulu pun aku bisa meraih info dan mumpuni untuk berpikir logis

****
"It's not the way you die, but how the way you live" ujar temanku sesaat sebelum nafasnya diujung tenggorokan akan berakhir. Tangan dinginnya melepas perlahan dari genggamanku. Telinganya tersumpal head set memutar murottal. Sahabat yang selalu intim sejak meretas dan merengguk didunia yang sama. Seperti menghitung waktu detik bom meledak. Titik poin terendah keterpurukan dalam sejarah. Tato tubuhnya masih melekat diatas kulit ari. Kekar tubuhnya melayu selama ia terbaring dalam kesakitan. Beruntung keyakinan akan Tuhan telah melekat kembali sebelum kerongkongan itu tiada nafas lagi.

Bersamaan itu pula, aku terdampar di lautan patah hati. Wanitaku bukan sosok yang direstui orang yang melahirkan ku ke dunia. Wacana indah yang pernah tergelar hancur dalam waktu singkat. Dunia aku nyatakan tak berpihak. Seisi kepala ini memberat, badan ini terbakar dan darah ini mendidih.

Menyalin semua peristiwa membuat ku tersadar. Otak belum seimbang menerima kekalahan yang bernama kenyataan. Aku telah memperkosa Tuhan. Mengelingkuhinya berulang. Mendekati pastur membuka injil, mendekati Bunda Maria dan Salib yang tertempel diatas dinding, kemudian bersemedi bersama pendeta agar tenang lalu aku tak puas. Mengkultuskan diri untuk atheis.

Aaaaaak diri ini penat. Entah apa yang menggerakkan raga ini hingga terbasuh air wudhu. Lembar Al Quran dihalaman menjelang akhir aku buka. Tepat  Qs. Al Ikhlas kubaca perlahan berikut terjemah
"Qul huwallihu ahad, Katakanlah, "Dialah Allah yang maha Esa"
Allah adalah Tuhan tempat bergantung
Dan tidak beranak dan tidak pula diperanakan
Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia"

Sesederhana itu aku kembali kepada pangkuan Allah. Membawa rindu yang utuh usai pergulatan panjang. Agama yang aku anggap sebagai agama turunan. Agama yang sesuai dengan ajaran orangtua dibawa sejak lahir. Sejauh itu aku berlarian mencari kebenaran. Sejauh itu aku memberontak dari keterpaksaan. Sejauh itu aku menggali informasi yang selama ini tanpa deskripsi, sejauh itu aku melangkah tanpa dibekali informasi logis. Dan hidayah itu kini berlarian mendekatiku. Memukuli deretan cerita kelam yang terlampaui.Menyatakan diri ampun dan upaya sekeras-kerasnya mensucikan diri.Menyapu halaman hati dengan diiringi menunaikan kewajibannya. Kemudian menanam rasa cinta dan memupuknya kepada Sang Pemberi Hidayah.
****


        Secangkir kopi pahit tersanding diatas meja kotak. Kursi rotannya aku duduki sambil meniupkan asap rokok. Sambil sesekali menyeruputi kopi panas dari bibir cangkir. Sesiang ini kami benar-benar berjudul kopi darat. Setelah lama bercakap dengan rangakaian alfabet didunia maya. Dan sekarang aku sungguh akan tahu setiap lafadz yang ia ucapkan dari bibinya yang tipisnya.

Begitulah aku dengan sekelumit pembekalan untuk masa depan.
"Jadi kau bagaimana? Akan kah menerus dengan Taaruf ini. Cerita kelamku sudah banyak membuat perempuan tunggang langgang menarik diri"
"Seorang Umar bin Khotob yang di cintai Rasulullah pun pernah menjadi orang yang membenci Islam, seperti itu pula Hamzah sahabat nabi" ujar perempuan berkerudung lebar.
"Aku bukan sahabat nabi, aku manusia kekinian di zaman sekarang "
"Lantas,  kamu menginginkan perempuan seperti apa?"
"Secantik Aisyah, sepintar Khadijah dan sesabar Asiya?"
"Begitu pula aku, menginginkan yang setampan Yusuf, sekaya Sulaiman dan sesabar Ayub"
"Semua boleh "ingin"
"Menurut banyak petuah ada 3 B soal mendapatkan pendamping hidup Berdoa,Berusaha dan Becermin"
Kami mengurai senyum. Selintas aku curi senyuman manis yang berhias lesung pipi.
“Lantas apa yang membuatmu bertahan hingga saat ini?” Gadis manis itu memulai percakapan, kepalanya mengangkat usai ia tertunduk
“Jannah”
“Are you sure?”
“Yeah, And now  just sit back relax and enjoy the show”
****
Kami saling diam dan dalam diam kami saling mendoakan. Menyadari ketidak sempurnaan dalam hubungan hal yang lumrah. Tetapi belajar mencintai yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna. Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan, itupun adalah kesempatan. Seperti kesempatan keduaku kembali hidup atas ruh kebenaran yang telah kutemukan.
Biar waktu yang menjaga dalam bait-bait doa menghadap kiblat yang sama. Tenggelam dalam kesibukan memperbaiki diri. Sebab sesuatu yang tidak kita dapatkan adalah proteksi Allah untuk sesuatu yang tidak baik buat kita.


Sunday 20 September 2015

Menangkap Surga Kecil Dari Green Canyon



Menangkap Surga Kecil  Dari Green Canyon

    Setelah semalaman dalam perjalanan dari Nikomas tercinta, pagi yang sejuk kami tiba ditempat tujuan. Sebelum mengeksplore wisata, kami sarapan ditepi sungai green canyon berlatar sungai hijau kapal-kapal kayuh. Sejumlah 86 peserta dengan dibawa awak bus Midas Nusantara, yang di panitiai Atis Tour yaitu Sinyo Frans, Yadi, Asád, Adi, Faisal dan Efi berhasil membawa rombongan dengan selamat dan bergembira.
keep moment sebelum bertempur dimedan laga hehe


Sambil menyantap, saya sempatkan bertanya-tanya dengan pak Adeng pemandu wisata Green Canyon, yang merupakan warga setempat. Beliau menuturkan,”Cukang Taneuh atau Green Canyon (Ngarai Hijau) adalah salah satu objek di Jawa Barat yang terletak di Desa Kertayasa Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran. Ngarai ini terbentuk dari erosi tanah akibat aliran sungai Cijulang selama jutaan tahun yang menembus gua dengan stalaktit dan stalakmit yang mempesona serta diapit oleh dua bukit dengan bebatuan dan rimbunnya pepohonan menyajikan atraksi alam yang khas dan menantang” katanya.

Untuk mencapai tempat ini, kita harus menyewa sebuah perahu kayuh dari dermaga Ciseureuh. Perjalanannya memakan waktu kurang lebih 30-45 menit dengan jarak sekitar 3 km untuk sampai ke Green Canyon. Harga sampannya sekitar Rp.75.000 untuk maksimal 6 orang dan beroperasi setiap hari mulai dari pukul 7.30 sampai 16.00 WIB. Sepanjang perjalanan, mata dimanjakan oleh hijau teduhnya warna air sungai. Berbeda dengan yang akan menikmati body rafting rutenya dari hulu ke hilir yang harus menempuh mobil terbuka yang memakan waktu 45 menit dengan jalan yang menantang adrenalin. Kemudian kami berjalan menuju Green Canyon sekitar 100 untuk dapat menyusurinya. Untuk tarif body rafting satu orang kena 180 ribu, awalnya harga 200 ribu setelah alot menego turunlah harga tarif awal.

             Untuk jasa body rafting di sana banyak tour organizer, kebetulan kami disana memakai jasa Xali-xali. Dengan fasilitas sama dan harga yang tidak jauh berbeda. Untuk membedakan ketika sudah menyusuri Green canyon kita bisa melihat visual yang ada di fasilitas. Sebab life jacket, sepatu yang kebesaran dan helm warna sama dengan tour organizer yang lain. Dan kita harus mengingat-ingat betul wajah pemandu dan teman satu kelompok. Agar kita tidak tercampur dengan kelompok lain.
 
pemandu memimpin doa dan arahan agar acara berjalan lancar


menuruni perkebunan menuju Green Canyon


 Sebelum menuruni perkebunan, pemandu kami memberi pengarahan agar meminimalisir kecelakaan. Kesimpulan yang ditekankan yaitu untuk tidak panik ketika menceburkan diri ke air lalu tertatih menyusurinya, kemudian dilarang untuk tidak berpikiran kosong. Mengingat Green Canyon alam yang masih murni, bahkan tidak tercemar dari limbah kegiatan keseharian manusia.7 km ke kanan dan ke kiri jauh dari pemukiman warga. Saat kami terjun pun, tak ada perbekalan yang kami bawa kecuali badan kita sendiri yang dilengkapi life jacket, helm pelindung kepala. Sayangnya kami tidak kebagian pelindung kaki. Sebab kehabisan jatah, diakhir pekan para wisatawan membludak. Untuk kamera hanya dipegang pemandu dengan dilengkapi dry bag. Secara otomatis semua moment kami diabadikan oleh pemandu, dengan kamera pilihan dari kelompok kami.
atraksi kebersamaan kami, yeeaaay



Menakjubkan alam berproses mengolah diri menciptakan kejaiban ini.Saya  menyebutnya surga kecil, sebab ketika kami menengadah sambil berenang himpitan hamparan relief tebing alami. Kecipak-kecipak air yang kami arungi terlihat hijau padahal jernih didalamnya. Kami bermain air yang gugur dari atas lalu melompat dari atas.dan saat kita haus ada hujan abadi. Air yang terus mengalir dari ujung jemari akar yang menggantung sepanjang tahun meski kemarau. Dan air itu kami bisa minum, dengan mendongak wajah, glek glek air sejuk menyiram kerongkongan yang kering. Dengan jarak 3 km kami tempuh selama 4 jam dengan suka cita meski melelahkan.



ini akuuuuh hehe



Di akhir destinasi perjalanan kami Pangandaran wisata Pantai. Alam yang begitu indah dengan flora dan faunanya..Pantai Pangandaran memiliki dua Pasir di antaranya Pasir Putih dan Pasir Hitam serta Cagar Alam serta objek renang yang begitu luas. Wisata Bahari,Snorkling,Tracking Cagar Alam dan Caving Goa-goa di cagar alam. Karena keterbatasan waktu kami harus beranjak sebelum magrib tiba, mengingat ombak makin besar dan mitos kentalnya pantai laut selatan.


Icip Icip Es Krim Ragusa


                                                               Icip Icip Es Krim Ragusa




Rosma, Ana, Uut, iis


                              Berkunjung ke Ragusa adalah sakramen yang sudah lama ingin ditunaikan. Beberapa kali melewati dan baru tersadar setelah tayang diliputan dibeberapa TV nasional. Bangunannya masih berdiri kokoh di Jl. Veteran I No.10, di samping another landmark kota Jakarta, Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. Bangunan ini adalah salah satu cabang yang tersisa dari (tadinya) 20 cabang yang kini sudah almarhum. Di sini dijadikan sebagai pusat pembuatan dan penjualan. Disambut bangunan cat berwarna putih dengan mode arsitektur Belanda, Ragusa mengajak pengunjung untuk sebentar saja menilik masa lalu. Tembok dihiasi bingkai-bingkai foto masa kejayaan Ragusa. Ruangannya memanjang dengan kursi rotan kuno dan meja bulat yang sudah dipenuhi pengunjung. Kedai es krim tradisional tanpa bahan pengawet ini rupanya masih berada di hati para penggemarnya. Terpampang di atas dinding kedai es krim Ragusa Italia, dan benar saja es tersebut konon katanya warisan leluhur dari Italia sejak 1832
Interior dalam kedai 

                    Pelayan tampak sangat sibuk. Kelabakan, tak bisa menghandle seluruh pengunjung, termasuk kami yang hampir tak kebagian tempat duduk. Meski dengan berat hati, si penjual menyarankan satu geng itu dari kursi sebab stereofom hanya tinggal cangkang tanpa isi.Sudah hal yang biasa bila datang ke Ragusa. kami beruntung mendapat 5 kursi pas dengan keberadaan kami. Mereka membagi tatanan menunya berdasarkan flavour pada es krim yang terbagi menjadi empat, Regular, Premium, Mixed dan Fancy Flavour. Diluar kelompok itu, ada menu tertinggi di kedai ini, yaitu Banana Split dan Spaghetti Ice Cream.

                   Saya berusaha sigap, mengingat banyak pembeli terus berdatangan, menu struk saya tulis sendiri dan langsung menuju kasir agar cepat diproses. Setelah itu, saya tidak kembali ke kursi menunggu es krim itu diantar. Melainkan saya kembali mengantri dengan menyodorkan struk agar menu yang dipilih dibuat. Saya melihat proses meracik es krim tersebut, chef berwajah oriental itu sangat cekatan, terampil dan lincah.

             Kami merasakan hawa panas yang luar biasa menyengat, mengganggu kenyamanan. Bangunan ini tidak berpendingin, hanya mengandalkan bantuan kipas angin dan atap bangunan yang tinggi guna mengontrol udara. Beberapa saat setelah pesanan datang, ada perasaan aneh. Es krim yang tersaji di mangkuk-mangkuk kecil stereofom itu ternyata juga tak tahan. Scoop Regular Flavour yang kami pesan mencair dalam waktu satu yang singkat, untunglah kamu tidak berlama menyidukinya pelan sedari disajikan.

            Ada lima menu yang kamu pesan, Triple Scoop Regular Flavour, cocho ice cream dan spagetty ice cream, Tutti Fruity serta Banana Split. Kami saling icip es krim satu dengan yang lain. Dan kami saling memberikan testimoni di tiap rasa yang meleleh dilidah.


            
Chocho ice


icetriple scoop

Spagety ice xrewm

Banana split

Dari ketiga menu yang saya cicipi Tutti Fruity adalah menu yang paling memegang kendali. Berbentuk persegi panjang, padat, dan terdiri dari tiga lapis rasa, strawberry, coklat dan vanila, serta dilapisi dengan alumunium foil yang berguna untuk mempertahankan temperatur es. Rasa Tutti Fruity yang didapat berasal dari taburan sukade yang ditanamkan ke es krim. Di kombinasikan dengan es krim dingin nan lembut. Lain halnya dengan scoop reguler, basic es krim di tempat ini. Mungkin standar lidah saya yang tidak familiar, tetapi es krim yang dibuat dengan tidak memakai butter milk ini tidak meninggalkan kesan apik. Tanpa dekorasi apa-apa, triple scoop regular flavour ini meleleh begitu saja di mulut saya. Sama halnya dengan Banana Split. Tak ada yang membuat menu ini menjadi berbeda walau dekorasi luarnya tampak sangat menggugah. Tiga scoop es krim yang bertabur sukade warna-warni, kacang, dan lelehan coklat. Pisang Ambonnya bersembunyi di balik tumpukan es.

             Saya terkesan dengan Ice Cream Spaghetti. Bentuk es krimnya lucu, persis menyerupai spaghetti yang terbuat dari mie. Katanya Spaghetti Ice Cream adalah salah satu menu andalan di sini. Homemade ice cream yang dibentuk menyerupai spaghetti Italia dengan tambahan topping sukade dan kacang tanah.

                Tekstur es krimnya tidak creamy seperti gerai es krim internasional, tetapi rasanya sangat enak. Rasa manisnya pas, tidak berlebihan dengan rasa coklat dan susu yang enak. Tambahan sukade dan kacang juga membuat es krim ini enak dan kaya rasa.