Wednesday 9 December 2020

Pandemi Dan Bapa

 



Jalannya perlahan, punggungnya sedikit bungkuk. Tongkat bambu menjadi kaki ketiganya saat bepergian jauh. Jarak tempuh tersering selain sekitar rumah adalah bolak-balik ke mushola. Sebelum waktu sholat tiba, suaranya yang biasa sering mengumandangkan seruan adzan.


Tangan dinginnya pandai menanam. Profesi tani beliau geluti sejak muda. Bapa yatim piatu sejak kecil dan diwarisi beberapa lahan kebun. Salah satu keahliannya adalah membuat doran (kayu pegangan untuk cangkul) dan garan (kayu pegangan untuk pisau, arit). Pemilihan kayu yang pilihan dan sentuhan lekukan yang nyaman untuk dipakai lagi awet. Hari gini, jarang dijumpai anak muda yang memiliki keahlian itu.


Pasang surut menjadi petani, dialaminya tak mengenal lelah. Padi yang kadang panen berisi (mentes), gabuk ataupun harus berbagi dengan hama tikus itu cukup disyukuri. Kadang kelapa, melinjo, cengkeh, kapolaga harga tinggi namun panen sedikit. Sedang jika panen melimpah harga merosot. Itu pula tetap disyukuri dan mampu mencukupi keluarganya. 


Pandemi ini memaksaku hidup berpisah sementara dari suami. Merelakan mengais rezeki sendiri di Ibu kota.  Sementara kami menetap hidup di kampung. Berdekatan dengan pekarangan membuat nyali bertaniku tumbuh. Seiring trend menanam sedang hits. Akuterbiasa mengobrol diatas rusbang kayu jati. Kursi model lawas yang tak lekang waktu, ya sejak aku masih kecil. Di kursi itu pula bapa menghabiskan waktu duduk santai, menyapa orang lewat sambil menunggu warung. Warung milik emak yang membantu kelancaran perekonomian keluarga.


Di atas kursi pula kami bercerita tentang pengalamanku belajar bercocok tanam. Menanam dan merawat singkong, cabai, terong dsb. Bapa sering mengeluh pupuk yang mahal dan langka dipasaran. Syarat kartu tani harus dimiliki terkendala birokrasi. Janji tinggal janji, persyaratan sudah dipenuhi. Sayang, prosesnya melambat dan bertahun belum terwujud. Kami berbicara gulma, rumput liar,  macam-macam tumbuhan dan cara menanamnya. Ah, bapa dibalik ketegaranmu sebagai ayah juga kehebatanmu menjadi petani yang sabar dan bisa menjadikan ladang mendekatkanmu dengan Tuhan pula.


Dikursi itu pula aku bertukar pikiran dengan bapa. Bercerita kabar keluarga dan dunia. Televisi sengaja tak diperbaiki parabolanya sejak awal pandemi. Kurang lebih tanpa menonton TV, emak bapa terlepas dari kabar buruk yang terus disiarkan. Beliau sibuk dengan rutinitas sehari-hari. Hanya saja broadcas berita yang paling ampuh di kampung yaitu dari mulut  ke mulut. Meminimalisir kekhawatiran dan terus terjaga dalam doa serta tawakkal.


Tidak ada mimpi bapa yang berlebih selain meninggal dengan enak. Dan membawa sangu (bekal) amal yang banyak. Tak seperti dulu, dipiring kecil nasi yang diciduk hanya secentong tanpa tambah. Itu saja sudah kenyang. Lauknya terbatas dan pilihan, jika tidak darah tingginya kumat. Tidurnya tak lelap sebatas memejam mata dan melepas lelah. Disepertiga malam emak dan bapa bangun bermunajat. Berpuasa senin kamis berdua, sahur dan berbuka berdua.


Aku kira seiring usia senja masalah rumah tangga akan mengerucut. Nyatanya tidak, semua memiliki fase hidupnya masing-masing. Emak bapa memang sering beradu emosi, namun hanya sesaat dan mereka saling memahami karakter. Secepat itu berantem secepat itu pula mereka saling memaafkan. Kembali mengolah obrolan yang mengalir, berbagi, mengisi diusia senja. Goncang soal ekonomi sudah lumrah, dijalaninya berdua hingga tahun depan memiliki 20 cucu. Bapa yang setia dan emak yang berhati lurus mengarungi bahtera penuh kenikmatan dan limpahan berkah.


Sunday 18 October 2020

Buruh yang memanusiakan manusia

 



Mengulas kembali soal buruh dan yang terjadi di lapangan saat bekerja. Tulisan kemarin yang berjudul Saya Buruh Di Pabrik Sepatu. 60 : 40 tenaga kerja didominasi kaum perempuan. Kawasan pabrik yang meliputi berbagai jenis sepatu bermerk mendunia. Konon, pabrik ini menjadi kawasan terbesar se Asia tenggara. 


Dengan bekerja adalah kehormatan dan harga diri seorang laki-laki juga bekerja, dalam arti menafkahi untuk kepala keluarga. Bagi kaum perempuan yang bekerja adalah pilihan masing-masing. Pilihan menjadi buruh sama dengan karyawan, yang artinya bawahan yang diminta untuk memenuhi permintaan bos. Secara otomatis harus memiliki mental untuk melayani. Mental kuat untuk menyajikan sesuai apa yang diinginkan. Gampang? Iitu berproses. Semakin mengenal semakin paham, bisa karena terbiasa. Butuh mental kuat saat memulai belajar, ada kesalahan itu pasti. 


Kekerasan verbal atau non verbal yang terjadi di lapangan selalu ada penyebab. Biasanya karena masalah, ya tidak mencapai target dan kualitas yang tidak sesuai. Kadang, karena dibawah tekanan dari atasan dan membendung emosi lalu tumpah menyalurkan ke bawahan. Wanita memang terlahir memiliki banyak emosi, baperan namun tidak rapuh.


Begini, kebanyakan buruh pabrik di pabrik sepatu adalah kaum hawa. Perempuan memiliki kecenderungan untuk mengatasi tekanan atau masalah dengan strategi koping yang berdasar emosi, misalnya melakukan mencari dukungan emosional. Laki-laki cenderung lebih menggunakan otak kiri sedangkan perempuan secara umum bergantian dalam menggunakan kedua belahan otak kanan dan otak kiri. Hal ini yang mendasari laki-laki lebih kuat dalam logika dan pengambilan keputusan berdasarkan fakta sedangkan perempuan cenderung lebih melihat sesuatu secara garis besar memiliki emosi yang lebih kuat dan bergantung pada intuisi mereka saat mengambil keputusan.


Apa tidak bisa baik-baik? Indonesia terlahir dari penjajah. Kadang sikap dan sifat penjajah itu secara tidak sadar turun menurun dari nenek moyang kita. Warisan politik penjajah negeri ini ternyata masih bersemi hingga kini, apalagi kalau bukan politik pemecah belah dan adu domba. Semangat untuk menuai benih permusuhan di dalam negeri yang satu tidak pernah lelah di gelontorkan oleh segelintir orang yang memang sangat suka melihat keributan di negeri ini.


Pangkal dari bekerja apapun adalah ibadah. Kembali, kita diingatkan dalam Alquran, hidup didunia tidak akan lepas dari cobaan.  Tidak ada yang selamanya hidup enak terus dan tidak ada yang selamanya sengsara terus. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (QS. Al-Baqarah: 155).


Apapun pekerjaannya memiliki tantangan tersendiri. Menjadi pedagang bisa mengatur waktu sendiri namun uang yang diterima tidak tertebak. Berbeda dengan gaji buruh yang stabil dan tepat waktu. Semuanya Allah cukupkan rizki, tidak hanya materi berupa gaji. Anak, istri yang sholeh, sholehah, badan sehat, memiliki tetangga yang baik, bisa ibadah dengan tenang dll itu juga bagian rizki Allah. 

Jikapun menjadi buruh baiknya buruh yang memanusiakan manusia. Yang mendahulukan akhlak lalu ilmu. Yang memperbolehkan sholat dan menyediakan fasilitas ibadah. Yang menegur tanpa menyakiti, yang memperingati tanpa memaki.  Yang memiliki aturan yang ketat menyoal kekerasan dan tunjangan masa depan yang cerah. Dan keduanya hidup rukun, saling menguntungkan dan saling mendoakan.

* Foto milik facebooknews Banten

Friday 16 October 2020

Saya Buruh Dipabrik Sepatu

 



Dari 2007-2016 saya adalah buruh di pabrik sepatu tersohor di Serang Banten. 6 bulan pertama saya sebagai operator serabutan. Kadang mengelem outsole, menali sepatu, membaffing (menipisi) kulit, cek pola dll. Kemudian saya meminta mutasi ke bagian planning. Melalui tes di HRD kemudian di tempat kerja. Ala kulli haal saya bekerja lebih ringan, duduk dikantor dan berjam-jam menghadap komputer.


Bukan hal mudah, gedung kerjaku kategori proses assembling, setelah proses cutting. Barisan line baru dengan komposisi banyak karyawan baru tentu memiliki kesulitan dan masalah sendiri. Target dimulai perjam awalnya 100pcs perjam,nyata jarang terlampaui. 


Pernah ketika sampai finishing ternyata sepatu tidak seimbang tinggi rendahnya. Walhasil omelan pedas dari pengawas muncul, sambil memukul dengan outsole (telapak sepatu), "kamu makan kemenyan yak? Mati aja, mati". Nadanya tinggi dan matanya melotot. Aku yang belum selesai masa training hanya membisu dan menahan emosi yang tak karuan. 


Belum emosi yang lain yang tak bisa disebutkan. Bahasa kasar sering muncul oleh pengawas tanpa kendali saat masalah lapangan itu timbul. Pengawas dan supervisor dibawah tekanan target dan tuntutan kualitas dari atasan.  


Diakui, lemburan di lapangan tak terhitung jamnya. Apalagi jika dikejar ekspor. Dengan begitu otomatis uang lemburan lebih banyak dibanding karyawan yang di kantor yang jarang lembur. Meski kadang ada beberapa jam lemburan yang tidak terhitung. 


Tidak hanya masalah gaji yang diterima. Operator lapangan dan operator di kantor berbeda gaya fashion. Meski gaji pokok, operator kantor lebih modis dan cantik. Memiliki fasilitas AC, kursi empuk dan paling penting punya kemudahan mengurus cuti atau PC (Pulang Cepat). Dengan mudah di acc untuk cuti haid, cuti tahunan, cuti nikah, melahirkan, khitan, urusan agama dll. Sedang, jika dilapangan susah untuk cuti. Dengan banyak pertimbangan dan satu operator yang cuti bisa berpengaruh dengan hasil produksi, lagi target tim dan kualitas barang. 


Sekitar tahun 2009 usai kebijakan perusahaan diperbaiki. Jim keady seorang aktivis buruh berhasil meluluhlantahkan hati usai berdebat langsung dengan CEO Nike di AS,untuk membayar upah lemburan yang tidak dibayar selama beberapa tahun. Dengan mengganti sebanyak 1juta dolar. Meskipun demikian Jim akhirnya dideportasi dan tidak boleh lagi ke Indonesia.


Aturan mengenai kekerasan verbal dan nonverbal terpampang jelas dan direalisasikan. Sanksi tegas tercantum juga. Berikut juga aturan kerja dan lemburan yang semakin ketat, terkontrol dan disiplin. Alat-alat cangih disiapkan, seperti perbaikan cekrol absen dan pemasangan cc tv.  Pengawasan terhadap aturan berlaku pun tidak main- main. Bekerja dimulai dan berakhir ditandai dengan bel berbunyi. Dan memastikan ruangan benar-benar kosong sebelum dan sesudah bekerja. Dikhawatirkan ada karyawan yang mencuri start bekerja dan bekerja melampaui jam kerja.


Kini, saya disibukkan dengan mengurus rumah tangga. Usai ijab sah, selang beberapa hari kemudian memutuskan untuk resign. Pengalaman menjadi buruh menjadi perjalanan pahit manis. Suka dukanya dinikmati dan disyukuri. Ada banyak hal keinginan dan cita-cita yang terpenuhi saat menjadi buruh. 


Undang-undang omnibuslaw cipta kerja yang sudah disahkan tengah malam kemarin, rasanya membuat badan ini lemas, sedih, kesal, gereget dan mengumpat. Astaghfirullaah! Saya memang bukan orang yang langsung merasakan imbasnya. Namun, ancaman keberlangsungan hidup mereka begitu dekat. Di masa pandemi yang serba pailit harus ditimpa derita lagi. Pemerintah yang seharusnya sibuk menangani wabah corona, seakan mencuri kesempatan warganya yang di lockdown, di rumah aja. Vonis diketuk dengan buru-buru seperti dikejar setoran. Sedang, warga banyak yang menunda kepentingan tertentu karena terkendala pandemi. Dulu susah-susah elajar menghafal fungsi DPR, ternyata fungsinya nenyusahkan rakyat 


Lebih melindungi penguasa investor dan mengkerdilkan kaum buruh. Undang-undang yang dibuat hanya mengusung kepetingan perut penguasa yang segelintir. Tanpa mempertimbangan kaum buruh yang jutaan dan menghidupi keluarganya. 


Entah akan menjadi seperti apa nanti. Lelagi penguasa menyalah gunakan wewenang. Tak cukup sekali, mengutip dalam sebuah pidato, Presiden Soekarno berujar, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”. Nah, itu!

Tulisan ini terpacu setelah disahkannya UU omnibuslow. Yang diposting di beranda KBM (grup Komunitas Bisa Menulis di facebook) ternyata 1.2M member banyak alumni pabrik ini. Dan semalam KBM dihapus oleh babang Mark.

Foto by facebooknews banten 

Tuesday 13 October 2020

Kreatifitas Anak Untuk Anak Desa

 


Tak menampik hidup di desa memiliki kemudahan mengakses alam dengan mudah. Terasa sekali, saat sekarang terkadang bingung masak apa pekarangan samping rumah sangat membantu. Saat ada jantung pisang ya masak jantung, begitupun pepaya, daun kelor, daun singkong dsb.


Nah, ini menyangkut kreatifitas anak dan efisiensi yang ramah di kantong dan ramah lingkungan. Seperti mengulang saat masih kecil. Bermain gelembung dan pacar kuku. 


*Gelembung sabun


Saat bepergian atau berwisata Mika sering sekali tertarik dengan permainan gelembung. Untuk kemasan yang sederhana berupa gelas plastik dan 2  warna sabun gelembung seukuran es mambo biasanya dihargai 5 K. Sedang untuk kemasan plastik panjang dengan karakter biasanya dipasaran harga 10-15K.


Tian dan Aji sedang bermain bersama, keduanya bermain memetik daun riribang. Dengan inisiatifku, mereka ku ajak mengolah daun riribang menjadi gelembung. 


Daun riribang menyerupai daun sepatu. Bunganya merah berputik panjang menjuntai, biasanya liar dipinggir jalan. Setelah dipetik daun muda, kemudian ditumbuk hingga halus. Tumbukan daun biasanya berlendir dan licin. Lalu dicampur air, sabun colek dan diaduk. Untuk tongkat tiupnya, menggunakan ranting daun tretean yang ikat berongga.


Taraaa, dan jadilah gelembung yang murah meriah. Mika, Tian, Aji bermain dengan gembira. Senyumnya merekah bersama gelembung yang terbang terbawa angin. 


Jika dikalkulasikan, lumayan hemat. Belajar sambil bermain. Menggunakan bahan yang terdekat di lingkungan sendiri dan ramah dikantong.


* Pacar kuku


Gadget sangat berpengaruh dalam tumbuh kembang anak. Salah satu tontonan yang disukai Mika yaitu reality show diary likr Nastya dan Diana Show. Keduanya anak perempuan yang lucu, dengan segala aktifitas dan mainanya.


Tayangan bermain cat kuku membekas di pikiran Mika. Pernah meminta namun tak sampai merengek. Ide itu datang saat melihat pohon pacar di depan rumah tetangga. Mungkin kalau tidak karena anak, jalan-jalan ke tetangga tak mesti dijamah.


Izin meminta daun pacar sudah diiyakan oleh pemiliknya. Tak banyak, hanya segenggam tangan lalu kusimpan disaku. Tetiba Mika minta pulang karena ingin buang air kecil. 


Sesampainya di rumah, kutahan hingga nanti. Mengingat sang surya terik menyinari bumi. Mika berulang mencoba menumbuk dipinggir jalan yang panas. Rasa penasarannya ingin mengetahui hasilnya. 


Cobek dan ulekan mbah kupinjam. Supaya lebih aman tetap di dalam rumah. Selain tidak kepanasan tentu anak terjangkau pengawasan. Daun pacar ditumbuk hingga halus, beri sedikit air. Setelah lembut dibubuhkan dikuku hingga kering. 


Nyatanya, tak sampai kering Mika sudah tidak sabar. Ketidak hati-hatiannya lelagi salah satu kukunya tersenggol dan terlepas. Berulang lagi hingga sekian kali. Supaya cepat kering, tangan diletakkan di luar dan terkena sengatan matahari. Alternatif lain yang adem dengan kipas.


Mika melepas pacar kuku yang masih agak basah. Kuku Mika berubah menjadi warna orange pucat. Berbeda dengan punyaku yang lebih lama memakainya, orange terang. 


Ohya, daun pacar mengingatkanku pada masa kecil. Sering bermain pacar kuku dan meminta daun ke alm. magede (uwak). Setelah magede tidak ada, dulu dibelakang rumah matua (mbah) pun ada. Sekarang, jarang anak-anak bermain pacar kuku. Keberadaan pohon pun jarang juga. 


* Kereta dari kulit jeruk bali




Kebetulan sore kami melintas di rumah tetangga. Anak-anak sedang asyik bermain kulit jeruk. Didampingi ayah mereka, berkreasi menjadi kendaraan. 


Kulit jeruk itu diberi  tetangga sebelah. Harus hati-hati mengupasnya, supaya kulit dan buah tetap bagus. Sebenarnya keluargaku juga dikasih, hanya saja dikupas dengan kulit jeruk dengan potongan kecil-kecil. 


Potongan menyerupai bulan sabit itu dijadikan badan kendaraan. Dibuatlah 4 roda yang dibentuk bundar. Ditusuk dengan lidi untuk menyatukan. Nah, selanjutnya mereka berimajinasi. Dibuat orang-orangan, lampu merah, kursi dsb

Bukan Piknik Dimasa Pandemi




Untuk ke tiga kalinya 3 bocil ini perjalanan jauh. November tahun lalu acara Om Wildan wisuda di Jogja. Juni akhir kemudian om Wildan menikah di Magelang dan kemarin di puncak pandemi akhir September ke Pati, tilik bayi tante Iin.


Bukan tanpa khawatir, tak cukup berbekal doa. Bermasker pasti, walau kadang copot pasang 😁 ada gerah, makan, sholat. Dalam hati terus berprotokol istighfar, minimal menenangkan diri dan menghindari kepanikan. Emak, bapa, Tante Ani dan kedua buah hatinya Amanda dan Marisa juga kami. Ala kulli haal sehat hingga kini.


Aku menyebutnya bukan piknik di kala pandemi. Silaturrohmi, itu yang paling tepat. Menjajaki kota Pati yang berdekatan dengan kota ukir. Perjalanan yang melewati tol kali kangkung via tegal - Semarang  lumayan menyingkat waktu. Dari Bumiayu menuju tol ke Tegal butuh waktu 2 jam. Lalu menembus tol dengan kecepatan 120km/jam, sangat cepat. Sedang, keluar tol perjalanan melewati Kudus, Demak, Pati, Juwana, Puncel. Untungnya, jalan datar bukan naik turun. 


Ajakan 'ngembun' dari om Mintono dibalas antusias. Menuju pantai di Goa Manik, masuk daerah Jepara. Sekitar menempuh perjalanan 20 menit dari rumah. Pagi yang mendung disambut matahari yang malu-malu keluar dari peraduannya. Debur ombak terus menggerus bibir pantai. Gemuruhnya membuat Mika takut. 


Mika masih ingat diperjalanan saat melihat gunung kapur. "Mamah itu ada lavanya?", "enggak ada sayang" jawabku. Kemudian di pantai Mika bertanya lagi, "Mamah, nanti lavanya tumpah ke pantai, takut" ini yang membuat Mika takut mandi di pantai. Memilih menjauh, mendekati padang rumput ilalang yang dimakan gerombolan domba. 



Aku melihat emak dengan rona bahagia. Mantai kali ini emak terlihat lepas. Meski tak memceburkan diri ke air. Emak asik menikmati pasir, berjalan menyusuri  pantai, berbagai pose didepan kamera dengan senang hati dll


Masa pandemi membuat banyak objek wisata ditutup. Anjuran pemerintah, yang mengkhawatirkan penularan virus corona. Berada di pantai hanya ada kami sekeluarga serasa privat pantai. Bangku-bangku kosong, tidak ada satupun pedagang. Namun, perawatan tetap berjalan, pagi itu banyak petugas kebersihan menyapu dan berlalu lalang membawa sampah. 


Tuesday 8 September 2020

Gegedeg Squad, Kalian Menang Sebelum Menang

 


Tak selalu digandrungi kaum emak dikalangan pengajian, qasidah sering juga menemani musik anak sekolahan. Kaum remaja khususnya bangsa melayu paham akan seni tsb. Cara permainannya yang memukul rebana dan dengan syair syiar yang easy listening. 


Rebana yakni sebuah alat yang terbuat dari kulit lembu menyerupai bedug pada masjid , namun berukuran kecil , sehingga cara memainkannya pun dengan di bawa oleh tangan kiri dan di mainkan dengan tangan kanan.


Ohya, di bulan kemerdekaan kemarin karang taruna desa Adisana menyelenggarakan lomba kosidah. Lomba tsb hanya berlaku untuk dukuh-dukuh yang ada di Adisana. Dari sekian dukuh, hanya 9 grup yang mendaftar. Nah, disini ada satu grup yang menarik perhatian. Pemuda-pemudi yang mengisi kegiatan daring dari sekolah diisi hal positif. Lalu, nyalinya diuji untuk berkompetisi dilomba qasidah dalam rangka harlah yayasan Assalafiyah Dukuh Kweni.


Lahir dari organisasi remaja RT 06 Dukuh Kweni yang berlatih memanage organisasi (HIPAMA = Himpunan Pemuda Mahalul Ittihad). Mereka mencoba kompak, rukun, berbagi dan saling bertukar gagasan serta informasi. Gegedeg squad nama pilihan yang terpilih untuk menamai band kepret mereka. Tampil perdana saat acara resepsi Agustusan. Perlahan nyalinya ditantang untuk belajar berkompetisi.


Malam-malam kemarin telinga ini disuguhi tabuhan rebana. Pemuda-pemudi saling mensuport untuk berlatih. Semakin hari semakin stabil iramanya. Mereka meninggalkan acara televisi kesayangannya. Sementara mereka tidak berkumpul bersama keluarganya, telapak tangannya pegal dan memerah. Otaknya diajak berkonsentrasi mengingat ketukan nada. 


Mental mereka diasah. Menghajar rasa malas, melawan gabut dan mager. Kebersamaan yang bukan dalam toxic pertemanan. 

Pertemanan yang positif. Kebersamaan yang akan nengendap diotak sangat lama. Lalu, dikemudian waktu akan menjadi rindu dan lembaran kenangan indah. 


Lucunya memikirkan kostum untuk tampil. Usia sekolah masih bergantung dengan orangtua. Awal tampil, custom case. Hampir semua punya batik dan bawahan hitam. Lalu demi kompetisi dan dana cekak, mereka meminjam baju wisuda. Atasan brokat dan bawahan batik. Model kekinian ala anak muda dan hijab mengkilap segi tiga. Kemudian, hari ini mereka tampil dengan tunik seragam batik baru. Tidak gamis? Hehe kembali untuk mengingat low budget. Emak-emak boleh saja heboh, Gegedeg Squad kostum elegan dan goodlooking juga kok😍



Kalah, bukan! Itu bukan masalah. Mereka menang sebelum menang. Dalam kompetisi kalah menang sudah lumrah. Honestly, mereka menang akan banyak hal. Menang untuk menghimpun kekuatan diri, membebaskan malas, takut, mengembangkan bakat, disiplin dan percaya diri yang meningkat. Kebahagiaan kebersamaan yang tak ternilai harganya. Tawa ceria, senyum sinai yang terpancar dari raut sahabat. Dukungan keluarga dan lingkungan. Semua terpupuk alami dengan berlatih dan adanya kompetisi itu. Ah, semesta mendukung 😀

Monday 7 September 2020

Bertani Dan Cinta

 



Lahir dari darah petani, seakan terpanggil jiwa ini. Sedari kecil bapa sudah terbiasa bercocok tanam. Kebunnya ada dibeberapa tempat dan memiliki sawah. Melihat bapa, berkebun memiliki arti ketenangan dan kedamaian. Berkebun di tengah ladang menepi dari kesunyian, ditemani suara alam, berbaur dengan tanah,berani kotor dan tak takut nyamuk. 


Emak juga hobi sekali berkebun bunga. Uniknya, setiap pergi kemanapun jika melihat bunga bagus, tidak segan untuk mengambilnya. Entah meminta biji, benih atau menanam dari rimpangnya. Menurut orang tua dulu, tangan emak dan bapa dikenal dengan istilah 'tangan adem', artinya seringnya setiap menaman tumbuh dan berbunga.


Seperti memiliki bayi baru. Tanaman kecil dirawat dengan penuh kasih sayang. Pokok utama dalam menanam kita tahu, perlu perhatian menyirami air, menyiangi rumput atau gulma dan memberinya pupuk. Perhatian ini juga menyita waktu dan tenaga. Nah, ini yang membuat Mika, anakku cemburu. Saat menyiram beberapa kali Mika sengaja menaruh poci untuk menyiram ke tempat asal. Ketika saya meminta izin mengurus tanaman, Mika berkata, "Biarin tanamannya mati, gak usah siram" muka kesalnya tergambar jelas. Saya berusaha menjelaskan dan merayunya. Begitupun saat Mika ngegas, "Mamah, urusin Mika" saat baru akan menyiram. Duh! usia 3-5 tahun memang sedang di fase electra komplek, dimana membutuhkan kasih sayang dan perhatian penuh dari orangtuanya.


Sebenarnya, bercocok tanam dimulai saat pandemi, termasuk faktor mendukung ketahananan pangan (hik, so idealis😊).Saat dilockdown, saya harus pindah ke rumah mertua. Kebetulan di samping rumahnya ada pekarangan kosong. Perlahan dibereskan dari sampah besar,  suami mulai membabat rumput yang tinggi, dicangkuli dan ditanami singkong, cabe, tomat, terong dan beberapa bumbu dapur, seperti sereh, lengkuas, kapolaga. Diselingi beberapa bunga biar lebih sedap dimata. Aglonema ada,namun bukan tanaman prioritas, hanya sekedar ikut trend dan pelengkap saja😀


Belajar dari berkebun, aku melihat kegigihan gulma atau rumput liar. Seberapa kalipun dicabut atau dibabat akan tumbuh kembali. Berusaha menyaingi pemeran utama. Akarnya kuat mencengkram tanah dan cepat sekali tumbuh. Ah, aku melihat tidak bedanya proses hidup manusia. Siapa yang berhasil unggul, dia yang dirawat, disayangi, berani berkompetisi terus untuk maju dan menyingkirkan lawan. 


Saat membuka buku herbal, rupanya banyak rumput liar yang tumbuh ternyata untuk obat. Memiliki khasiat masing-masing secara alami. Benar saja, tidak ada yang sia-sia Allah ciptakan. Hanya saja kita yang belum tahu. Pantas saja sering disebut dalam Alquran "afalaa yatafakkarun, afala yandhurun" yang artinya apakah kamu tidak berpikir, apakah kamu tidak melihat. 


Imam Muslim juga meriwayatkan hadis dari Jabir bin Abdullah bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda: “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman kecuali yang dimakan darinya merupakan sedekah, apa yang dicuri darinya merupakan sedekah, apa yang dimakan oleh binatang buas merupakan sedekah, apa yang dimakan oleh burung merupakan sedekah, dan apa yang diambil oleh orang lain juga merupakan sedekah.” dalam lafal lain: “…Merupakan sedekah sampai akhir kiamat”


Honestly, tanaman yang dikurung jaring sintetis itu titipan suami, sebelum berangkat ke ibu kota semasa pandemi. Sempat bertengkar sebab aku lupa menyiraminya. Usia tanaman baru hitungan hari. Merawatnya adalah cinta dan baktiku kepada suami. Sedang tanaman lain yang kutanam memanfaatkan lahan kosong. Mungkin nanti, jika rezeki materi sudah terkumpul kebun itu akan dibangun rumah sederhana kami. Aamiin


Kabar gembiranya, tomat, terong sudah berbuah. Cabe sedang berbunga dan beberapa benih yang kutanam sudah terlihat kuncup bunganya. Ah, senangnya hati ini. Proses alam yang memanjakan mata. Warna-warni daun, bunga bermekaran yang sedap dipandang. Hariku lebih cerah, saat menatap dibalik jendela, ada tanamanku yang hijau ditiup angin. Daunnya bergesekan. Di pagi hari tampak segar dan gagah, siang layu dan sore segar kembali.


Pah, dua purnama telah kutunaikan kewajiban menjadi cinta. Namun, kasih sayang ini akan penuh dengan kehadiranmu. Bunga-bunga cinta ini kusebar berbisik ke langit, agar papah dalam sebaik-baik penjagaan. Sehat lahir batin, iman Islam dan menempuh ujian dengan lancar dan sabar. Membangun rumah kecil dan hidup masih mimpi, semoga damba kami nyata 😍😘

Wednesday 19 August 2020

Mengisi Kemerdekaan yang ke 75

 Terimakasih Panitia Para Pemuda RW 3


Emak narsis satu ini mencoba memberi testimoni. Nasionalis, patriotis memang tidak melulu ditunjukkan hanya saat hari kemerdekaan saja. Sepanjang darah mengalir akan selalu ada mencintai tanah air dan nasionalis. Rasa ini akan terasa sekali jika kalian ke luar negeri. Tidak berbeda rasanya mencintai tanah kelahiran kampung halaman, terlebih saat di rantau.


Sepekan kemarin sudah dilalui berbagai macam lomba. Bersifat tidak kesuluruhan perdusun. Tepatnya Dukuh Kweni RW 03, hanya diwakili 3 RT, yakni RT 05, 06, 07. Anakku usia 3 tahun sangat antusias dan girang mengikuti lomba. Meski usianya belum masuk kategori, diperbolehkan hanya sekedar tim hora-hore.



Sore-sore itu akan menjadi pertemuan dan kenangan manis. Anak-anak lelarian diatas tanah basah sisa diguyur hujan. Begitupun malam-malam syahdu pertemuan para panitia yang saling menyatukan ide. Berbagi cerita, tawa dan canda. Malam eksotis lomba ditutup dengan panjat pinang. Pemuda bertelanjang dada memanjat dengan penuh perjuangan. Sedang beberapa pemudi memanjat doa supaya segera dipinang  #eh😆


Kalian tahu, bukan hanya sekedar kebersamaan itu yang menyatukan. Kepala dengan rambut yang sama hitam, berupaya dengan satu anggukan dan melangkah bersama, singsingkan lengan. Dengan satu mulut dan dua telinga yang kita miliki bermakna lebih banyak mendengar dari pada bicara. Dari penglihatan mata menjadi lebih mengenal teman melalui karakter, dari gaya bicara, ketawa, cara jalan, baju yang dikenakan, kebiasaan yang tidak biasa ataupun yang lain.


Jalan kalian masih panjang, ada banyak hal yang harus dititi. Sebelum benar-benar ingin menyatukan kedua kepala menjadi pasangan hidup. Tidak ada hukum haram soal jomblo selagi muda, toh kemerdekaan diraih dengan bersatu, bukan berdua. Bekal ilmu dan pengalaman lah yang digali selagi muda. Bukan kaum rebahan yang hanya bermimpi. Namun bangun dan meraih mimpi untuk masa depan yang gemilang. Ups, koq ngomong jomblo 😀


Merdeka di era sekarang berbeda dengan merdeka saat kolonial. Merdeka itu bisa banyak diartikan. Setiap orang akan berbeda memaknainya. Semoga tidak terjajah pikiran dan perasaannya. Kemerdekaan yang sesungguhnya disertai tanggung jawab. 

Mari merdeka dari hal buruk. Mungkin beberapa tetangga kita mengartikan merdeka itu terbebas dari jeratan hutang dan riba. Atau merdeka itu hidup di rumah sendiri, bukan dirumah orangtua atau mertua, ah itu aku saja mungkin 😅 Kalau kalian, merdeka itu apa?


Terimakasih untuk kerja kerasnya. Berupaya menyajikan yang terbaik. Kalian kompak, rukun, percaya diri, pemberani dan kumpulan pemuda-pemudi yang baik juga hebat. Kekurangan akan selalu ada, tapi masih wajar. Kemarin, sekarang dan nanti adalah proses. Belajar tidak selalu di bangku sekolah. Malahan sekarang belajar di rumah. Setiap kepala memiliki perjalanan hidup sendiri. Berbagi untuk kebaikan, dan pandai-pandainya kita untuk saring sebelum sharing.


Sekali lagi terimakasih untuk dukungan dan doanya warga RW 03 yang budiman. Anak-anak yang hebat dan kreatif. Penampilan menari yang menarik, pembacaan puisi yang menggugah dan iringan akustik yang sangat asik. 



Monday 10 August 2020

Kondangan Dan Berkat

 


Berkomunikasi dengan beras masih menjadi budaya yang tak lekang oleh waktu. Bagi warga Adisana, umumnya sekitar Bumiayu masih menjalankan itu. Masyarakat yang pada umumnya berprofesi sebagai petani. Dari menengok bayi, takziah, sedekah, sambat, iuran biasa disebut cimitan dan kondangan.


Di bulan haji atau Dzulhijah, biasanya banyak orang yang menggelar hajatan, baik khitan ataupun pernikahan. Nah, ini yang kerap menjadi dilema. Meski bentuknya bukan wajib, namun sebagai tetangga ataupun saudara terkadang merasa 'tidak enak'. Kita tahu setiap rumah memiliki perputaran ekonomi yang berbeda. 


Dibeberapa kampung, kondangan menjadi semacam investasi dan hutang piutang. Umumnya beras 2,5 kg dan mie 2 bungkus. Jika lebih dari itu bisa dipastikan akan mengharap kembalian dengan rupa, bentuk yang setara. Biasanya beras 5 kg atau kelipatan dan tambahan 'umpang-umpang', seperti minyak, telor. Ada berupa makanan yang sering disebut 'lawuh medang', seperti dodol, kue basah, kue kering. Belum isi amplopnya. Ini akan menjadi catatan tersendiri untuk mengembalikannya.


Bisa dikalkulasikan untuk kondangan umum, beras 1kg, Rp. 8000 x2,5 = Rp. 20.000 dan mie 2 bungkus Rp. 10.000, jika isi amplop masih relevan Rp. 25,30 ribu. Jika akan menyumbang lebih terserah. Dulu pertama kali kondangan tahun 2012, masih ingat hanya goceng, usiaku masih 15 tahun. 


Dari kondangan umum tsb biasanya mendapat berkat berupa 2 nasi dibungkus dari kertas minyak dan 2 sudi lauk, yang berupa mie, tempe dan telor bulat dan 2 bungkus kue kering. Dan untuk kondangan amplop atau kado, diberi berkat berupa nasi yang diberi wadah (cepon plastik) dan lauk yang sama lalu dibungkus plastik. Dan sering, sampai banyaknya berkat menjadi mubadzir. Ayam pun ikut makan berkat juga.


Selain silaturrohmi, sebagian masyarakat memandang kondangan menjadi ajang adu gaya hidup. Siapa yang mewah, sederhana akan nampak dengan model hajatan yang digelar. Semakin banyak relasi seseorang semakin banyak undangan disebar.


Flasback dulu, waktu aku kecil. Emak memiliki 9 anak, makan telor adalah makanan mewah. Berkat akan menjadi incaran saat emak pulang kondangan. Dulu, telor berkat hanya separo. Sampai rumah harus dibagi lagi dengan adik. Kadang dibelah memakai pisau, kadang juga benah. Lauknya enak, buncis, lodeh kacang, ikan asin, serundeng dan telor diatas wadah piringan daun pisang.


Nah, yang jadi persoalan sekarang saat mereka yang mengirimi undangan, tapi yang diundang tak ada modal untuk menghadiri. Tidak semua warga punya uang atau simpanan cukup beras. Terus bagaimana? Ada yang dipaksa berhutang dulu, ada juga yang membiarkan tanpa balas. 


Begini, hukum siapa yang menanam dia akan memanen. Itu benar adanya. Siapa yang rajin kondangan, maka ia akan dikondangani, siapa yang diundang datang akan sebaliknya. 


Di masa pandemi ini, tidak ada undangan yang kuterima. Hanya tetangga pilihan yang kudatangi, mengingat akrab dan ada yang saudara. Selebihnya mohon maaf, kepentingan untuk sehari-hari lebih wajib dicukupi. Terlebih masih menjadi warga nomaden, berpindah dari merantau dan kampung lalu sebaliknya.


Mungkin nanti tidak ada undangan yang akan disebar, hanya sebatas tasyakuran walimah yang langsung ada makanan yang sampai ditangan warga. Semoga bisa tidak sering membebani orang dan bisa berbagi sesama.


Bumiayu, kota kecil 10-8-2020

Qismika's mom

Monday 20 July 2020

Menata Di Tengah Pandemi Covid-19



Pandemi covid-19 nyatanya tidak serta menghapus semua mimpi. Bisa jadi ekonomi rumah tangga kembali ke titik 0. Ini yang kami alami, keluarga kecil dengan sumber penghasilan usaha kecil. Karena sepi order, kami memilih menepi di kampung. Secara otomatis keuangan yang sudah ada dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Di ibukota kami hidup di kontrakan tanpa dapur. Setiap kali makan harus beli sayur dan memasak nasi sendiri. 

Konten yang baru saja digarap terpaksa mandeg. Bukan tanpa usaha, semua peralatan dibawa. Sayang, laptop yang ada tidak mumpuni untuk mengolah. Niatnya untuk mengisi waktu, membuang jenuh, dan berhadiah jika beruntung 😂 hehe dikira jajanan anak. 

Pertengkaran rumah tangga dan perceraian meningkat dibelahan dunia. Seiring intensifnya pertemuan antara suami, istri dan anak yang diisolasi di rumah saja. Sementara beban adaptasi dari segi material dan imaterial cukup gampang-gampang rumit  Lebih dari 2 pekan, bahkan banyak yang berbulan-bulan. Tidak munafik, pertengkaran selalu ada, namun masih batas wajar. Tidak berlebihan dan tidak lama akur kembali. 

Selalu saja ada celah hikmah dibalik ini. Keterbatasan komunikasi penyebabnya. Latar belakang hidup seseorang tidak menjamin untuk mudah memulai obrolan. Meski dengan orang terdekat sekalipun. Kecuali terdesak keperluan. Secanggih apapun gawai dengan menggunnakan sosmed manapun, jika seseorang dengan watak cuek dan asik sendiri ya sudah mereka ada di zona nyamannya. Paling banter bahasa adalah ilmu teka teki, mencoba memahami. Lalu, tahapan sabar selanjutnya yaitu saat emosi membuncah. Nah, disitu ada letupan unek-unek. Disitulah keterbukaan komunikasi, ya meski dengan cara yang kurang enak

Ada 5 bahasa kasih sayang dalam tiap manusia yaitu pujian, waktu, sentuhan fisik, hadiah dan pelayanan. Ke-5 bahasa kasih ini wajib  untuk bayi yang baru lahir sampai 2 tahun. Sedangkan setelah melewati usia itu, hanya perlu satu bahasa kasih. Disitu saya tersadar setelah menonton video Dr. Aisyah Dahlan, ternyata bahasa kasih suami adalah pelayanan. Sedang anakku Qismika, 3tahun adalah sentuhan fisik.

Setelah pindah di pondok mertua, kami mulai berbenah. Memulai untuk memanjakan lidahnya sesuai masakan ibunya. Lain ladang lain belalang, nyatanya resep dari emakku dan mama mertua soal bumbu jauh berbeda. Mama mertua keluarga suka pedas dan bumbu serba terasi enak, sedang emak sebaliknya. Inilah yang kerap membuat nyaman di rumah orang tuanya. Dan mama mertua memaklumi dan sangat sayang pada kami.  Kami itu, menikah dengan orang yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari rumah. Sedangkan, saya sendiri betah di rumah tempatku dibesarkan. Begitupun anakku, banyak teman dan dekat warung. 

Nyaman di rumah orangtua masing-masing, lalu bla bla bala kami menyatu di bawah atap mama mertua. Setelah tahu suamiku meriyang, sentuhan demi sentuhan dari intensitas pertemuan 24 jam non stop semakin membaik. Sehat dan bekerja sama mengurus anak lalu mulai berkebun.

Tidak ada hal yang terlambat, butuh proses dan kesabaran yang terlatih dari setiap peristiwa. Ada sebutan "Mah, bikin kopi. Mah, masak ini" dan setiap ada ibu sayur keliling, papah kode "Mah, aku suka sayur ini". Dan terkadang lagi istirahat sebentar, "Mah, anakmu mau pipis" duh!! Padahal baru kelar nyuci 😬

Peristiwa demi peristiwa sejatinya mengingatkan tentang pelajaran menikah. Perjalanan menikah adalah proses mengenal sepanjang hidup, semakin usia bertambah, semakin banyak anak dan bertambah besar cerita akan terus mempelajari dan belajar kembali. Sejatinya semakin mengenal semakin membuat nyaman karena arti memahami.

Kekhawatiran rizki secara kesuluruhan, alhamdulillah cukup sekali. Nikmat sehat, berkumpul dengan keluarga, lingkungan yang nyaman. Alhamdulillaah alaa kulli haal. Hanya saja diri sering abai dengan fabiayyi aalaai robbikuma tukadzibaan, astagfitullohal adziim.

Saat Orang Terdekat Penyintas TBC



Idul fitri tahun lalu menjadi bersejarah, tepatnya dimulainya 6 bulan rutin obat Isanozoid ditenggak tiap pagi sebelum makan. Vonis TB paru aktif di dalam keterangan rongsen dan cek dahak dari pihak puskesmas.

Sebenarnya sudah dicurigai sejak batuk yang tak kunjung sembuh selama 3 minggu, kurang nafsu makan, badan kian kurus, cepat lelah dan demam tinggi. Sering, saking pengin menggugah makan, pagi-pagi minta rujak buah. Namun, entah apa yang membuat suami mengundur-undur waktu untuk pemeriksaan lebih lanjut. 3 kali ke klinik dengan obat batuk yang hanya meringankan saja, pernah sekali suntik vitamin C. 

Suamiku perokok aktif. Hanya 3 hari tanpa rokok waktu sesak dadanya menyiksa. Kemudian hanya mengurangi dan kembali seperti semula. Tak terhitung berapa kali pertengkaran rumah tangga karena rokok. Nyatanya selalu berujung mengalah, sabar dan mendoakan agar Sang Pencipta yang bisa membolak-balikkan hati hambanya.

Tidak ada kekhawatiran yang berlebihan. Butuh sikap tenang dan berpositif thinking bahwa semua akan baik-baik saja. Mengingat adik iparku juga lebih dahulu mengidap penyakit itu. Sebulan sekali mengambil obat di RS rujukan BPJS. Nyatanya, obat tsb bisa dibeli di apotek.

Berbeda dengan suami, tidak menggunakan BPJS dan pemeriksaan awal hingga akhir di Puskesmas, itu pula secara cuma-cuma. Untuk 1 bulan pertama obat Isanozoid selembar berisi 28 butir sebesar biji melinjo berwarna merah, sekali minum 3 butir di pagi hari. Kemudian bulan selanjutnya dosis direndahkan, bentuk pil lebih kecil, pipih dan berwarna kuning. Selembar 28 butir juga dan sekali minum 3 butir. Obat tsb tidak dijual di apotek.

Selama masa berobat, kami berusaha berhati-hati mengingat diantara kami memiliki buah hati yang masih kecil. Tidak menggunakan tempat makan yang sama dan mengurangi sentuhan fisik terutama ciuman. Sering berjemur dan membuka jendela agar sirkulasi udara dan sinar mentari masuk.

6 bulan sudah berlalu, dokter belum juga menyatakan bersih. 9 bulan meminum obat tanpa lupa sehari. Itu sangat perjuangan, butuh disiplin dan kerja sama saling mengingatkan. Sebab, konsekwensinya jika lupa sehari, akan diulang lagi minum obat dari awal. Alhamdulillah, sekarang sudah sembuh. Begitupun dengan adik iparku. Namun tidak dengan sepupuku, enggan minum obatlah penyebabnya. Di akhir Februari tahun ini sudah dipanggil Sang Penguasa (alfatihah).

Di masa pandemi ini sebenarnya khawatir. Mengingat covid-19 menyerang paru-paru juga. Sebisa mungkin hidup sehat dan mengikuti protokol yang ada. Juga protokol istighfar, doa juga sedekah seperti anjuran ustad AA Gym. 

Tidak ada maksud membuka aib sendiri, ini berbagi cerita. Tidak semua orang mau berbagi kisah. Dan kisah ini sudah dilalui dengan manis. 


Wednesday 19 February 2020

Merawat Konten Kreator Pemula


Melewati proses yang tidak sebentar, apalagi baru seumur hitungan jari purnama. Sabar dan terus mencoba menyajikan yang terbaik. Latihan dan terus latihan. Itulah suamiku, yang sedang merawat konten cover lagu di channel Andy Herman. Malam-malam dilalui dengan menghafal lagu, kunci gitar, belajar improve. Mengulang dan mengulang lagi.

Bahkan buah hati kami, saat ditanya papah sedang apa, jawabnya nyanyi cinta 😀usianya 3 tahun bulan depan. Kami tinggal dikontrakan lantai 3 dan 4. Lantai 3  untuk tidur dan lantai 4 untuk bekerja. Terganggu dan berisik, iya terkadang. Setidaknya bukan tetangga yang terganggu. Sebab yang kami tinggali bangunan paking tinggi diantara yang lain. Pekerjaaan utama sablon manual. Menjadi konten kreator itu mengisi waktu. Terkadang kerjaan banyak kadang pula sepi. Memanfaatkan waktu dan mencoba keberuntungan dengan ilmu yang didapat secara otodidak.

Lelah itu belum terbayar tuntas. Kepuasan itu ada saat banyak penonton yang menyukai. Meski belum banyak, terus dicoba. Memperbaiki kesalahan-kesalahan kecil saat bernyanyi dan memetik gitar. Ketajaman telinga untuk menghindari noice, suara fals,  kepleset saat bergitar dll.

Persyaratan ketat youtube untuk bisa dimonetisasi membuat usaha lebih gigih. Yakni persyaratan 1000 subcriber dan 4000 jam tayang. Tidak mudah untuk orang biasa bisa mendapatkannya. Kami terlahir dari kampung yang jauh dari kota. Merantau bergaul dengan orang di perkampungan Jakarta yang padat penduduk. Sebagian orang, sayang jika membuka youtube karena menyedot banyak kuota. Sebagian lagi juga kurang uptodate tentang tekhnologi dsb.

Berbeda dengan channel youtube milik artis atau para pesohor. Mereka sudah memiliki nama dan popularitas di masyarakat. Dengan mudahnya masyarakat digiring untung kepo. 1000 subcriber dan 4000 jam tayang hal kecil dan ringan. Sambil selimutan usai video diupload saja langsung penonton datang sendiri.

Upaya ditempuh berbagi lewat sosial media di beranda atau pun story. Dari facebook, whatsapp, instagram sudah pengumuman. Bahkan tidak sedikit kami mengetuk pintu ke pintu teman dekat dan saudara untuk mensubcribe. Grup whatsapp, facebook  juga. Hasilnya, 5% menonton dan 0.5 mensubcribe.

Phillow talk bersama suami ada beberapa menambah subcriber seperti saran yang dicari digoogle. Salah satunya menggunakan aplikasi tertentu atau membelinya. Suamiku tak menyetujui, nenurutnya lebih baik mendapatkan subcriber yang alami saja. Buat apa subcriber hantu, nanti belum tentu bisa menonton. Lebih baik sabar dan terus menyuguhkn yang terbaik dikonten. Secara otomatis penonton akan bisa menilai dan menyukai tanpa keterpaksaan.

Menikmati proses dan terus merawatnya. Konten kreator pemula bak memelihara benih tanaman, harus dipupuk, disirami secara rutin. Menanti berbuah itu hasil dan diupayakan sejak sekarang dan seterusnya.  Berharap iseng-iseng yang menghasilkan. Hobi yang membawa keberuntungan. Masih ada 10 bulan lagi, semangat!!

Silakan menikmati
https://youtu.be/FRL1xNZASQc

Saturday 8 February 2020

Anak di Bawah Usia 3 Tahun Juga Perlu Pendidikan

Sebelum berangkat sekolah


Pentingnya pendidikan Islam sejak dini

Pendidikan untuk anak kerap kali ditujukan untuk mereka dengan rentang usia 4-6 tahun. Padahal, menurut penelitian, anak pada usia 0-3 tahun sudah butuh pendidikan. Mengutip dari Kompas.com, penelitian tersebut mengatakan, usia pada rentang 0-3 tahun merupakan Golden Age. Dikatakan demikian karena 80 persen pertumbuhan otak terjadi pada masa usia emas tersebut, sedangkan penyempurna sebesar 20 persen terbentuk pada masa pendidikan di atas usia tersebut.

Nah, itu rujukan yang tepat untuk anakku yang tepat bulan depan 3 tahun. Sekarang sudah mulai les calistung di RPTRA sejak sebulan yang lalu. Bukan kehendak saya atau pun papah ya. Namun Mika sendiri yang bersikeras ingin sekolah. Seringnya melihat anak-anak bersekolah sejak ia bayi. Secara rumah mbah hanya selangkah dengan TK. Lalu sering melewati kakak-kakak yang sedang sekolah baik yang melewati pasar atau arah yang lain. Hal penting dari sekolah lebih dari sekedar akademis, melainkan belajar bersosialisasi, berbagi, bergerak dan bekerja sama.

Sebelum bersekolah, Mika sudah saya perkenalkan dengan huruf alfabet, hijaiyah, angka, bentuk, nama hewan, buah, warna, alat transportasi dll. Jadi, saat mengikuti pelajaran, Mika tidak kaget. Mata dan badannya tidak fokus, namun telinganya mendengar tajam. Wajar, meski sedang lelarian Mika bisa sambil bernyanyi atau berdoa dsb.

Kekuatan pendengaran itu lah yang meyakinkan saya untuk terus meracuni dengan hal-hal baru. Soal menyanyi, Mika mudah menghafal lirik dengan baik. Ini yang diterapkan juga dalam menghafal Alquran. Saya kurang telaten untuk mengajar iqro perlu konsentrasi anak yang tinggi. Sudah mencoba, antusias Mika lebih menyukai langsung mengaji Alquran langsung. Keterbatasan dalam pengucapan tak menjadi halangan. Seperti huruf 'ro' maklum masih pelo😀 Lain dengan membaca Alquran, meski tidak melihat, telinganya tajam mendengar dan lidahnya ikut bergerak mengikuti.

Beberapa bulan ini Mika sudah bisa sambung ayat hingga surat Al Asr terhitung dari surat Al fatihah. Alhamdulillaah, rasa senang dan bangga yang berbuah manis. Sesekali libur, lebih rutinnya usai bada magrib dan sebelum tidur hafalan surat pendek itu diulang. Makhorijul huruf, qolqolah dan tajwid saya tekankan. Terlihat kesal saat lelagi diulang, namun perlahan mulai terbiasa dan tersenyum-senyum dibuatnya. Tak lupa saya memberi pujian, masya Allah, Tabarokalloh, awasome, hebat dan mencium pipinya.

Eksperimen saya uji saat memasuki surat Al fiil. Sebelum memulai membaca saya ceritakan asbabun nuzul surat tsb. Pertama menyebut surat al fiil artinya gajah. Mika kegirangan, menyebut hewan gajah dan mendiskripsikan bentuknya. Selanjutnya kembali menceritakan isi dari surat tsb. Masya Allah dari sekian surat, surat Al fiil yang paling cepat dihafal. Menurut Mika, gajah yang menyerang kabah dilempari dengan kerikil panas oleh burung Ababil yang dikirim oleh Allah. Kemudian gajah menjadi berlubang-lubang seperti daun yang dimakan ulat. Dan ulatnya dimakan Mika. (Ulat permen yupi yang dimaksud) 😂

Untuk hafalan doa pendek pun saya ajarkan sebelum tidur. Waktu yang panjang merayu Mika untuk benar-benar bisa memejamkan mata. Dari pukul 21.00 lampu dipadamkan dan tertidur dipukul 22.00 atau kadang lebih. Selama itu pula waktu dihabiskan untuk mengobrol ngalor-ngidul, menghafalkan doa-doa dan artinya, menghafal surat pendek dan menjelang terlelap menggaruk-garuk badannya. Doa yang sudah dihafal yaitu doa sebelum tidur, doa untuk kedua orangtua, doa untuk kebaikan di dunia dan akhirat, doa sebelum makan dan belajar.

Soal menulis, belum saya arahkan dengan tegas. Lebih sering mengajarinya menggambar dan mewarnai. Seusianya biar disibukkan bermain dan belajar yang disukainya saja. Mika paling suka menggambar kucing dan sangat suka dengan karakter little pony dan hello kitty yang berwarna pink. Dari baju dan perlengkapan kebutuhannya, Mika memilih warna pink.

Kekurangan bukan sama Mika, tetapi mamahnya. Yang masih enggan lepas dari menatap gadget dan membiarkan menonton televisi berlama-lama 😥 Mungkin jika itu dikurangi hasil mendidik Mika lebih optimal. Bukan karena alat smart yang bisa menjadi penghafal Alquran pula. Yang terpenting dari mendidik anak dan jika ingin menjadi hafidz karena ada pendamping yang telaten dan sabar. Alat atau mesin hanya penunjang, dan saya tidak memiliki. Wajib, iya enggak juga 😬

Tuesday 28 January 2020

Mbah Dakem Dan Mbah Surti

*cerpenlokalitas

Di ruang tengah mbah Dakem duduk di kursi reyot. Tangannya terampil menyisir anak kutu yang bersarang dirambut putihnya. Gigi pongahnya sesekali menggigit-gigit hasil tangkapannya. Mata rabunnya nanar melihat langit-langit atap tanpa plafon yang tertembus sorot matahari. Dingin angin malam juga menembus ke dalam rumah, ditemani suara gesekan dedaunan yang tertiup angin.

Diusianya yang senja hidup sebatang kara. Kaki ketiga berupa tongkat kayu yang selalu menemani melangkah. Mbah Dakem tak pernah meninggalkan sholat qabliyah shubuh. Beliau teringat ceramah kyai "Dua rakaat shalat sunnah fajar di masjid lebih baik daripada dunia dan apa yang ada di dalamnya”. (HR. Muslim) hatinya berkata, 'Ya Allah gusti pangeran, boleh saja aku miskin dihadapan orang, tapi tidak dimata Mu. Semoga dikaruniai kekayaan hati ketimbang harta, toh sebentar lagi nyawaku juga diambil. Usiaku melebihi Rasulullah'

"Tok tok tok, Assalamualaykum mbaah"
Suara ketukan itu menggugah dari kembara pikiran mbah Dakem.
"Waalaykumussalam, sebentar"sambil menggulung rambut dan memakai jilbab seadanya. Tangan keriputnya merambat menyusuri tembok menuji pintu.

"eh, Dasro, monggo lungguh, ana apa, Sro"
"Gini mbah, kulo diutus pemerintah desa untuk mendata warga yang tidak mampu untuk memberi tunjangan. Dengan syarat dan ketentuan berlaku"
"Syarate apa, Sro" tanya mbah Dakem yang antusias
"WNI pesti, warga fakir/miskin, janda, hidup kurang layak, penghasilan tidak memenuhi sehari-sehari dll"
"Owh, kayak kwe, Sro. Nyong paham"
"Niki mbah, pemberitahuane ben luwih jelas di waos piyambek"
"Hehehe"sampai terbatuk-batuk
"mataku wis rabun, mbah biasa jiping alias ngaji kuping. Sro, Sro gawananmu akeh banget" Mbah Dakem penasaran.
"Iya mbah, kulo nggawa pilok karo tulisan ben si penerima tunjangan kwe kelihatan. Misal orang mampu tapi menerima kan isin" ujar Dasr
“Mbah itu wong sugih, ana hadits rasul, Barangsiapa yang melewati harinya dengan perasaan aman dalam rumahnya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan ia telah memiliki dunia seisinya.” (HR. Tirmidzi)
"Hebat, mbah. Pinter! Nyong sing enom kalah karo rika"
"Ati-ati kebijakane, Sro. Mbokan dadi aib terus gawe sakit ati, Sro. Oh ya, Mbah ngaji ning Benda kari lagi ana duit. Rutine ngaji seminggu pisan ning madrasah"

🕝🕝🕝🕝

Teras rumah menjadi tempat favorit. Sebatang rokok sriwedari ia hisap dalam-dalam. Di temani hembusan angin yang menggoyang pepohonan. Dipandanginya dedaunan pisang yang koyak dicakar angin. Tidak ada suami, semua anaknya merantau. Hanya sesekali datang menjenguk, itu pun lama.

Kopi hitam diseruputnya perlahan. Lagi, rokok yang tinggal sedikit itu dihisap mendalam. Fyuh, asapnya beterbangan menerpa mukanya yang kisut.

"Assalamualaykum mbah Surti"
"Wa alaykumussalam, ana apa, Sro. Mlebu"

Mbah Surti lebih modern dibanding mbah Dakem. Kompor gas tersedia, ceklek kompor itu dinyalakan. Air putih di tambah gula dan serbuk kopi. Ya, kopi hitam untuk Dasro disuguhkan. Kopi lampung, oleh-oleh dari anak mantu. Tidak dengan mbah Dakem, masih menggunakan kompor minyak. Minyak tanah langka ia gunakan meski dari satu desa hanya ada seorang penjual. Badan yang tua sudah tidak sanggup untuk mencari kayu dikebun.

Dasro menjelaskan kedatangannya sama seperti waktu di mbah Dakem. Mbah Surti sumringah dan menegaskan jika ia seorang yang wajib disantuni.

Istri dari pensiunan veteran itu kesal. Saat tetangga yang masih muda-muda rutin diberi tunjangan. Ia tahu beberapa emas yang dipakainya sama seperti saat ia muda dulu.

"Mbah sebatang kara, untuk sehari-hari mbah mengandalkan uang kiriman anak. Malah kadang gak cukup. Buat takziah, tilik bayi, kondangan itu pun pilih-pilih" mbah surti sambil meneteskan air mata.
"sing sabar yak, mbah" Dasro mencoba menegarkan
"Mbah wis biasa, Sro. Sing paling membuat sedih itu tidak ada anak yang merawat saat mbah wis jombo. Mau apa-apa sendiri. Mau minta tolong ambilkan minum aja gak bisa. Lihat mbah Midah, Sro. Udah dihajikan sama anaknya, rumahnya megah, tiap pergi pakai roda empat. Mbah kemana-mana pakai tongkat. Dasar anak pada durhaka! Gak emut udah dibesarkan dari kecil" tetiba mbah Surti kesal lalu sesenggukan

🕝🕝🕝🕝

Mbah Dakem sarapan nasi semalam yang belum basi, lauk gorengan 2 potong dicocol sambal. Matahari belum begitu galak sinarnya. Ia bergegas menggendong ilesan, karung. Tangannya menggengam 2 tongkat. Konon kabarnya Wasro si juragan padi panen didekat pintu air.

Ditengah keterbatasan fisik, hanya mencari remahan gabah dari sisa damen yang sudah diiles. Gampung, itu namanya. Pekerjaan apalagi yang bisa untuk mengisi perutnya. Kalaupun sepi panen, mbah memilih mencari biji melinjo yang berjatuhan dari kebun-kebun milik orang. Usai dikumpulkan ia jual.

🕝🕝🕝

Kali ini ilesan sungguh banyak. Kaki tuanya mudah lelah. Namun tetap dipaksakan meski keringat mengucur deras. Siang yang terik, membuat mbah Dakem menyerah dan pulang.

Sementara itu, mbah Surti masih senang di teras rumah. Menyemburkan asap rokoknya ke atas. Mengubah arahnya memandangi rumah mbah Midah yang megah. Dari balkon rumahnya, mbah Midah sedang berkelakar dengan cucunya. "hhhh, gawe panas!". Dalam hatinya menjerit, "anakku, mana anakku" 😢😢

🕝🕝🕝

Mbah Dakem dan Mba Surti saling bergandengan menuju rumah masing-masing. Rumah mereka dekat, hanya saja beda RT. Sepulang ngaji mereka terbiasa bersama. Mbah Dakem mengenakan baju kurung lawas dan mbah Surti mengenakan kebaya yang sudah dimakan zaman. Keduanya kompak memakai kerudung instan yang tinggal slup.

"Assalamualaykum, Mbah Dakem, mbah Surti" Dasro mendekati mereka
"Waalaykumussalam, pimen,Sro?"
"Anu mbah, nyuwun sewu, ngesuk jam 10 kumpul di rumah bu Sri RT 02 acara penerimaan tunjangan. Mboten kesupen bawa KTP dan KK nggih, mbah"
"Gawa KTP karo KK yak, Sro" mbah Dakem meyakinkan
"nggih, mbah"
"Matur nuwun yak, Sro. Ohya salam nggo lurahe" timpal mbah Dakem
"Lah, ora bakal gelem lurahe nrima salam sing rangda, nini-nini peyot kayak rika 😂😂" Dasro ketawa lebar
"Bisa ae, pincukan kluban 😜" balas mbah Dakem
"Wkkkkk gaul juga rika, mbah" sambil tangan Dasro mencolek si mbah

Tulisan ditembok dengan cetakan yang dicat pilok itu berbunyi 'KAMI TERMASUK DALAM KATEGORI KELUARGA MISKIN YANG BERHAK MENERIMA MANFAAT PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH)'

Kebijakan baru yang terbit bak simalakama, ada sarkasme yang terpampang lugas dan mengandung efek malu bagi yang kurang tepat sasaran. Kenapa tidak menggunakan 'pra sejahtera' biar lebih nyaman ditelinga. Fyuh! Toh sama saja seperti dengan istilah tunawisma dan gelandangan, tuna susila dan tlembuk dan sejenisnya. Pemerintah harusnya lebih teliti mendata warga, bukan menyetempel 'miskin'. Minimal mengurangi kecemburuan sosial. Uang memang memiliki dua sisi yang berbeda, baik dan buruknya bergantung pengelola.

🔰🔰🔰

Diam-diam uang dari tunjangan itu mbah Dakem serahkan ke pengurus masjid. Menyisakan 100 ribu untuk pegangan dan ongkos berangkat ngaji di kota santri, Benda. Selama ini mbah Dakem mengisi sedekah pengajian dengan sekobok beras, begitupun jika ada cimitan sumbangan.

Mendengar sohibnya sakit, mbah Dakem menjenguknya. Penyakit stroke yang menyerang mbah Surti membuat ia sudah tidak berdaya lagi. Setiap hari hanya tergolek lemah di atas kasur. Makan, mandi, ganti baju, pipis, dan BAB semua di atas kasur. Mulutnya bengo hingga kesusahan untuk bicara. Persis seperti dalam keadaan bayi kembali. Kehidupannya sangat bergantung pada perhatian anaknya. Anak-anaknya yang sudah besar dan sudah berkeluarga tinggal merantau bergantian datang untuk merawat. Mereka harus setiap hari memandikan orantuanya, membersihkan kotorannya, menyuapinya makan, dan menjemurnya pada matahari pagi. Semua pekerjaan itu dilakukan setiap hari, namun ibunya masih tetap diberi umur panjang sampai kini.

Mbah Surti mengulur tangan kirinya, mengajak berjabat tangan mbah Dakem. Sementara tangan kananya dingin tak mampu digerakkan.
"jej jej nja gong, Kem" ucap mbah Surti lirih
"iya, Ti. Dimari mari yak. Sing sabar" mbah Dakem menimpali.

Mereka membatu, keduanya saling menatap iba. Tak dinyana tetes demi tetes air mata mengalir  dipipi. Kedua sahabat itu bergenggaman tangan erat. Sekali lagi, tanpa sepatah kata, tanpa bicara. Mbah Dakem bisa membayangkan andaikata anak-anaknya tidak sabar, mungkin di dalam hati mereka pernah terbersit rasa kesal, bosan, menggerutu, dan sebagainya, atau yang paling ekstrim mungkin setan pernah membisikkan kenapa tidak berharap ibunya cepat mati supaya tidak terbebani lagi

"Num, Kem" lamunan mbah Dakem buyar
"Apa, Ti"
"M m mi num" mbah Surti mengulang
Segelas air putih segera disuguhkan yang sudah bersedotan. Dilayaninya dengan kasih sayang.

🔰🔰🔰

Raga di atas ranjang, sementara pikiran dan jiwa terpental jauh. Berbaring ke kiri salah, begitu pun sebaliknya. Tidak ada posisi tidur yang membuat nyaman. Gelisah tak menentu. Suara detik detik jarum jam terdengar jelas. Jangkring dipojok kamar sesekali mengerik. Gesekan dedaunan menambah syahdu dinginnya malam. Malam kian larut. Lampu 5 wat dikamar sudah dipadamkan lama. Mata mbah Dakem enggan untuk terpejam. Matanya terus terbelalak mengingat sahabatnya, mbah Surti.

Allohu akbar, allohu akbar
Adzan shubuh berkumandang. Mbah Dakem terbangun dengan kaget bukan kepalang. Ia melewatkan sholat tahajud. Sepasang sendal ia cari dibawah kolong ranjangnya yang sudah keropos. Pelan-pelan jempol dan telunjuk jari kaki merayap menjepit sendal jepit yang usang. Badannya masih lemas, terhuyung-huyung menuju kamar mandi.

Mbah Dakem bergegas ke mushola yang tak jauh dari rumahnya. Mukena terusan sudah ia kenakan dari rumah. Dicangkingnya sajadah hijau ditangan kiri.

Beberapa langkah dari rumah, mbah Dakem ambruk.
Gabrug!!!
Tak ada sesiapapun. Imam sudah menilawahkan alfatihah dan makmum sudah khusuk mengikuti imam.

Dasro salah satu makmum masbuk. Dari kejauhan melihat sesuatu yang mencurigakan. Tidak seperti biasanya. Ada sebuah benda putih panjang di tengah jalan. Ia bingung antara mengikuti sholat atau menemui benda aneh itu. Jika pun Dasro sholat tentu akan mengganggu pikiranya, dan tidak khusyuk. Tapi rasa takut sudah menjalar dipikirannya. Kecurigaaan membuat prasangka-prasangka buruk bermunculan.

"Sro, yuh sholat" Sarmin menepuk pundaknya.
Dasro menceritakan kecurigaanya. Ditemani Sarmin, Dasro mendekatinya perlahan. Kedua kakinya mengendap-endap. Dasro enggan melangkah di depan. Dipeganginya pundak Sarmin kuat-kuat.

"Innalillahi wainna ilaihi roojiuun, mbah Dakeeem" Sarmin terkejut, dan membalikkan badan Mbah Dakem yang tengkurap. Napasnya dicek. Tak ada udara yang keluar dari hidungnya. Detak jantungnya sudah tidak ada. Matanya terpejam dan senyuman mengukir dibibirnya yang keriput.


Monday 27 January 2020

Desa Pemuja Adsense

*cerpenlokalitas

Hari gini apa yang tidak memakai gawai. Dari alat komunikasi,  alat transaksi, alat dagang, pusat sosial media, pusat berita dan lain-lain. Berkat kecanggihan tekhnologi Iming semakin takjub dengan dunia kini tak seindah kesederhanaan dulu.

Gambaran canggihnya tekhnologi dan gawai mematuki pikiran Iming mencetuskan ide. Iming, nama lengkapnya Muhaimin bapa dua anak yang tak mau ketinggalan zaman. Kelahiran tahun 80-an, tergolong kaum milenial dan mau belajar. Badannya ceking, meski makannya banyak. Keringatnya mudah menganak sungai dan baunya tidak menyengat. Ditengah istirahat kerjanya, ia rebahan dikursi panjang. Iming tergiur dengan sosok Atta Gledek yang jadi terkenal, Milyarder karena youtube. Angannya menerawang jauh ke langit biru.

🕝🕝🕝

"Hai, warga kesayanganku. Di dunia yang serba instan ayo kita ikuti. Modernisasi itu perlu selagi batas manfaatnya banyak. Saya sebagai kades akan membuat tim digital yang melek tekhnologi. Menyadari betul, warga desa Dukuh Slemped tidak gagap tekhnologi. Kami akan mengarahkan generasi muda berbakat yang ditampung diyoutube dan website desa.Tapi dengan catatan tidak terpapar radikalisme dan tidak ada jenis prank apapun bentuknya. Konten semua bersifat positif. Soal dana, insya Allah sudah ada dana desa dari pemerintah. Kita bisa lihat para youtuber, mereka bisa meraup uang banyak dari membuat konten. Sebagai warga yang cerdas, mari kita bangun desa yang kreatif dan inovatif. Syukur-syukur monetisasi youtube nanti berjalan cepat. Mari kita viralkan!. Kita ajak semua warga subcribe, like, share dan komen" kades Iming ketawa bahagia.

Para pemuda bersorak kegirangan menyambut niat positif pak kades. Sebagian hanya ikut tersenyum nyernyit dengan ucapan pak kades yang susah dimengerti. Warga jaman old butuh waktu untuk mengenal istilah tekhnologi kekinian itu, bahkan ada yang acuh.

Coba saja tanya para mbah dan usia paruh baya. Ketika melihat anaknya banyak rebahan saat siang dan begadang dimalam hari. Sementara uang rokok pun tak meminta, kadang menyelipkan uang belanja ke tangan emak. Emak pun bingung "Sebenere pegaweanmu apa, nang?"
"Jual follower, Mak. 1000 follower 100 rebu, mak" jawab Jul sungkan
"apa, polower itu apa?"
"Ah, emak mah gak bakal ngerti. Nih, emak yah, asal tau aja Jul juga kerja jadi buzzer. Gini-gini terkenal di twitter. Alhamdulillah sering ada pesenan" Jul senyum-senyum
"Itu pesenan kayak gorengan, nasi rames?"
"Iya, mak" Jul pergi dengan muka kecut.

Iming tersenyum simpul dengan reka adegan dalam angannya 😀

🕝🕝🕝

"Ming, iming" Wagyo menabok kaki Iming
"Imiiiing" teriak Wagyo

Iming terkejut bukan kepalang. Sekilas lamunannya pupus. Diajaknya Wagyo bercerita tentang angannya membangun desa digital. Wagyo hanya mengangguk-angguk kebingungan. Tanganya menggaruk-garuk rambut kepala yang tidak gatal. Wagyo yang hanya tamat SD hanya mengiyakan saja. Iming dianggap meracau dan kesurupan demit Kali Reong. Selesai Iming bercerita, Wagyo menggeleng-gelengkan kepala dan menepuk pundak Iming, "Yuh, kerja maning, Ming"

Sambil mengaduk semen Iming terus memanjangkan angannya yang tadi. Iming sadar buruh bangunan yang tidak sekolah tinggi, mana mungkin jadi kepala desa. Meski Iming bukan orang yang malas untuk belajar. Sebenanya otaknya encer, hanya saja pasrah dengan keadaan ekonomi yang lemah. Jika saja Iming jadi kades bisa-bisa badannya sakit semua, biasa banting tulang. Jika kerja hanya duduk manis di kantor, menghadiri rapat dan dinas ke luar kota. Bagi Iming cangkul, bata, semen adalah teman setianya yang akan mengantar pahala ibadah mengais nafkah halal.

"Bugg!!"
Ember jatuh percis dikakinya. "Aduh!" Iming meringis kesakitan. Kulit jempolnya tergores  Angannya kembali terpecah. Rupa-rupanya Wagyo usil. Mengusik keasyikannya berkelana jauh dengan kembara pikirannya.
"Kerja!!' mata wagyo mendelik. Kode keras itu membuat Iming fokus bekerja.

🕝🕝🕝

Bersarung kotak-kotak, Iming berjalan menyusuri jalan. Langkahnya terhenti melihat Yogi, Arman dan Fahmi berkumpul di depan warung Yu Sum. Yogi pemuda sebagai pengacara aktif alias pengangguran banyak acara, sementara Arman mahasiswa semester 6 dan Fahmi guru MAN baru mengajar 5 bulan. Mereka sedang duduk-duduk santai dan menyantap cemilan. Yogi sibuk bermain asap rokoknya yang ia beli hanya sebatang.

Keinginan untuk mengutarakan uneg-unegnya tak terbendung. "Ngopi-ngopi" ujar Iming menawarkan. "Boleh, boleh Yogi menegaskan". 4 gelas kopi hitam yu Sum sajikan diatas meja. Iming mentraktir mereka usai tadi ia mendapat gaji dari hasil mroyek di Haji Mitro. "cair, Wa", tanya Yogi. Iming mengurai senyum bahagia.

Gagasan ide tentang desa melek tekhnologi Iming disampaikan. Mereka bertiga ia sasar untuk berbagi karena anak muda yang kekinian dan berpendidikan.

Iming menguraikannya, Andai desa kita melek tekhnologi lalu pemerintah ikut mengelolanya insya Allah akan maju. Tidak apa jika desa kita disebut desa pemuja adsense. Toh, itu jalam rizki yang dijemput dengan berbeda. Bayangkan! Desa Adijaya dengan 14 dukuhnya  dengan jumlah warganya semisal 15.000 jiwa, menjadi subcriber 5000 jiwa saja sudah lumayan bisa didaftarkan di google adsense, konten dimonetisasi. Dan itu penghasilan yang bisa dimanfaatkan.  Konten tiap tayang berbeda tiap hari. Dari Senin  inspirtif, Selasa komedi ceria , Rabu pesona desa, Kamis minat dan bakat, Jumat pengajian berkah, Sabtu kerja bakti bantu membantu.

Para pemuda mendengar dengan seksama. Mereka kagum dengan Iming yang berpikir begitu jauh. "Hahaha, rika waras, Wa" Yogi tertawa puas.

Yogi bangkit dari duduknya. "Bagaimana desa Dukuh Slemped maju. Lihat, jalan saja dari jaman nabi Adam tidak tersentuh aspal. Ibu mau melahirkan, orang sakit parah saja digotong pakai tandu sarung untuk menghindari terjatuh. Infrastruktur tak terjamah apalagi sundulan unggul untuk sumber daya manusianya itu sendiri" yogi geram. Lalu kembali duduk dan menyeruput dalam kopinya yang masih berasap.

"Mimpimu jauh sekali, Wa. Inovatif dan nge-hits seperti anak muda. Sayang, kita berada dizona nyaman qonaah. Menerima apa adanya dan pasrah. Sebenarnya mungkin tidak demikian, warga tidak tahu prosedural mengkritisi pemerintah dan ada rasa takut. Kita memang butuh orang-orang yang berani, tegas dan lantang untuk menyuarakan aspirasi kita" Arman menimpali.

"Desa kita saja tidak transparansi soal dana desa, harusnya memang sudah mengenal dunia digital lawas. Desa memiliki website yang bisa dilihat warga. Atau membuat akun desa disosial media. Keterbukaan dan komunikasi yang saling menguntungkan dan menenangkan. Bukan fiktif atau sekedar pencitraan untuk sekedar laporan ke pejabat yang diatas. Supaya desa kita maju dan tidak tertinggal. Bukan pula semata-mata menjunjung kepentingan pribadi atau golongan" Fahmi berpendapat.

"Matur nuwun sedulur, ini jadi pencerahan yang bagus. Mimpiku nyampe nyundul langit tapi nyata keadaane terlindas yah, Lur" Iming puas dan nyengir kuda.

"Semisal benar membuat konten, aku akan membuat tutorial mengupas kelapa dengan slumbat" yogi sambil tertawa,
"Rika apa yu Sum?" tanya Iming
"Nyong akan membuat tutorial cara ngiles yang benar, tidak membuat gatal dan tidak cepat lelah, terus cara menapeni gabah dengan hasil maksimal" jawab Yu Sum, yang diam-diam memperhatikan obrolan.

😆😆😆😆 mereka tertawa
"Yuh, ngayal maning gratis ikih" Iming gembira sekali 😂😂😂


Sunday 26 January 2020

Cerita Lucu Qismika



Asli ini true story membersamai anak setiap hari kerap ada kejutan lucu ditengah kesal. Mika belum genap 3 tahun, yang sudah mulai sekolah di RPTRA Pendawa dekat rumah semakin aktif saja.

Belajar Hijaiyah

Kebiasaan saat berjalan sambil menggendong Mika itu mengobrol. Diselingi nyanyi dan bermain tebak-tebakan.

Kalau soal menyambung lirik lagu. Mika jago menghapal lagu dengan cepat. Baik lagu anak bahasa indonesia atau inggris. Yang terupdate lagu "entah apa yang merasukimu" pun bisa disertai gerakannya 😆

Kembali saat dijalan sambil belajar
Mamah : alif, ba
Mika.    : ta, tsa, jim, ha, kho
Mamah  : dal, dzal
Mika    : wo, zai, sin, syin
Mamah : shod
Mika   : dhod, tho, dzo, ain, ghoin
Mamah : fa
mika.    : FAGINA
Mamah :😂😂 auto ngakak dijalan
            Qof, kaf bukan fagina 😅

Meski tersendat, alhamdulillah selesai sampai ya 😀 dan saat bertemu papah, aku pun menceritakan kejadian ini. Papah ngakak juga 😂😂

****

Mika naik odong-odong

Sejak usia 9bulan, Mika aku perkenalkan dengan odong-odong gowes. Seharga Rp.2000 untuk 3 lagu dan stay di tempat. Kemudian beralih odong-odong yang berrel dengan menaiki mobil-mobilan atau motor-motoran.

Tiap Minggu malam ada pasar malam di dekat rumah, hampir tidak pernah absen. Mika sudah mengenal warna dengan baik. Memilih menaiki mobil harus sesuai keinginannya. Mobil biru kesukaannya, dirayu apapun tetep mau mobil biru.

Papah : "Mika, papah mau naik odong-odong mobil merah"
Mika : "jangan, gak boleh" dengan nada tinggi
Papah :"kenapa?"
Mika : "gak muat" jawabnya ketus
Papah : "terus yang boleh siapa?"
Mika  : "dede"
Papah : "dede siapa?"
Mika : "dede yang lebih besar" jawabnya tegas

Aku cekikikan sendiri mendengar percakapan anak dan papah. Jawaban Mika tanpa dikomando, spontan. Mika slalu ada kejutan dengan diksi kata yang baru, 2T7B usianya.

***

Mika mau mandi

Mika : "Mamaaaah, maamaaah baknya terjebak" sambil lelarian menujuku
Mamah : "terjebak??" berpikir keras sambil mengambil handuk
Mika: "terjebak, mah"
Mamah : "itu ember bukan bak"
Mika : "tolong, mah"
Mamah :"ember masuk kloset, nok" ujarku sambil membetulkan 😂😂

Kata-kata 'terjebak' dari mana yak? 😀😀

***

Mika Jago Ngeles

Disaat malas jika Mika punya alasan yang masuk akal. Menaiki dan menuruni anak tangga setiap hari pasti lelah. Sejak usia 2 tahun lebih, aku mencoba mencoba memberanikan diri untuk tega. Tega membiarkan naik turun tangga sendiri dengan didampingi tentunya. Belajar mandiri juga terhitung olahraga. Selain berat badan yang makin berbobot juga kerepotanku membawa barang.

👧 "Mah, Mika gendong"
🙎 "Mika kan udah gede, mama berat kalau gendong terus. Coba, kaki buat apa?"
👧 "Buat pakai sendal"
🙎 "Terus, buat apa lagi?"
👧 "Buat pakai sepatu"
🙎"Selain itu?" mamah udah mulai kesel
👧 "Buat nendang bola"
🙎 "Kaki buat jalan, Mika" suaraku naik satu oktaf
👧 "Mamah, gendong 😕"
🙎 "ya sudah, sini" 😆


***
Setelah membuka dan melihat buku Balita cerdas tema pekerjaan. Tiba saatnya Mika dites

🙎"Sekarang waktunya belajar, yang mengendarai mobil, siapa?"
👧 "mmmmh, pak supiw" jawab mika sedikit berpikir.
🙎 "Heibbat!, Yang mengendarai delman?"
👧 "Pak kusiw" jawab Mika cepat
🙍 "Awasome!, Yang mengendarai pesawat siapa?"
👧 "Pilot"
🙍"Yang mengendarai kereta?"
👧 " mmm, mmmm, masitek"
🙍 "Masinis, sayang. Kalau arsitek yang merancang bangunan, kayak rumah, jembatan, gedung dll. Sekarang yang mengendarai kapal siapa?"
👧 "Nahkoda"
🙎 "Masya Allah, yang mengendarai motor siapa?" usai ku cium pipinya
👧 " Papaaah" riang sekali
🙎 " 😃😃😃😃😮"

****

Belajar panca indera

🙎 "Mika, mata untuk?"
👧 "Melihat"
🙎 "Bagus, Hidung untuk?"
👧 "Mencium"
🙎 "Heibbat, telinga untuk?
👧 "Mendengaw"
🙎 "Lidah untuk?
👧 "Mewasa"
🙎 "Coba, kalau mulut untuk apa?"
👧 "Mengomong"
🙎 "😂😂😂, ngomong atau bicara" jawabku sambil terkekeh

****

Saat Mamah Papah Jadi Pengantin

Kami pandangi galeri foto-foto digawai. Salah satu yang jadi perhatian Mika adalah foto pernikahan orangtuanya
👩 "Mika, waktu mamah papah jadi pengantin Mika dimana?"
👧 " Mika bobo sendirian"
👩 "Mika gak diajak" sambil senyum-senyun
👧 "Mamah lagi didandanin biar cantik"
👩 "Didandanin pakai apa?"
👧 "pakai listik, bedak, alis, bulu mata"
👩 "😂😂😂😃"



Saturday 25 January 2020

Terimakasih Bu Saroh



Belajar Dari Bu Saroh

Beristirahatlah dengan tenang di keabadian, Bu

Bu Saroh guru ngaji dari saya kecil sampai SMA. Beliau yang mengajari ngaji Alquran di TPQ Daarul Quran secara presisi. Makhorijul sangat ditekan, begitu pula tajwid dan tartil. Artikulasi yang ditujukan  huruf sangat jelas mana yang harus mecucu, monyong, pipi melendung dsb. Rambu-rambu dalam membaca Alquran sangat diperhatikan, seperti waqaf. Kadang kita sendiri sering mencuri napas ditengah ngaji. Diajarinya mengulang kata tanpa mengurangi maknanya dan diajari pula dimana harus berhenti dimana harus washol. Sering sekali mengingatkan saat melafal Allah dengan lam jalalah secara tafhim (tebal).

Usai adzan dhuhur tiba, para santri berdatangan dan duduk diatas lantai. Sebelum mengaji, para santri secara serempak membaca surat pendek juz 30 dari surat Alfatihah hingga Adduha. Selanjutnya ngaji satu-satu. Diajarinya syair syair dan sholawat. Telinga beliau sangat tajam saat mendengar salah satu santrinya ada yang kurang, meski sedang aktifitas lain. Dengan tegas meminta diulang dan diperbaiki usai beliau memberi contoh.

Letaknya di desa Dukuh kweni RT 01  Adisana Bumiayu Brebes. Santri yang berdatangan dari tetangga desa seperti Baruamba dan Adisana. Bisa dipastikan muridnya sangat banyak dan dari generasi ke generasi. Dari kakak saya no 2 sampai adik bungsu yang ke-9 mengaji di TPQ Daarul Quran.

Selain mengaji, beliau juga yang mengajarkan berbahasa jawa halus. Meski terlahir darah ngapak,  namun unggah ungguh bebasan masih dipakai. Segan jika berbicara dengan ibu dengan bahasa ngapak, meski terseok seok menyusun kata menggunakan bahasa kromo halus. Bukan tidak jarang lagi, saat saya ingin berbicara dengan beliau bertanya dulu dengan teman bahasa halus 'x' itu apa. paling mutakhir keluar kata "duko" saat ditanya beliau, yang artinya tidak tahu.

Pada saat usiaku remaja, TPQ Darul Quran mendapat donasi dan mulai berbenah. Saya kebetulan ditunjuk sebagai ketua. Dengan dibantu suami beliau, pak Khaer.  Berbarengan saat itu dengan kedatangan KKN mahasiswa STAIN purwokerto. Program tafsir alfatihah, tajwid, tartil sedang berlangsung. Kami juga angkatan pertama yang bersertifikat, yang tentunya melalui ujian. Setelah sekian tahun mengaji baru saat itu dikenakan biaya ongkos cetak. Selebihnya gratis. Dan program sertifikat berlangsung hingga generasi selanjutnya.

Berlangsung acara itu pula kami diajari menari lagu gambus oleh para mahasiswa. Sebab markas mahasiswa di Adisana, maka santri dari Adisana yang lebih fokus diajarkan. Nah, disitulah inisiatif kami berkembang. Santri dari Dukuh Kweni punya 2 grup. Terinspirasi dari kaset cinta Rasul garapan Hadad Alwi dan Sulis yang dilakoni oleh bapak Mukhalik dan Aisyah anaknya serta santriwati lain sebagai pengiringnya. Dan kami bu Iffa, Siska, Emi, Fika menampilkan tarian gambus yang lain hasil koreografi gabungan. Berkat kerja keras tim, TPQ Daarul Quran juga sering dipanggil diberbagai acara. Manggung di acara Agustusan, resepsi nikah, halal bihalal dan sampai di Bumiayu juga. Dengan segala kebaikan beliau, minum disediakan ibu dengan  suka rela. Bahkan cemilan seadanya pun dibagi. Walaupun tak seberapa, seberapapun santri yang ada dibagi rata.

Terakhir bertemu beliau kurang lebih setahun yang lalu. Masih mengingat namaku dengan lengkap. Selalu disetiap perjumpaan dengan beliau mendoakanku. Memegang dada sambil mendoakan dengan khusyuk lalu berlanjut mendoakan diatas ubun-ubun. Bukan hanya aku tapi setiap santrinya pun didoakan demikian. Terakhir beliau mencium pipi kanan dan kiri. Senyumnya ramah dan renyah, masih ingat sekali.

Mengenang kebersamaan dengan beliau tidak semua bisa tertulis disini. Kebaikan beliau tidak ternilai. Hanya Allah yang berhak menilai, layaknya semoga surga adalah terbaik untukmu, Bu

Allohummaghfirlaha warhamha waafihi wa'fuanha

****

Mengenang Masa Ngaji Di Bu Saroh

Sega punar adalah makanan paling enak dan sangat membanggakan saat ngaji di Bu Saroh. Sega punar ada hanya saat khotmil atau hatam alquran. Setahun hanya 1-2 kali saja kadang malah setahun sekali. Biasanya menjelang Ramadan. Hatam Alquran yaitu menamatkan 30 juz, 114 surat, 66666 ayat dalam Alquran, meskipun tidak menjadi hafidz, para peserta sudah mengaji dengan tartil, lancar, makhorijul huruf bagus dan sudah paham ilmu tajwid. Sebenarnya tidak ada patokan biaya, lebih banyak inisiatif wali murid yang menyuplai. Dengan beras sekian kilo dan jago yang gagah dan sehat berikut bumbunya.

Persiapan beberapa hari dibantu ibu-ibu yang mengaji dan tetangga beliau. Salah satu yang dipersiapkan banyak adalah kayu bakar dan daun pisang. Dengan dibungkus secara dipincuk bak ponggol. Nasi yang ditakar dengan mangkok lalu dibungjus dilipat kebawah dari dua sisi. Satu santri dapat satu bungkus. Warna nasi yang kuning, bersantan berempah-rempah. Aroma harumnya khas dari sereh dan daun salam. Dengan lauk ayam, mie dan urab. Rasanya menggugah selera sekali. Perjuangan yang didapat tidak mudah. Biasanya santri yang biasanya jarang hadir akan datang. Meskipun menanti cukup lama melalui serangkaian mengaji dan serangkaian doa yang panjang. Santri-santri mengamini setelah itu mengantri dibagi.

Ya, itu sega punar atau sega kuning. Jika tak diberi pewarna kuning kunyit maka menjadi nasi uduk. Dan sangat mudah dijumpai di pasar atau warung nasi tetangga apalagi untuk sarapan terutama wilayah Jakarta. Rasa enak yang didapat karena melalui proses perjuangan dan mimpi setiap santri. Menamatkan membaca Alquran, selain sebagai prestasi juga ada nilai ibadah.

Lanjut cerita lain,  saat membaca Alquran belum lengkap jika dibantu 'tuding' atau alat petunjuk. Tuding biasanya para santri berkreatifitas sendiri dengan menggunakan bambu. Ada yang dibentuk keris, bergerigi atau segitiga sembarang. Usia anak yang mencoba membuat perlu sekali bimbingan orang lain. Mengingat menggunakan benda tajam dan sebilah bambu yang bisa berbahaya juga. Saya sendiri pernah beberapa kali terkena pisau. Sebentar saja kapok kemudian hari lain bermain pisau lagi. Ada yang praktis dan tidak repot cara membuat tuding, yakni dari batang bulu ayam atau angsa dan lidi. Biasanya sapu lidi jadi sasaran santri, sering sapu lidi cepat pendek dan berserakan.

Nasib tuding hanya sementara. Bisa bertahan dalam hitungan jam dan hari. Kadang hilang, kadang ada yang meminjam dan tidak dikembalikan, kadang pula patah. Saat ini tuding dari plastik dijual dipasar dengan harga murah. Jadi tidak perlu repot-repot berperang dengan pisau dan bambu.

Selain itu, letak TPQ Daarul quran yang sangat dekat dengan sungai menjadi cerita sendiri. Ada yang mencari ikan sambil menunggu santri sepi bahkan ada yang hanya modus. Berbusana santri tapi hanya kedok untuk mencari ikan. Dengan cara marak atau nener. Ini menggunakan alat yang transparan bisa cepon, ayak atau jaring. Bisa juga dengan reregem alias keahlian tangan dengan merogoh lubang-lubang dan disela bebatuan. Suatu kebahagiaan tersendiri mendapatkan anak kutuk dan udang. Biasanya paling banter ikan blenduk, cici melik dan benter. Bukan rahasia umum, jika sepanjang sungai merupakan pembuangan limbah MCK warga dan sampah. Kebayangkan meskipun bening, tapi kotoran bisa terlihat sempurna.

Untuk melewati sungai tentu melewati jembatan. Kami mengenal dengan istilah powotan. Powotan masih menggunakan beberapa batang bambu yang dijejerkan rapat. Lalu diberi pegangan untuk keselamatan. Santri yang kebanyakan anak-anak sering bermain dipowotan itu. Jejingkrakan dan diayun-ayun. Padahal usia jembatan bambu tidak panjang, mudah rapuh terkena panas dan hujan sehari-hari. Dan saya adalah salah satu korban powotan itu. Sepulang mengaji bersama, santri melewati jembatan berdesakan. Waktu itu usiaku sekitar 9 tahun, "Bug!" saya terjatuh ke sungai. Bibir atas sebelah kanan sobek. Sakit dan perih rasanya. Bisa jadi terkena beling yang dibuang disungai. Alhamdulillah sudah puluhan tahun lalu dibuat jembatan permanen.

 Beberapa warga menolongku, mengganti baju dan diselimuti kain. Sementara darah dari bibir terus saja menetes meski ditahan dengan kain. Setelah bapa datang, saya dibawa ke puskesmas (sekarang RSUD),dokter menjahit robekan bibir. Alhasil hingga sekarang bekasnya masih, garis bibir menjadi tidak normal sedikit. Jika diperhatikan dari jauh tak nampak. Untung saja saya tidak menggunakan lipstik, jadi garis bibir yang tak biasa itu tak repot-repot diakali. Alhamdulillah masih berfungsi sebagai mana fungsinya.

***

Terimakasih Bu, saya bukan penerus yang mengajarkan mengaji pada banyak orang. Sekarang saya rutin mengajari anakku mengaji diusianya yang belum genap 3 tahun. Sedari beberapa bulan yang lalu anakku sudah terbiasa melafalkan surat pendek dan belajar huruf hijaiyah sesuai makhorijul huruf yang ibu ajarkan.

Alfaatihah buat ibu

Friday 24 January 2020

Menjadi Konten Kreator


*Awal Desember 2019

Mencoba Keberuntungan

Usaha boleh sama, menyoal rizki tentu berbeda dan sudah diatur Allah. Bekal pengalaman dan fasilitas yang ada mencoba terus menggali potensi. Melihat potensi dari dunia digital terjadang menggiurkan, namun kembali ke rumus pada umumnya sebuah usaha adalah ketelatenan.

Menjadi youtuber adalah mimpi suamiku saat ini. Setelah sekian lama menggali ide akhirnya memutuskan dengan konten cover lagu. Sebab musik dan lagu merupakan bahasa universal. Belum dimulai upload dan membuat akun memang. Kegigihannya sudah dimulai dengan menyicil belajar dan membeli alat yang diperlukan. Jika ditotal ada banyak yang dipersiapkan dari software dan hardware. Komputer kerja, kamera, tripod, hp dan gitar akustik sudah siap. Nyatanya perlu sound card, kondensor, mic belum terwujud, biaya masih sekitar dibawah 5jt lagi. Haaah, ternyata mahall juga untuk membuat konten seperti itu😆

Selama ini merintis karir mengurus usaha sablon bertahun-tahun. Kadang ramai kadang juga sepi, alhamdulillaah cukup untuk membiayai hidup anak istri dan seorang karyawan di ibu kota. Berawal dari karyawan, perlahan memberanikan membuka usaha sendiri setelah mental mampu serta tahu ilmu dan pasarnya.

Sambil bekerja meruncingkan telinganya untuk menghafal lirik lagu. Sadar betul, dari referensi youtuber cover lagu untuk diterima di seluruh dunia harus bisa membawakan lagu berbahasa Inggris. Selain itu, lagu dengan berbagai genre sering didengarkan juga. Mengingat pecinta musik dan lagu di youtube tidak semua sama.

Sebagai istri, ada berbagai rasa. Kecemasan saat sering begadang untuk mengutak atik software, mencari kunci lagu, menghafal lirik dsb. Senang saat hobi membawa manfaat, dari pada keluyuran atau tidak positif. Sebagai istri, aku percaya suara vokal suami tidak jelek dan memiliki karakter vokal yang khas. Sejak dibangku SMP sudah ngeband, pernah menjuarai lomba menyanyi juara 2 disebuah stasiun radio, lanjut beberapa tahun silam juga sering manggung dari kafe ke kafe. Nyalinya sudah teruji, bahkan sempat iseng mengamen bersama temannya saat masih bujang dulu 😄

Kami berteman sejak kecil, teman se TK, MI, MTs dan berpisah sekolah saat masa abu-abu putih. Di saat sama-sama merantau aku pun pernah mendaftarkannya secara online, untuk ikut audisi indonesian Idol. Sayang, selalu ditolak. Hahaha jodoh tak kemana, teman, tetangga dan menjadi teman hidup. Mungkin ini jalan untuk mengekapresikannya dengan bernyanyi.

Semangat suamiku, seberapapun subcriber atau viewer tidak menyurutkanmu berkarya. Minimal ada jejak digital positif untuk anak cucu kita. Jikapun nanti menjadi pundi uang atau terkenal adalah bonus. Tetap rendah hati dan menjadi lelakiku yang bersahaja. Menjadi lelaki yang takut Tuhan 😍😘

*Pertengahan Januari 2020

Menikmati Proses

Lebih dari satu purnama melewati tengah malam jarang membersamai suami. Membiarkannya memilih menggali ilmu baru. Belajar dari keinginan yang sedang menjadi mimpinya.

Menjadi konten kreator ia pilih disaat pekerjaannya tidak banyak. Berbekal modal yang sudah ada berupa komputer, hp, kamera, gitar dan kuota. Perlahan rezeki yang ada dibelikan alat yang mendukung. Dari uang yang terkumpul gitar akustik, sound card, microphone kondensor, stand mic, stand hp terbayar tunai.

Memilih konten cover lagu setelah pertimbangan yang matang. Mengingat musik dan lagu adalah bahasa universal. Dari sekian banyak referensi dari youtube. Youtuber cover lagu sering ia tonton begitu juga finger style dalam memetik gitar. Seperti channel milik Alif ba-ta seorang finger style dengan kesederhanaannya. Berlatar belakang dinding yang ditutupi oleh poster edukasi anak dan berbusana seadanya. Namun skillnya tidak terbantahkan. Sudah ada ratusan ribu subcriber, jutaan viewer dan komentar memuji.

Tidak menyangka, rupanya suamiku sosok yang perfeksionis. Dari menghafal lirik lagu, kunci lagu, tempo lagu, kontrol mic dll sangat diperhatikan. Ujung jemari kelingking, manis dan tengah kapalan. Berulang kali recording, berulang take kamera, berulang kali juga memperbaiki. Sampai benar-benar suara dan musik bening serta tidak mengurangi khas suara suami yang memiliki falset tinggi. Mengambil jenre pop rock yang sesuai karakter suaranya.

Software penyaring suara dan edit video sudah diunduh dan diinstal. Software driver soundcard pun juga diinstal. Dipelajarinya secara mendalam. Kendala sinyal kacrut saat mendownload awalnya, bisa lancar diunduh tengah malam. Selanjutnya menu-menu dalam aplikasi dicobanya. Didengarkannya secara presisi. Telinganya diruncingkan.

Sebagai istri yang awam soal menyanyi bagus bagus saja. Nyatanya tidak bagi pendengaran suami. Pernah berantem atau marah? Jawab iya. Saat ditengah malam suara itu mengganggu lupa dikecilkan volumenya. Saat mengingatkan sholat dengan emosi sebab diundur waktunya.

Esoknya kami kembali hangat seperti biasa. Koreksi sedikit dari hasil record yang terdengar mendengung. Saling mengingatkan dan mengisi hari-hari. Paling banter saat berantem adalah saling diam untuk beberapa hari. Namun, soal uang belanja, mencuci, menyediakan makanan, bermain dengan anak dll masih normal.

Sejauh ini aku mendukungnya penuh. Dari pada bermain game online, keluyuran atau berbuat yang tidak baik. Kontennya positif, belajar dari nol yang didapatnya dari google dan youtube. Ilmu baru bagi suami dan aku. Soal haram bermusik itu kembali kepada pilihan. Jika pun nanti diupload yang menonton bagi yang mau dan memiliki kuota tentunya. Kembali kepada niat dan berkarya positif.

Kini saatnya unjuk gigi. Usai berlelah-lelahan belajar. Selanjutnya akan terus belajar lagi. Asli orang Dukuh Kweni, Adisana, Bumiayu.

Jangan lupa subcribe, like, komen & share🥰

https://youtu.be/-Y4nDJu1Odo