Thursday 30 October 2014

Yuk Menulis


                                                                   Yuk Menulis

Haduuh memulainya saja susah, bagaimana bisa merangkai kata panjang lebar. Itu adalah salah satu dari banyak keluhan ketika memulai untuk menulis. Padahal seiring perkembanga n zaman sarana menulis semakin gampang. Lihat saja untuk update status saja kita butuh merangkai kata. Malu deh rasanya kalau jejaring sosial hanya digunakan untuk berkeluh kesah dan update yang tidak penting, apalagi semua dunia tahu,hehehe.

So, saatnya menulis tak hanya menulis yang biasa, yuuk kita mencoba menulis supaya jadi luar biasa. Tidak harus nyastra seperti di majalah Horison atawa sastrawan. Kalau menurut  Goenawan Mohammad,kesusatraan adalah hasil proses jerih payah, dan tiap orang yang menulis karya sastra tah; inibukan sekedar soal keterampilan teknik. Menulis menghasilkan sebuah prosa atau puisi yang terbaik dari diri kita adalah proses yang minta pengerahan batin. Menulis memang memerlukan sastra agar lebih indah tetapi mengawali dengan kata-kata yang sederhana saja sudah bagus.Mencoba sekarang Kenapa ga?
  1. Dengan menulis berarti kita membaca dua kali
Membaca sekali belum tentu bisa nyangkut diotak, tetapi jika kita membaca berulang pasti akan lebih diingat, begitu pula yang terjadi jika menulis. Tangan, otak kita berkerja sama. Belum lagi mengulang-ulang baca untuk meneliti kembali dan mengedit tulisan jika ada yang perlu direvisi.

  1. Dengan menulis kita berbagi
Kata siapa menulis tidak menghasilkan? Contoh kecil saja ketika mendapat bonus alias upah menulis  dari Gemas , berarti mendapat uang tambahan, itu berarti bisa buat traktir teman-teman. Makna yang lebih dasar dan dalam adalah berbagi informasi, pengetahuan.  Menjadi bagian dari ibadah dakwah bil qolam, menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran .
3. Dengan menulis mendorong untuk hobi membaca dan terus menggali wawasan agar       tidak tulisan tidak berkutat dalam satu titik dan tidak jalan ditempat

      4.Teori menulis memang penting, tapi yang lebih penting adalah menulis langsung.  

                 Setumpuk teori yang dihafal tak akan mengantar  penulis sebelum orang itu                 membuat tulisan.

Bosan ketika melihat Gemas koq yang nulis itu-itu saja, ayo geser. Buktikan kalau kamu bisa. Jurus yang paling ampuh adalah menulis, menulis dan menulis jika ingin jadi penulis. Jangan lupa terapkan jimat 5W + 1H (what, when, where, who, which, how) ini akan semakin membuat jadi berpikir kritis. Dengan mewawancarai banyak orang akan semakin pengetuhuan yang sangat bisa ditulis dalam bentuk berita, feature, catatan perjalanan, cerpen ataupun novel.
Biar lebih afdol sebagai penulis pemula, bergabunglah dikomunitas-komunitas literasi, kelompok menulis seperti Rumah Dunia, FLR (Forum Lingkar Pena) atau ikutan  kelas menulis fan page di jejaring sosial dan mengikuti kompetisi-kompetisi menulis. Karena ide ada diseluruh permukaan bumi maka menulis ada jalan berbagi dengan kata yang mampu melatih otak bukan otot.

Catatan Relawan


                                                     Pelukan Sayang

            Sayang adalah philia, berhubungan erat dengan perasaan yang dtunjukan bagi  orang-orang terdekat tanpa meminta balasan, seperti kepada orang tua, saudara, sahabat. Cinta merupakan salah satu emosi  yang dirasakan dan dialami oleh seorang individu, bahkan meskipun sepanjanghidupnya kegetiran terus menghampirinya.
                                                            @@@
            Mendapat predikat sebagai relawan adalah hal yang membanggakan dan menyenangkan. Usai banjir melanda sebagian desa di Serang akibat Ciujung meluap. Maka sebagai tubuh-tubuh hujan yang kuat bergerak menyalurkan bantuan dan berbagi cinta. Tubuh kami merangkul keceriaan anak-anak. Tim kami bernama Komunitas Relawan Banten (KRB) yang bergerak dalam psycososial trauma healing untuk anak-anak, bagian terkecil dari disaster management. Trauma populer lebih dikenal dengan masyarakat luka secara psikis (mudah diingat kejadian, cemas, takut dll). Sedangkan healing adalah pengobatan.Psikososial sendiri hubungan dinamis antara aspek psikologis dan sosial yang saling berinteraksi dan mempengaruhi secara berkelanjutan. Caranya dengan menggunakan permainan besar bersama anak-anak dan pembagian bingkisan.
           
        Akhir pekan kerap dijadikan relawan untuk terjun ke lapangan. Kesibukan dibalik layarnya yang berlatar belakang dari berbagai profesi. Kampung Laban desa Teras Kecamatan Carenang menjadi sasaran kami. Pemandangan tumpukan yang menggunung dari  lipatan karung-karung bekas dan terpal, berjajar sepanjang kecamatan Carenang. Sisa-sisa genangan banjir masih terlihat disisi kanan kiri jalan. Kasur dan kursi yang masih dijemur sangat mencolok mata. Bekas batas air masih menempel jelas ditembok rumah-rumah warga. Lebih dari 3 kali kujumpai papan valas di pinggir jalan. Ada yang janggal menurutku. Kampung  yang jauh dari kota dengan mudahnya dijumpai tempat penukaran uang asing. Dan tak ada akses mobil angkutan umum masuk. Kalaupun ada dengan ojek yang ditebus dengan 10 ribu.
          
        Menjelang siang kami tiba. Pada Minggu 27 Februari 2013. Sambutan riuh anak-anak menyapa kami. Di panggung bekas taman baca yang meninggalkan puing-puing rak dan sobekan kertas. Mereka gaduh bermain diatas papan talupuh yang mulai rapuh. Bersebelahan dengan pasar kaget yang hanya pada hari tertentu dipagi hari. Bau amis ikan masih menyengat menusuk hidung. Dengan senyum renyah kusapa mereka. Sembari menanti seluruh anak-anak berkumpul.
            
KRB di Carenang 2014
       Namanya Wati usianya 12 tahun. Satu dari sekian anak yang memperkenalkan diri yang masih teringat. Disampingnya ada adik perempuan yang meggelayuti badannya. Berangkat dari keprihatinan dari lingkungan sekitar. Menikmati  Ramayana dan Mall Off Serang sebatas keinginan yang besar. Apalagi kemegahan yang terlihat di telivisi sebatas angan-angan. Kami duduk, berbincang di rumah panggung bekas Taman baca. Anak ke-4 dari  7 bersaudara terlihat sangat pendiam. Tanpa kulontarkan pertanyaan, Wati takkan menanyakan balik denganku. Kegiatannya lebih sering dirumah walaupun televisi belum ada dirumahnya. Membantu membereskan rumah dan menjaga adik-adiknya menjadi kesibukannya. Kalaupun ingin menonton TV harus numpang di tetangga.
“Teteh, njuk duite Teh nggo tuku es?”
Sosok anak berusia berusia 3 tahunan, tanpa beralas sandal  itu mendekati Wati. Wati  mengulurkan receh 500 rupiah dari kantongnya. Sikap perhatiannya terlihat ketika lembaran ujung rok adiknya diangkat untuk menghapus kotoran dari hidung adik ke-2nya itu. Tangannya juga terampil merapikan rambut adiknya yang kusut masai.  Sebelum ia berlalu membalikkan badan dan melangkah ke warung.
          
          Ayahnya bekerja sebagai tukang becak di pasar Kragilan, yang hanya tiba di hari Senin dan Kamis pagi. Penghasilanya sekitar 30 ribu, itupun harus dikurang dengan yang menyewakan becak. Selebihnya ia buruh tani. Jika tidak ada tetangga yang membutuhkan tenagannya. Ia mencari ikan di sungai dan dijual. Itupun tak seberapa. Nampak mata Wati mulai berkaca-kaca. Kisah sedihnya ia tuturkan bahwa kakak sulungnya menjadi TKW di Jordania, hingga kini belum ada kabar selama setahun meninggalkan Indonesia. Terakhir kabar uang gaji ditahan oleh majikan. Ibunya kerap mencurahkan segala keluh kesahnya dengan Wati, termasuk meminta pembelaan saat mereka bertengkar dengan bapa dari anak-anak mereka. Wati anak perempuan yang paling dekat dengan ibu.  Tanganku merangkul badan wati yang mungil. Punggungnya terguncang-guncang, air matanya menderas. Kusandarkan kepalanya dipundakku. Kuelus-elus punggungnya hingga tenang. Kupandangi wajahnya yang sayu sembari kuusap tangisnya dengan jemariku.
           
          Ah, anak semanis dia harus turut menanggung beban diluar batas kemampuan mental dan pikiran anak. Wati kategori anak pra remaja, keadaan jiwanya masih kekanak-kanakkan, emosinya belum stabil. Jika saja orangtuanya mempertimbangkan usia, kemampuan anak, keadaan anak menjaga objektifitas sebagai orang tua, mungkin tak membuat Wati depresi. Andai saja ibunya tidak menceritakan segala pelik rumah tangga dihadapan anak kecil. Gerutuku.
“Yang sabar sayang yach, Teteh ikut prihatin mendengar cerita Wati. Ibumu butuh teman untuk bercerita ditengah kesibukkannya. Ibumu menganggap Wati tidak hanya sebagai anak, tetapi juga teman. Seperti Wati curhat dengan teman Wati. Hanya saja, baiknya ibumu tidak menceritakan sedetil itu kepada anak seusia kamu. Tugas Wati sekarang. Belajar yang rajin, nurut orangtua, sekolah berprestasi dan jangan lupa mendoakan orang tua”
            
      Masih kupeluk tubuh wati yang sedikit mereda derai tangisnya. Dengan pelukanku akan menyalirkan energi penuh cinta, mengembalikan emosi positif. Pelukan adalah obat ajaib tidak hanya bagi orang dewasa tapi juga anak-anak yang mampu mengusir depresi. Kehadiran hormon endomorfin yang muncul saat berpelukan dapat mengurangi ketegangan saraf dan tekanan darah.
           
     Pelajaran berharga buatku. Menjadi ibu sangat penting mempunyai kemapaman mental dan pengendalian emosi saat berhadapan dengan anak. Tidak hanya sekedar tugas membesarkan anak hingga dewasa. Hal yang perlu disadari adalah sebenarnya anak diciptakan Alloh memiliki jiwa yang sangat peka terhadap masalah yang dihadapi ortunya. Dahi yang berkerut, urat leher yang menegang, bahu yang terangkat, apalagi suara yang keras  telah mampu dibaca anak sejak usia dini.
           
       KITA SEMUA BERGEMBIRA, itulah slogan yang kami bawa saat permainan di lapangan. Paras Wati sudah cerah ceria bergabung dengan teman-temanya. Jingkrak dan teriakan sangat lepas. Bahkan ia mampu memikat para relawan dengan gambar terbaiknya mengenai banjir.Satu peluru mengena banyak sasaran. Relawan, anak-anak, orangtua, warga sekitar semua  ikut bergembira.
                                                        
                                                            
Keceriaan di Nagara bersama KRB dan kumendan
   

            Jambore anak memperingati hari anak digelar di Rumah Dunia. Inilah yang mempertemukanku kembali dengan Wati. Ia masih sangat mengenalku. Ia memburuku tergesa-gesa dengan melempar senyum. Aku kembali memeluknya, mengecup keningnya dan mengusap-usap kepalanya. Pipinya memerah dan menanyakan tentang kesehatanku.  Ah Wati anak yang baik. Hari itu juga mempertemukanku dengan survivor korban banjir dari kampung lain yang pernah tim KRB beraksi.



Jambore anak Rumah Dunia

Monday 27 October 2014

Bersemi di Taman Bunga Nusantara


                                                Bersemi di Taman Bunga Nusantara

Katakan dengan bunga
          
        Kalimat tersebut mengingatkan kita, ketika suka, berduka  sering orang menyatakan dengan bunga. Misal, seorang menyatakan sayang dengan sekuntum bunga merah,  begitu pula saat kematian ada banyak yang mengirimkan bela sungkawa dengan karangan bunga.Lantas, sekuntum bunga saja  sudah indah, bagaimana jika hamparan bunga? Dewasa ini peran sosial media sangat berpengaruh pada gaya hidup terlebih publikasi travelling mereka. Nah, inilah  peran Sinyofrans, Yadi, As'ad, Tris Mekanik yang pandai membaca peluang menggawangi Atis tour & travel  menyelenggarakan dan melayani acara jalan-jalan. Dengan 4 awak bus mereka memberangkatkan sejumlah 240 orang karyawan dari Nike, PCI Nike, Adidas dan Puma pada hari Minggu 12 Oktober 2014. Tulisan ini bagian dari berkah menulis. Sebab berkat hobi saya menulis kemudian dianggap perlu oleh pengelola tour & travel untuk mempublikasikannya. Walhasil saya diajak tanpa dikenai ongkos.
            Jalan-jalan ini bertujuan ke Taman Bunga Nusantara, adalah sebuah taman bunga seluas 23 hektare yang terdiri dari berbagai macam tanaman dan bunga dari seluruh dunia.  Terletak dekat Gunung Gede Pangrango dan kebun tteh Bogor. Taman ini diresmikan oleh ibu Tien Soeharto pada tanggal 1995.Tepatnya di Jl. Mariwati KM.07 Desa Kawungluwuk  Sukaresmi Cipanas Cianjur
 

Sarapan di Jago Rasa
            Usai menikmati macet keluar tol Ciawi yang madat merayap, sebab sistem buka tutup. Rombongan berhenti untuk bersantap sarapan di rumah makan khas sunda , Jago Rasa. Lokasinya strategis, dipinggir jalan raya Puncak, sekitar 100 meter dari sebelum pintu masuk Taman Wisata Matahari. Rumah makan yang berlatar belakang pegunungan ini terbagi dua bagian. Dibagian atas terdapat deretan saung untuk lesehan dan meja makan. Dibagian bawah juga terdapat deretan saung, dapur, mushola, toilet, beserta permainan anak berupa ayunan, komedi putar mini dan jungkat-jungkit. 

            Dengan model prasmanan kami dijamu dengan ramah. Sajian berupa ayam goreng, tempe, tahu goreng, sop daging, sambel terasi dan lalaban berupa salad, kemangi. Tak ketinggalan buah pisang sebagai hidangan pencuci mulut. Menu yang sederhana tetapi menggugah selera, terlebih dengan tempat yang nyaman adan diiringi musik yang nyaman ditelinga. 

Buah Aneh
        
            Setibanya disana saya mencari mushola terdekat. Menurut tukang foto keliling berada di lokasi piknik yang berada disebelah kanan taman. Segera saya melangkah, mengingat pukul 13.00 sudah lewat sekian menit. Buah seperti cempedak menggantung mengusik penasaran. Sebelum aku bertanya, saya tidak melewatkan momen untuk mengambil foto di bawah pohon tersebut. Usai menunaikan sholat dhuhur, kutanyakan kepada petugas setempat. Petugas kebersihan menuturkan, pohon tersebut bernama pohon Gigelia. Pohon yang berasal dari Afrika ini buahnya sangat keras, buahnya tidak bisa dimakan. Bahkan banyak para pengunjung yang sengaja mengabadikan namanya di kulit buah Gigelia. 






Demam selfie dan Mahabarata di taman

            Sesampainya disana kami menyebar mengikuti keinginan hati tanpa diawasi ketua rombongan. Hanya saja pukul 15.30 harus kembali kumpul setelah pukul 13.10 tiba di tempat wisata Tawaran fasilitas berbayar berupa  dotto train, mobil wira-wiri, garden train tak kami gunakan. Hamparan warna-warni taman yang luas menohok sepanjang mata memandang. Lanskap berhawa sejuk yang berhias taman, bunga, air mancur, pohon, maskot, topiari  dan menara serta alunan musik yang  menenangkan.

            Duplikasi taman Jepang dengan kolam ikan koi, jalan bebatuan dan saung minimalis Taman 
Perancis dengan air mancur dan tumbuhan berpola dll serasa tak perlu jauh-jauh melancong ke negara tsb. Vegetasi tanaman juga banyak yang didatangkan langsung dari negara asal. Menurut bapak Nismudin yang sudah bekerja selama 18 tahun, perawatan taman memang diawasi ketat sesuai karakter tanaman. Dua minggu sekali pemupukan, penyiraman air yang tepat dsb. Maka wajar saja bunga yang ada ditaman bermekaran sepanjang musim, meski musim kemarau seperti sekarang.
            
          Masih ada taman Bali dengan gapura, pancuran dan patung, rerimbunan pohon kamboja dan khas pulau Dewata. Ada danau angsa dengan angsa putih dan hitam dari Eropa. Ada taman Mawar yang dipenuhi bunga berduri tetapi semerbak harum mewangi. Ada juga kawasan bambu, taman bunga jam, air mancur musikal, lapangan piknik dan menara pandang.


            Suasana yang demikian itu membuat momen yang harus diabadikan. Tongkat narsis dan selfie manjadi trend dikalangan pelancong yang mayoritas tamu domestik. Melepas baju buruh sesaat guna menikmati suasana yang langka dijumpai. Beberapa turis Timur Tengah berseliweran, tetiba banyak diantara rombongan ingin mengambil kesempatan berfoto dengan mereka. Terlebih mereka mengaitkan wajah bule Timur Tengah bak aktor Mahabarata yang sedang happening dilayar TV. Rombongan kembali kumpul di lapangan parkir bus, sayang mereka molor 45 menit menuju ke Serang. Dan sekitar pukul 22.17 WIB kami tiba di Nikomas.


Membelah Jakarta Dengan Vespa


                                                Membelah Jakarta Dengan Vespa

            Mengendarai vespa saat ini memang tak banyak dilirik banyak orang. Kendaraan yang sudah tertelan masa ini, hanya dimiliki kalangan tertentu yang mempunyai passion mencintai vespa. Kendaraan asal Itali yang bermula dari perusahaan piaggio. Mimpi mengitari Jakarta diwujudkan oleh temanku, sebagai pencinta sepeda motor jenis skuter itu, tepatnya vespa jenis super (speed 150S) tahun 75. Di bawah pasar  yang terbakar di samping terminal Senen, aku bertemu teman kecilku yang menjelma berdandan klasik. Aku tak lepas dari senyum menyapanya. Berbalut jacket biru navi dan berhelm kulit coklat khas vespa beraksesoris kacamata, terlihat makin lucu.
            Sebagai wanita yang sering enggan berlama-lama dalam kurungan tembok. Gugahan untuk jalan-jalan sering enggan ditolak. Jika biasanya pergi ke mall, rasanya sudah bosan.  Ideku berteduh di taman terbuka, terlebih di kota menggebu-gebu. Ya, aku pilih Taman Suropati. Taman yang berada di tengah-tengah komplek perumahan elite itu tak sepi dengan pengunjung. Pada 15 Mei 2014, aku pertama kali menginjak kami disapa pohon mahoni berukuran raksasa mengitari taman yang hijau. Tak jauh dari rumah orang nomor satu di Jakarta yang sekarang gambarnya terpampang di seluruh Indonesia.

aku dan Andi di Toko Merah Kotu beserta vespa biru



>> Taman Suropati ada cinta yang tersirat
        

    Taman Suropati awalnya bernama Burgemester Bisschopplein yang diambil dari nama walikota (Burgemester) Batavia, yang bernama G.J. Bisshop (1916-1920). Pada mulanya berbentuk bukit, kemudian dipangkas dan sebagian tanahnya dibuang ke Jl. Basuki. Lapangan ini dibangun sejak tahun 1920 tepat diantara pertemuan tiga jalan utama, yaitu Menteng Boulevard (Jl. Teuku Umar), Orange Boulevard (Jl. Diponegoro), Nassau Boulevard (Jl. Imam Bonjol). Taman Suropati yang rindang, sejak beberapa tahun yang lalu dihiasi dengan patung-patung karya pematung dari seluruh ASEAN.


            Bukan hanya tempat rekreasi keluarga, yang diasosiasikan dengan anak-anak yang berlarian dengan pengasuh sambil bawa mainan.  Taman yang asri ini juga banyak dikunjungi banyak komunitas untuk berkumpul. Taman seluas 16.328 m2 ini salah satu taman terbaik di Jakarta.Taman ini dihuni pepohonan yang berusia ratusan tahun, ada sekitar 93 jenis pohon dari berbagai vegetasi. Diantar vegetasi tersebut adalah Mahoni, Sawo Kecik, Ketapang, Tanjur, Bungur, Khaya dan tentunya masih ada beberapa tanaman hias serta rerumputan yang juga melengkapi keasrian taman. Selain menikmati udara segar, puluhan burung merpati putih melengkapi keindahan taman. Kicauan burung lain ikut bersenandung memenjakan telinga kita.Termasuk juga alaunan nan sayhdu dari para pemain biola yang kerap menggunakan taman sebagai tempat yang pas untuk belajar. Dilengkapi juga dengan 2 air mancur dan dijam tertentu mangalirkan goyangan yang menyegarkan.
         
     Dipintu masuk taman, terdapat larangan-larangan yang harus dipatuhi. Diantaranya dilarang menginjak rumput, merusak fasilitas taman, merusak tanaman, menggunakan kendaraan bermotor, membuang sampahdan puntung sembarangan, berdagang, minum-minuman keras dan menbuang kemasan beling, menebangatau merusak tanaman. Para pedangan memang tak memasuki area taman, tetapi mereka berkeliling dengan baki yang bertuliskan menu. Jika ada yang memesan, maka akan diantar. Sepanjang jalan kuamati memang lebih banyak daun kering yang gugur dibanding sampah kemasan produk makanan. Sungguh terlalu jika masih membuang sampah sembarangan, karena dibanyak sudut taman terdapat tempat-tempat sampah.
         
     Sebelum aku mengelilingi taman, kami duduk bercengkrama di atas kursi taman yang sama dengan kursi yang dipasang di sekitar Senayan. Kedekatan dari dulu membuat kami tak canggung untuk menceritakan tanpa basa-basi. Dibungkus dengan canda dan suasana yang nyaman membuat rasa semakin bahagia. Tanpa kusanaka saat beranjak menuju saung, dia menyatakan cinta. Jleb! Ah mindsetku sudah berteman sedari dulu, untuk menjadi lebih hal yang tak mudah buatku. Maafkan aku kawan. Tapi menyayangmu menjadi wajib bagiku. Episode sahabat kita menjadi skenario terindah.


>> Menggugurkan Kebutuhan Di Istiqlal
         

    Walau tak mendengar adzan berkumandang, menengok jam selalu saja mengingatkan. Akan menjadi sedikit berat jika dijadikan kewajiban. Aku menyebutnya kebutuhan, supaya lebih terasa ringan. Dari Taman Suropati hingga Istiqlal tak memakan waktu yang lama. Menunaikan sholat dhuhur kami tunaikan sebagai umat muslim atas panggilan Nya. Bukan sekali ini saja aku menapakkan kaki di masjid agung ini. Sudah menjadi tradisi ketika memasuki masjid raya kebanggaan bangsa Indonesia yang memuat sekitar 200.000 jamaah. Biasanya terdapat penjual yang menjajakan kresek. Tujuannnya tak lain untuk mengamankan sandal atau sepatu para jamaah kenakan. Dengan harga Rp. 1000 satu kresek dihargai. Meskipun di dalam masjid di sediakan fasilitas beserta petugas untuk mengamankan alas kaki mereka.
            Sebagai masjid yang terbesar di Asia tenggara dan berhadapan dengan gereja katedral. Sebuah komplek masjid yang berdiri di atas lahan 12 hektar. Bangunan masjidnya sendiri seluas 7 hektar, dengan luas lantai 72.000 meter persegi, dan luas atap 21.000 meter persegi, dengan lebar kubah 45 meter. Pembangunan masjid ini diprakarsai oleh presiden RI yang pertama, yaitu Ir. Soekarno. Sebagai tanda dimulainya pembangunan masjid Istiqlal pada tanggal 24 Agustus 1951. Adapun sang arsitek seorang Kristen Protestan, yakni Frederich Silaban.
            Nama Masjid Istiqlal merupakan masjid negara Indonesia, yaitu masjid yang mewakili umat muslim Indonesia. Karena menyandang status terhormat ini, maka patus menjadi masjid kebanggaan sekaligus menggambarkan semangat perjuangan dalam meraih kemerdekaan. Masjid ini dibangun atas dasar wujud syukur bangsa Indonesia yang mayoritas mayoritas bergama Islam, atas berkat dan rahmat Alloh SWT yang telah menganugerahkan nikmat kemerdekaan, terbebas dari cengkraman penjajah. Karena itulah masjid ini dinamakan “Istiqlal” yang dalam bahasa Arab berarti merdeka.
            Jangan kaget jika di dalam masjid terdapat satpam. Dengan mengenakan seragam layaknya biasa, mereka bertugas mengatur jamaah. Satpam wanita berhijab dengan baju yang tidak dimasukan dicelana, melainkan menutup bagian belakang, tak lupa mereka mengenakan selempang dengan visual tugasnya.

>>Menanti Sore Di Monumen Perjuangan
        
        Pasca kebakaran bangunan tua,lagi-lagi peninggalan zaman Belanda. Kini penghuni pasar blok B Senen, melanjutkan rutinitas niaganya tumpah ruah di jalanan. Karena belum diberi lahan dagang mereka menggunakan satu arah jalan sepanjang puluhan meter sepanjang bangunan lama tsb dipenuhi pedangan daging, perabot, obat dll. Termasuk dimulut  masjid Jami Alhidayah Senen. Bau got menyengat ditambah lalat yang bertebaran genit, menjadi pemandangan menjijikan tepat dimuka masjid. Suara para pedagang yang berceloteh, semakin tak membuat nyaman untuk beribadah. Andai saja para pedangang memikirkan berkah, tidak melulu memikirkan keuntungan dan melanjutkan hidup, maka mereka meninggalkan madhorot berjualan di dekat masjid. Lebih-lebih fasilitas umum digunakan untuk kepentingan pribadi.





            Tak sampai lama, usai sholat. Kami menuju monumen perjuangan letaknya di dekat pintu keluar dari stasiun. Tak jauh dari Masjid sebelum pertigaan jalan. Monumen yang diresmikan pada tahun 1981 diresmikan oleh A. Munir, Walikota jakarta pada saat itu. Hiruk pikuk kendaraan knalpot berlalu lalang, debu jalanan mewarnai patung sejarah itu. Monumen ini adalah koraborasi beberapa pematung dan pelukis. Pesan dimonumen ini adalah menggambarkan era revolusi fisik, dimana monumen ini menggambarkan semua unsur masyarakat dalam mempertahankan kemerdekaan. Ada pemuda yang berjuang, ada gadis palang merah dan bahkan anak-anak. Penegasan ini ada pada tulisan di bagian depan monumen “Tekad Merdeka”. Begitu pula kalimat heroik yang tergores dibawah kaki patung “Tuhan, jika aku gugur dan kau takdirkan aku hidup sekali lagi, aku akan korbankan jiwaku untuk nusa dan bangsa”.

  
            Berada dibelakang patung yang gagah itu, kami menikmati pahatan cerita masa perjuangan dari masa perjuangan Soekarno Hatta hingga Soeharto beserta Ibu Tien yang menggenggam padi. Meniti cerita yang disampaikan dengan detail melalui relief yang mengingatkan pada sejarah. Sambil menikmati layang-layang putus diangkasa, kami tak henti-hentinya menatap ke atas. Arah angin yang tak menentu sebelum hujan, gelang geliut layang-layang tak tertebak.  Sesekali mengingat masa kecilnya dengan suka cita yang mengejar layang-layang putus milik orang lain. Lagi-lagi dentum sirine kereta yang sangat menggnggu. Mesti sudah terbiasa, mungkin jika diganti dengan musik yang lebih ringan dan menceriakan akan lebih enak. Seperti bunyi sirine ambulan yang terpotong-potong sesering itu membuat sakit kepala juga. Entah siapa yang mempelopori bunyi sirine kereta seperti itu, jika saja diganti dengan lagu dangdut, atau apa yang lebih indah mungkin tak sepening itu, gerutu kami.