Monday 20 July 2020

Saat Orang Terdekat Penyintas TBC



Idul fitri tahun lalu menjadi bersejarah, tepatnya dimulainya 6 bulan rutin obat Isanozoid ditenggak tiap pagi sebelum makan. Vonis TB paru aktif di dalam keterangan rongsen dan cek dahak dari pihak puskesmas.

Sebenarnya sudah dicurigai sejak batuk yang tak kunjung sembuh selama 3 minggu, kurang nafsu makan, badan kian kurus, cepat lelah dan demam tinggi. Sering, saking pengin menggugah makan, pagi-pagi minta rujak buah. Namun, entah apa yang membuat suami mengundur-undur waktu untuk pemeriksaan lebih lanjut. 3 kali ke klinik dengan obat batuk yang hanya meringankan saja, pernah sekali suntik vitamin C. 

Suamiku perokok aktif. Hanya 3 hari tanpa rokok waktu sesak dadanya menyiksa. Kemudian hanya mengurangi dan kembali seperti semula. Tak terhitung berapa kali pertengkaran rumah tangga karena rokok. Nyatanya selalu berujung mengalah, sabar dan mendoakan agar Sang Pencipta yang bisa membolak-balikkan hati hambanya.

Tidak ada kekhawatiran yang berlebihan. Butuh sikap tenang dan berpositif thinking bahwa semua akan baik-baik saja. Mengingat adik iparku juga lebih dahulu mengidap penyakit itu. Sebulan sekali mengambil obat di RS rujukan BPJS. Nyatanya, obat tsb bisa dibeli di apotek.

Berbeda dengan suami, tidak menggunakan BPJS dan pemeriksaan awal hingga akhir di Puskesmas, itu pula secara cuma-cuma. Untuk 1 bulan pertama obat Isanozoid selembar berisi 28 butir sebesar biji melinjo berwarna merah, sekali minum 3 butir di pagi hari. Kemudian bulan selanjutnya dosis direndahkan, bentuk pil lebih kecil, pipih dan berwarna kuning. Selembar 28 butir juga dan sekali minum 3 butir. Obat tsb tidak dijual di apotek.

Selama masa berobat, kami berusaha berhati-hati mengingat diantara kami memiliki buah hati yang masih kecil. Tidak menggunakan tempat makan yang sama dan mengurangi sentuhan fisik terutama ciuman. Sering berjemur dan membuka jendela agar sirkulasi udara dan sinar mentari masuk.

6 bulan sudah berlalu, dokter belum juga menyatakan bersih. 9 bulan meminum obat tanpa lupa sehari. Itu sangat perjuangan, butuh disiplin dan kerja sama saling mengingatkan. Sebab, konsekwensinya jika lupa sehari, akan diulang lagi minum obat dari awal. Alhamdulillah, sekarang sudah sembuh. Begitupun dengan adik iparku. Namun tidak dengan sepupuku, enggan minum obatlah penyebabnya. Di akhir Februari tahun ini sudah dipanggil Sang Penguasa (alfatihah).

Di masa pandemi ini sebenarnya khawatir. Mengingat covid-19 menyerang paru-paru juga. Sebisa mungkin hidup sehat dan mengikuti protokol yang ada. Juga protokol istighfar, doa juga sedekah seperti anjuran ustad AA Gym. 

Tidak ada maksud membuka aib sendiri, ini berbagi cerita. Tidak semua orang mau berbagi kisah. Dan kisah ini sudah dilalui dengan manis. 


No comments: