Tuesday 28 January 2020

Mbah Dakem Dan Mbah Surti

*cerpenlokalitas

Di ruang tengah mbah Dakem duduk di kursi reyot. Tangannya terampil menyisir anak kutu yang bersarang dirambut putihnya. Gigi pongahnya sesekali menggigit-gigit hasil tangkapannya. Mata rabunnya nanar melihat langit-langit atap tanpa plafon yang tertembus sorot matahari. Dingin angin malam juga menembus ke dalam rumah, ditemani suara gesekan dedaunan yang tertiup angin.

Diusianya yang senja hidup sebatang kara. Kaki ketiga berupa tongkat kayu yang selalu menemani melangkah. Mbah Dakem tak pernah meninggalkan sholat qabliyah shubuh. Beliau teringat ceramah kyai "Dua rakaat shalat sunnah fajar di masjid lebih baik daripada dunia dan apa yang ada di dalamnya”. (HR. Muslim) hatinya berkata, 'Ya Allah gusti pangeran, boleh saja aku miskin dihadapan orang, tapi tidak dimata Mu. Semoga dikaruniai kekayaan hati ketimbang harta, toh sebentar lagi nyawaku juga diambil. Usiaku melebihi Rasulullah'

"Tok tok tok, Assalamualaykum mbaah"
Suara ketukan itu menggugah dari kembara pikiran mbah Dakem.
"Waalaykumussalam, sebentar"sambil menggulung rambut dan memakai jilbab seadanya. Tangan keriputnya merambat menyusuri tembok menuji pintu.

"eh, Dasro, monggo lungguh, ana apa, Sro"
"Gini mbah, kulo diutus pemerintah desa untuk mendata warga yang tidak mampu untuk memberi tunjangan. Dengan syarat dan ketentuan berlaku"
"Syarate apa, Sro" tanya mbah Dakem yang antusias
"WNI pesti, warga fakir/miskin, janda, hidup kurang layak, penghasilan tidak memenuhi sehari-sehari dll"
"Owh, kayak kwe, Sro. Nyong paham"
"Niki mbah, pemberitahuane ben luwih jelas di waos piyambek"
"Hehehe"sampai terbatuk-batuk
"mataku wis rabun, mbah biasa jiping alias ngaji kuping. Sro, Sro gawananmu akeh banget" Mbah Dakem penasaran.
"Iya mbah, kulo nggawa pilok karo tulisan ben si penerima tunjangan kwe kelihatan. Misal orang mampu tapi menerima kan isin" ujar Dasr
“Mbah itu wong sugih, ana hadits rasul, Barangsiapa yang melewati harinya dengan perasaan aman dalam rumahnya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan ia telah memiliki dunia seisinya.” (HR. Tirmidzi)
"Hebat, mbah. Pinter! Nyong sing enom kalah karo rika"
"Ati-ati kebijakane, Sro. Mbokan dadi aib terus gawe sakit ati, Sro. Oh ya, Mbah ngaji ning Benda kari lagi ana duit. Rutine ngaji seminggu pisan ning madrasah"

๐Ÿ•๐Ÿ•๐Ÿ•๐Ÿ•

Teras rumah menjadi tempat favorit. Sebatang rokok sriwedari ia hisap dalam-dalam. Di temani hembusan angin yang menggoyang pepohonan. Dipandanginya dedaunan pisang yang koyak dicakar angin. Tidak ada suami, semua anaknya merantau. Hanya sesekali datang menjenguk, itu pun lama.

Kopi hitam diseruputnya perlahan. Lagi, rokok yang tinggal sedikit itu dihisap mendalam. Fyuh, asapnya beterbangan menerpa mukanya yang kisut.

"Assalamualaykum mbah Surti"
"Wa alaykumussalam, ana apa, Sro. Mlebu"

Mbah Surti lebih modern dibanding mbah Dakem. Kompor gas tersedia, ceklek kompor itu dinyalakan. Air putih di tambah gula dan serbuk kopi. Ya, kopi hitam untuk Dasro disuguhkan. Kopi lampung, oleh-oleh dari anak mantu. Tidak dengan mbah Dakem, masih menggunakan kompor minyak. Minyak tanah langka ia gunakan meski dari satu desa hanya ada seorang penjual. Badan yang tua sudah tidak sanggup untuk mencari kayu dikebun.

Dasro menjelaskan kedatangannya sama seperti waktu di mbah Dakem. Mbah Surti sumringah dan menegaskan jika ia seorang yang wajib disantuni.

Istri dari pensiunan veteran itu kesal. Saat tetangga yang masih muda-muda rutin diberi tunjangan. Ia tahu beberapa emas yang dipakainya sama seperti saat ia muda dulu.

"Mbah sebatang kara, untuk sehari-hari mbah mengandalkan uang kiriman anak. Malah kadang gak cukup. Buat takziah, tilik bayi, kondangan itu pun pilih-pilih" mbah surti sambil meneteskan air mata.
"sing sabar yak, mbah" Dasro mencoba menegarkan
"Mbah wis biasa, Sro. Sing paling membuat sedih itu tidak ada anak yang merawat saat mbah wis jombo. Mau apa-apa sendiri. Mau minta tolong ambilkan minum aja gak bisa. Lihat mbah Midah, Sro. Udah dihajikan sama anaknya, rumahnya megah, tiap pergi pakai roda empat. Mbah kemana-mana pakai tongkat. Dasar anak pada durhaka! Gak emut udah dibesarkan dari kecil" tetiba mbah Surti kesal lalu sesenggukan

๐Ÿ•๐Ÿ•๐Ÿ•๐Ÿ•

Mbah Dakem sarapan nasi semalam yang belum basi, lauk gorengan 2 potong dicocol sambal. Matahari belum begitu galak sinarnya. Ia bergegas menggendong ilesan, karung. Tangannya menggengam 2 tongkat. Konon kabarnya Wasro si juragan padi panen didekat pintu air.

Ditengah keterbatasan fisik, hanya mencari remahan gabah dari sisa damen yang sudah diiles. Gampung, itu namanya. Pekerjaan apalagi yang bisa untuk mengisi perutnya. Kalaupun sepi panen, mbah memilih mencari biji melinjo yang berjatuhan dari kebun-kebun milik orang. Usai dikumpulkan ia jual.

๐Ÿ•๐Ÿ•๐Ÿ•

Kali ini ilesan sungguh banyak. Kaki tuanya mudah lelah. Namun tetap dipaksakan meski keringat mengucur deras. Siang yang terik, membuat mbah Dakem menyerah dan pulang.

Sementara itu, mbah Surti masih senang di teras rumah. Menyemburkan asap rokoknya ke atas. Mengubah arahnya memandangi rumah mbah Midah yang megah. Dari balkon rumahnya, mbah Midah sedang berkelakar dengan cucunya. "hhhh, gawe panas!". Dalam hatinya menjerit, "anakku, mana anakku" ๐Ÿ˜ข๐Ÿ˜ข

๐Ÿ•๐Ÿ•๐Ÿ•

Mbah Dakem dan Mba Surti saling bergandengan menuju rumah masing-masing. Rumah mereka dekat, hanya saja beda RT. Sepulang ngaji mereka terbiasa bersama. Mbah Dakem mengenakan baju kurung lawas dan mbah Surti mengenakan kebaya yang sudah dimakan zaman. Keduanya kompak memakai kerudung instan yang tinggal slup.

"Assalamualaykum, Mbah Dakem, mbah Surti" Dasro mendekati mereka
"Waalaykumussalam, pimen,Sro?"
"Anu mbah, nyuwun sewu, ngesuk jam 10 kumpul di rumah bu Sri RT 02 acara penerimaan tunjangan. Mboten kesupen bawa KTP dan KK nggih, mbah"
"Gawa KTP karo KK yak, Sro" mbah Dakem meyakinkan
"nggih, mbah"
"Matur nuwun yak, Sro. Ohya salam nggo lurahe" timpal mbah Dakem
"Lah, ora bakal gelem lurahe nrima salam sing rangda, nini-nini peyot kayak rika ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚" Dasro ketawa lebar
"Bisa ae, pincukan kluban ๐Ÿ˜œ" balas mbah Dakem
"Wkkkkk gaul juga rika, mbah" sambil tangan Dasro mencolek si mbah

Tulisan ditembok dengan cetakan yang dicat pilok itu berbunyi 'KAMI TERMASUK DALAM KATEGORI KELUARGA MISKIN YANG BERHAK MENERIMA MANFAAT PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH)'

Kebijakan baru yang terbit bak simalakama, ada sarkasme yang terpampang lugas dan mengandung efek malu bagi yang kurang tepat sasaran. Kenapa tidak menggunakan 'pra sejahtera' biar lebih nyaman ditelinga. Fyuh! Toh sama saja seperti dengan istilah tunawisma dan gelandangan, tuna susila dan tlembuk dan sejenisnya. Pemerintah harusnya lebih teliti mendata warga, bukan menyetempel 'miskin'. Minimal mengurangi kecemburuan sosial. Uang memang memiliki dua sisi yang berbeda, baik dan buruknya bergantung pengelola.

๐Ÿ”ฐ๐Ÿ”ฐ๐Ÿ”ฐ

Diam-diam uang dari tunjangan itu mbah Dakem serahkan ke pengurus masjid. Menyisakan 100 ribu untuk pegangan dan ongkos berangkat ngaji di kota santri, Benda. Selama ini mbah Dakem mengisi sedekah pengajian dengan sekobok beras, begitupun jika ada cimitan sumbangan.

Mendengar sohibnya sakit, mbah Dakem menjenguknya. Penyakit stroke yang menyerang mbah Surti membuat ia sudah tidak berdaya lagi. Setiap hari hanya tergolek lemah di atas kasur. Makan, mandi, ganti baju, pipis, dan BAB semua di atas kasur. Mulutnya bengo hingga kesusahan untuk bicara. Persis seperti dalam keadaan bayi kembali. Kehidupannya sangat bergantung pada perhatian anaknya. Anak-anaknya yang sudah besar dan sudah berkeluarga tinggal merantau bergantian datang untuk merawat. Mereka harus setiap hari memandikan orantuanya, membersihkan kotorannya, menyuapinya makan, dan menjemurnya pada matahari pagi. Semua pekerjaan itu dilakukan setiap hari, namun ibunya masih tetap diberi umur panjang sampai kini.

Mbah Surti mengulur tangan kirinya, mengajak berjabat tangan mbah Dakem. Sementara tangan kananya dingin tak mampu digerakkan.
"jej jej nja gong, Kem" ucap mbah Surti lirih
"iya, Ti. Dimari mari yak. Sing sabar" mbah Dakem menimpali.

Mereka membatu, keduanya saling menatap iba. Tak dinyana tetes demi tetes air mata mengalir  dipipi. Kedua sahabat itu bergenggaman tangan erat. Sekali lagi, tanpa sepatah kata, tanpa bicara. Mbah Dakem bisa membayangkan andaikata anak-anaknya tidak sabar, mungkin di dalam hati mereka pernah terbersit rasa kesal, bosan, menggerutu, dan sebagainya, atau yang paling ekstrim mungkin setan pernah membisikkan kenapa tidak berharap ibunya cepat mati supaya tidak terbebani lagi

"Num, Kem" lamunan mbah Dakem buyar
"Apa, Ti"
"M m mi num" mbah Surti mengulang
Segelas air putih segera disuguhkan yang sudah bersedotan. Dilayaninya dengan kasih sayang.

๐Ÿ”ฐ๐Ÿ”ฐ๐Ÿ”ฐ

Raga di atas ranjang, sementara pikiran dan jiwa terpental jauh. Berbaring ke kiri salah, begitu pun sebaliknya. Tidak ada posisi tidur yang membuat nyaman. Gelisah tak menentu. Suara detik detik jarum jam terdengar jelas. Jangkring dipojok kamar sesekali mengerik. Gesekan dedaunan menambah syahdu dinginnya malam. Malam kian larut. Lampu 5 wat dikamar sudah dipadamkan lama. Mata mbah Dakem enggan untuk terpejam. Matanya terus terbelalak mengingat sahabatnya, mbah Surti.

Allohu akbar, allohu akbar
Adzan shubuh berkumandang. Mbah Dakem terbangun dengan kaget bukan kepalang. Ia melewatkan sholat tahajud. Sepasang sendal ia cari dibawah kolong ranjangnya yang sudah keropos. Pelan-pelan jempol dan telunjuk jari kaki merayap menjepit sendal jepit yang usang. Badannya masih lemas, terhuyung-huyung menuju kamar mandi.

Mbah Dakem bergegas ke mushola yang tak jauh dari rumahnya. Mukena terusan sudah ia kenakan dari rumah. Dicangkingnya sajadah hijau ditangan kiri.

Beberapa langkah dari rumah, mbah Dakem ambruk.
Gabrug!!!
Tak ada sesiapapun. Imam sudah menilawahkan alfatihah dan makmum sudah khusuk mengikuti imam.

Dasro salah satu makmum masbuk. Dari kejauhan melihat sesuatu yang mencurigakan. Tidak seperti biasanya. Ada sebuah benda putih panjang di tengah jalan. Ia bingung antara mengikuti sholat atau menemui benda aneh itu. Jika pun Dasro sholat tentu akan mengganggu pikiranya, dan tidak khusyuk. Tapi rasa takut sudah menjalar dipikirannya. Kecurigaaan membuat prasangka-prasangka buruk bermunculan.

"Sro, yuh sholat" Sarmin menepuk pundaknya.
Dasro menceritakan kecurigaanya. Ditemani Sarmin, Dasro mendekatinya perlahan. Kedua kakinya mengendap-endap. Dasro enggan melangkah di depan. Dipeganginya pundak Sarmin kuat-kuat.

"Innalillahi wainna ilaihi roojiuun, mbah Dakeeem" Sarmin terkejut, dan membalikkan badan Mbah Dakem yang tengkurap. Napasnya dicek. Tak ada udara yang keluar dari hidungnya. Detak jantungnya sudah tidak ada. Matanya terpejam dan senyuman mengukir dibibirnya yang keriput.


Monday 27 January 2020

Desa Pemuja Adsense

*cerpenlokalitas

Hari gini apa yang tidak memakai gawai. Dari alat komunikasi,  alat transaksi, alat dagang, pusat sosial media, pusat berita dan lain-lain. Berkat kecanggihan tekhnologi Iming semakin takjub dengan dunia kini tak seindah kesederhanaan dulu.

Gambaran canggihnya tekhnologi dan gawai mematuki pikiran Iming mencetuskan ide. Iming, nama lengkapnya Muhaimin bapa dua anak yang tak mau ketinggalan zaman. Kelahiran tahun 80-an, tergolong kaum milenial dan mau belajar. Badannya ceking, meski makannya banyak. Keringatnya mudah menganak sungai dan baunya tidak menyengat. Ditengah istirahat kerjanya, ia rebahan dikursi panjang. Iming tergiur dengan sosok Atta Gledek yang jadi terkenal, Milyarder karena youtube. Angannya menerawang jauh ke langit biru.

๐Ÿ•๐Ÿ•๐Ÿ•

"Hai, warga kesayanganku. Di dunia yang serba instan ayo kita ikuti. Modernisasi itu perlu selagi batas manfaatnya banyak. Saya sebagai kades akan membuat tim digital yang melek tekhnologi. Menyadari betul, warga desa Dukuh Slemped tidak gagap tekhnologi. Kami akan mengarahkan generasi muda berbakat yang ditampung diyoutube dan website desa.Tapi dengan catatan tidak terpapar radikalisme dan tidak ada jenis prank apapun bentuknya. Konten semua bersifat positif. Soal dana, insya Allah sudah ada dana desa dari pemerintah. Kita bisa lihat para youtuber, mereka bisa meraup uang banyak dari membuat konten. Sebagai warga yang cerdas, mari kita bangun desa yang kreatif dan inovatif. Syukur-syukur monetisasi youtube nanti berjalan cepat. Mari kita viralkan!. Kita ajak semua warga subcribe, like, share dan komen" kades Iming ketawa bahagia.

Para pemuda bersorak kegirangan menyambut niat positif pak kades. Sebagian hanya ikut tersenyum nyernyit dengan ucapan pak kades yang susah dimengerti. Warga jaman old butuh waktu untuk mengenal istilah tekhnologi kekinian itu, bahkan ada yang acuh.

Coba saja tanya para mbah dan usia paruh baya. Ketika melihat anaknya banyak rebahan saat siang dan begadang dimalam hari. Sementara uang rokok pun tak meminta, kadang menyelipkan uang belanja ke tangan emak. Emak pun bingung "Sebenere pegaweanmu apa, nang?"
"Jual follower, Mak. 1000 follower 100 rebu, mak" jawab Jul sungkan
"apa, polower itu apa?"
"Ah, emak mah gak bakal ngerti. Nih, emak yah, asal tau aja Jul juga kerja jadi buzzer. Gini-gini terkenal di twitter. Alhamdulillah sering ada pesenan" Jul senyum-senyum
"Itu pesenan kayak gorengan, nasi rames?"
"Iya, mak" Jul pergi dengan muka kecut.

Iming tersenyum simpul dengan reka adegan dalam angannya ๐Ÿ˜€

๐Ÿ•๐Ÿ•๐Ÿ•

"Ming, iming" Wagyo menabok kaki Iming
"Imiiiing" teriak Wagyo

Iming terkejut bukan kepalang. Sekilas lamunannya pupus. Diajaknya Wagyo bercerita tentang angannya membangun desa digital. Wagyo hanya mengangguk-angguk kebingungan. Tanganya menggaruk-garuk rambut kepala yang tidak gatal. Wagyo yang hanya tamat SD hanya mengiyakan saja. Iming dianggap meracau dan kesurupan demit Kali Reong. Selesai Iming bercerita, Wagyo menggeleng-gelengkan kepala dan menepuk pundak Iming, "Yuh, kerja maning, Ming"

Sambil mengaduk semen Iming terus memanjangkan angannya yang tadi. Iming sadar buruh bangunan yang tidak sekolah tinggi, mana mungkin jadi kepala desa. Meski Iming bukan orang yang malas untuk belajar. Sebenanya otaknya encer, hanya saja pasrah dengan keadaan ekonomi yang lemah. Jika saja Iming jadi kades bisa-bisa badannya sakit semua, biasa banting tulang. Jika kerja hanya duduk manis di kantor, menghadiri rapat dan dinas ke luar kota. Bagi Iming cangkul, bata, semen adalah teman setianya yang akan mengantar pahala ibadah mengais nafkah halal.

"Bugg!!"
Ember jatuh percis dikakinya. "Aduh!" Iming meringis kesakitan. Kulit jempolnya tergores  Angannya kembali terpecah. Rupa-rupanya Wagyo usil. Mengusik keasyikannya berkelana jauh dengan kembara pikirannya.
"Kerja!!' mata wagyo mendelik. Kode keras itu membuat Iming fokus bekerja.

๐Ÿ•๐Ÿ•๐Ÿ•

Bersarung kotak-kotak, Iming berjalan menyusuri jalan. Langkahnya terhenti melihat Yogi, Arman dan Fahmi berkumpul di depan warung Yu Sum. Yogi pemuda sebagai pengacara aktif alias pengangguran banyak acara, sementara Arman mahasiswa semester 6 dan Fahmi guru MAN baru mengajar 5 bulan. Mereka sedang duduk-duduk santai dan menyantap cemilan. Yogi sibuk bermain asap rokoknya yang ia beli hanya sebatang.

Keinginan untuk mengutarakan uneg-unegnya tak terbendung. "Ngopi-ngopi" ujar Iming menawarkan. "Boleh, boleh Yogi menegaskan". 4 gelas kopi hitam yu Sum sajikan diatas meja. Iming mentraktir mereka usai tadi ia mendapat gaji dari hasil mroyek di Haji Mitro. "cair, Wa", tanya Yogi. Iming mengurai senyum bahagia.

Gagasan ide tentang desa melek tekhnologi Iming disampaikan. Mereka bertiga ia sasar untuk berbagi karena anak muda yang kekinian dan berpendidikan.

Iming menguraikannya, Andai desa kita melek tekhnologi lalu pemerintah ikut mengelolanya insya Allah akan maju. Tidak apa jika desa kita disebut desa pemuja adsense. Toh, itu jalam rizki yang dijemput dengan berbeda. Bayangkan! Desa Adijaya dengan 14 dukuhnya  dengan jumlah warganya semisal 15.000 jiwa, menjadi subcriber 5000 jiwa saja sudah lumayan bisa didaftarkan di google adsense, konten dimonetisasi. Dan itu penghasilan yang bisa dimanfaatkan.  Konten tiap tayang berbeda tiap hari. Dari Senin  inspirtif, Selasa komedi ceria , Rabu pesona desa, Kamis minat dan bakat, Jumat pengajian berkah, Sabtu kerja bakti bantu membantu.

Para pemuda mendengar dengan seksama. Mereka kagum dengan Iming yang berpikir begitu jauh. "Hahaha, rika waras, Wa" Yogi tertawa puas.

Yogi bangkit dari duduknya. "Bagaimana desa Dukuh Slemped maju. Lihat, jalan saja dari jaman nabi Adam tidak tersentuh aspal. Ibu mau melahirkan, orang sakit parah saja digotong pakai tandu sarung untuk menghindari terjatuh. Infrastruktur tak terjamah apalagi sundulan unggul untuk sumber daya manusianya itu sendiri" yogi geram. Lalu kembali duduk dan menyeruput dalam kopinya yang masih berasap.

"Mimpimu jauh sekali, Wa. Inovatif dan nge-hits seperti anak muda. Sayang, kita berada dizona nyaman qonaah. Menerima apa adanya dan pasrah. Sebenarnya mungkin tidak demikian, warga tidak tahu prosedural mengkritisi pemerintah dan ada rasa takut. Kita memang butuh orang-orang yang berani, tegas dan lantang untuk menyuarakan aspirasi kita" Arman menimpali.

"Desa kita saja tidak transparansi soal dana desa, harusnya memang sudah mengenal dunia digital lawas. Desa memiliki website yang bisa dilihat warga. Atau membuat akun desa disosial media. Keterbukaan dan komunikasi yang saling menguntungkan dan menenangkan. Bukan fiktif atau sekedar pencitraan untuk sekedar laporan ke pejabat yang diatas. Supaya desa kita maju dan tidak tertinggal. Bukan pula semata-mata menjunjung kepentingan pribadi atau golongan" Fahmi berpendapat.

"Matur nuwun sedulur, ini jadi pencerahan yang bagus. Mimpiku nyampe nyundul langit tapi nyata keadaane terlindas yah, Lur" Iming puas dan nyengir kuda.

"Semisal benar membuat konten, aku akan membuat tutorial mengupas kelapa dengan slumbat" yogi sambil tertawa,
"Rika apa yu Sum?" tanya Iming
"Nyong akan membuat tutorial cara ngiles yang benar, tidak membuat gatal dan tidak cepat lelah, terus cara menapeni gabah dengan hasil maksimal" jawab Yu Sum, yang diam-diam memperhatikan obrolan.

๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜†๐Ÿ˜† mereka tertawa
"Yuh, ngayal maning gratis ikih" Iming gembira sekali ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚


Sunday 26 January 2020

Cerita Lucu Qismika



Asli ini true story membersamai anak setiap hari kerap ada kejutan lucu ditengah kesal. Mika belum genap 3 tahun, yang sudah mulai sekolah di RPTRA Pendawa dekat rumah semakin aktif saja.

Belajar Hijaiyah

Kebiasaan saat berjalan sambil menggendong Mika itu mengobrol. Diselingi nyanyi dan bermain tebak-tebakan.

Kalau soal menyambung lirik lagu. Mika jago menghapal lagu dengan cepat. Baik lagu anak bahasa indonesia atau inggris. Yang terupdate lagu "entah apa yang merasukimu" pun bisa disertai gerakannya ๐Ÿ˜†

Kembali saat dijalan sambil belajar
Mamah : alif, ba
Mika.    : ta, tsa, jim, ha, kho
Mamah  : dal, dzal
Mika    : wo, zai, sin, syin
Mamah : shod
Mika   : dhod, tho, dzo, ain, ghoin
Mamah : fa
mika.    : FAGINA
Mamah :๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚ auto ngakak dijalan
            Qof, kaf bukan fagina ๐Ÿ˜…

Meski tersendat, alhamdulillah selesai sampai ya ๐Ÿ˜€ dan saat bertemu papah, aku pun menceritakan kejadian ini. Papah ngakak juga ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚

****

Mika naik odong-odong

Sejak usia 9bulan, Mika aku perkenalkan dengan odong-odong gowes. Seharga Rp.2000 untuk 3 lagu dan stay di tempat. Kemudian beralih odong-odong yang berrel dengan menaiki mobil-mobilan atau motor-motoran.

Tiap Minggu malam ada pasar malam di dekat rumah, hampir tidak pernah absen. Mika sudah mengenal warna dengan baik. Memilih menaiki mobil harus sesuai keinginannya. Mobil biru kesukaannya, dirayu apapun tetep mau mobil biru.

Papah : "Mika, papah mau naik odong-odong mobil merah"
Mika : "jangan, gak boleh" dengan nada tinggi
Papah :"kenapa?"
Mika : "gak muat" jawabnya ketus
Papah : "terus yang boleh siapa?"
Mika  : "dede"
Papah : "dede siapa?"
Mika : "dede yang lebih besar" jawabnya tegas

Aku cekikikan sendiri mendengar percakapan anak dan papah. Jawaban Mika tanpa dikomando, spontan. Mika slalu ada kejutan dengan diksi kata yang baru, 2T7B usianya.

***

Mika mau mandi

Mika : "Mamaaaah, maamaaah baknya terjebak" sambil lelarian menujuku
Mamah : "terjebak??" berpikir keras sambil mengambil handuk
Mika: "terjebak, mah"
Mamah : "itu ember bukan bak"
Mika : "tolong, mah"
Mamah :"ember masuk kloset, nok" ujarku sambil membetulkan ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚

Kata-kata 'terjebak' dari mana yak? ๐Ÿ˜€๐Ÿ˜€

***

Mika Jago Ngeles

Disaat malas jika Mika punya alasan yang masuk akal. Menaiki dan menuruni anak tangga setiap hari pasti lelah. Sejak usia 2 tahun lebih, aku mencoba mencoba memberanikan diri untuk tega. Tega membiarkan naik turun tangga sendiri dengan didampingi tentunya. Belajar mandiri juga terhitung olahraga. Selain berat badan yang makin berbobot juga kerepotanku membawa barang.

๐Ÿ‘ง "Mah, Mika gendong"
๐Ÿ™Ž "Mika kan udah gede, mama berat kalau gendong terus. Coba, kaki buat apa?"
๐Ÿ‘ง "Buat pakai sendal"
๐Ÿ™Ž "Terus, buat apa lagi?"
๐Ÿ‘ง "Buat pakai sepatu"
๐Ÿ™Ž"Selain itu?" mamah udah mulai kesel
๐Ÿ‘ง "Buat nendang bola"
๐Ÿ™Ž "Kaki buat jalan, Mika" suaraku naik satu oktaf
๐Ÿ‘ง "Mamah, gendong ๐Ÿ˜•"
๐Ÿ™Ž "ya sudah, sini" ๐Ÿ˜†


***
Setelah membuka dan melihat buku Balita cerdas tema pekerjaan. Tiba saatnya Mika dites

๐Ÿ™Ž"Sekarang waktunya belajar, yang mengendarai mobil, siapa?"
๐Ÿ‘ง "mmmmh, pak supiw" jawab mika sedikit berpikir.
๐Ÿ™Ž "Heibbat!, Yang mengendarai delman?"
๐Ÿ‘ง "Pak kusiw" jawab Mika cepat
๐Ÿ™ "Awasome!, Yang mengendarai pesawat siapa?"
๐Ÿ‘ง "Pilot"
๐Ÿ™"Yang mengendarai kereta?"
๐Ÿ‘ง " mmm, mmmm, masitek"
๐Ÿ™ "Masinis, sayang. Kalau arsitek yang merancang bangunan, kayak rumah, jembatan, gedung dll. Sekarang yang mengendarai kapal siapa?"
๐Ÿ‘ง "Nahkoda"
๐Ÿ™Ž "Masya Allah, yang mengendarai motor siapa?" usai ku cium pipinya
๐Ÿ‘ง " Papaaah" riang sekali
๐Ÿ™Ž " ๐Ÿ˜ƒ๐Ÿ˜ƒ๐Ÿ˜ƒ๐Ÿ˜ƒ๐Ÿ˜ฎ"

****

Belajar panca indera

๐Ÿ™Ž "Mika, mata untuk?"
๐Ÿ‘ง "Melihat"
๐Ÿ™Ž "Bagus, Hidung untuk?"
๐Ÿ‘ง "Mencium"
๐Ÿ™Ž "Heibbat, telinga untuk?
๐Ÿ‘ง "Mendengaw"
๐Ÿ™Ž "Lidah untuk?
๐Ÿ‘ง "Mewasa"
๐Ÿ™Ž "Coba, kalau mulut untuk apa?"
๐Ÿ‘ง "Mengomong"
๐Ÿ™Ž "๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚, ngomong atau bicara" jawabku sambil terkekeh

****

Saat Mamah Papah Jadi Pengantin

Kami pandangi galeri foto-foto digawai. Salah satu yang jadi perhatian Mika adalah foto pernikahan orangtuanya
๐Ÿ‘ฉ "Mika, waktu mamah papah jadi pengantin Mika dimana?"
๐Ÿ‘ง " Mika bobo sendirian"
๐Ÿ‘ฉ "Mika gak diajak" sambil senyum-senyun
๐Ÿ‘ง "Mamah lagi didandanin biar cantik"
๐Ÿ‘ฉ "Didandanin pakai apa?"
๐Ÿ‘ง "pakai listik, bedak, alis, bulu mata"
๐Ÿ‘ฉ "๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜ƒ"



Saturday 25 January 2020

Terimakasih Bu Saroh



Belajar Dari Bu Saroh

Beristirahatlah dengan tenang di keabadian, Bu

Bu Saroh guru ngaji dari saya kecil sampai SMA. Beliau yang mengajari ngaji Alquran di TPQ Daarul Quran secara presisi. Makhorijul sangat ditekan, begitu pula tajwid dan tartil. Artikulasi yang ditujukan  huruf sangat jelas mana yang harus mecucu, monyong, pipi melendung dsb. Rambu-rambu dalam membaca Alquran sangat diperhatikan, seperti waqaf. Kadang kita sendiri sering mencuri napas ditengah ngaji. Diajarinya mengulang kata tanpa mengurangi maknanya dan diajari pula dimana harus berhenti dimana harus washol. Sering sekali mengingatkan saat melafal Allah dengan lam jalalah secara tafhim (tebal).

Usai adzan dhuhur tiba, para santri berdatangan dan duduk diatas lantai. Sebelum mengaji, para santri secara serempak membaca surat pendek juz 30 dari surat Alfatihah hingga Adduha. Selanjutnya ngaji satu-satu. Diajarinya syair syair dan sholawat. Telinga beliau sangat tajam saat mendengar salah satu santrinya ada yang kurang, meski sedang aktifitas lain. Dengan tegas meminta diulang dan diperbaiki usai beliau memberi contoh.

Letaknya di desa Dukuh kweni RT 01  Adisana Bumiayu Brebes. Santri yang berdatangan dari tetangga desa seperti Baruamba dan Adisana. Bisa dipastikan muridnya sangat banyak dan dari generasi ke generasi. Dari kakak saya no 2 sampai adik bungsu yang ke-9 mengaji di TPQ Daarul Quran.

Selain mengaji, beliau juga yang mengajarkan berbahasa jawa halus. Meski terlahir darah ngapak,  namun unggah ungguh bebasan masih dipakai. Segan jika berbicara dengan ibu dengan bahasa ngapak, meski terseok seok menyusun kata menggunakan bahasa kromo halus. Bukan tidak jarang lagi, saat saya ingin berbicara dengan beliau bertanya dulu dengan teman bahasa halus 'x' itu apa. paling mutakhir keluar kata "duko" saat ditanya beliau, yang artinya tidak tahu.

Pada saat usiaku remaja, TPQ Darul Quran mendapat donasi dan mulai berbenah. Saya kebetulan ditunjuk sebagai ketua. Dengan dibantu suami beliau, pak Khaer.  Berbarengan saat itu dengan kedatangan KKN mahasiswa STAIN purwokerto. Program tafsir alfatihah, tajwid, tartil sedang berlangsung. Kami juga angkatan pertama yang bersertifikat, yang tentunya melalui ujian. Setelah sekian tahun mengaji baru saat itu dikenakan biaya ongkos cetak. Selebihnya gratis. Dan program sertifikat berlangsung hingga generasi selanjutnya.

Berlangsung acara itu pula kami diajari menari lagu gambus oleh para mahasiswa. Sebab markas mahasiswa di Adisana, maka santri dari Adisana yang lebih fokus diajarkan. Nah, disitulah inisiatif kami berkembang. Santri dari Dukuh Kweni punya 2 grup. Terinspirasi dari kaset cinta Rasul garapan Hadad Alwi dan Sulis yang dilakoni oleh bapak Mukhalik dan Aisyah anaknya serta santriwati lain sebagai pengiringnya. Dan kami bu Iffa, Siska, Emi, Fika menampilkan tarian gambus yang lain hasil koreografi gabungan. Berkat kerja keras tim, TPQ Daarul Quran juga sering dipanggil diberbagai acara. Manggung di acara Agustusan, resepsi nikah, halal bihalal dan sampai di Bumiayu juga. Dengan segala kebaikan beliau, minum disediakan ibu dengan  suka rela. Bahkan cemilan seadanya pun dibagi. Walaupun tak seberapa, seberapapun santri yang ada dibagi rata.

Terakhir bertemu beliau kurang lebih setahun yang lalu. Masih mengingat namaku dengan lengkap. Selalu disetiap perjumpaan dengan beliau mendoakanku. Memegang dada sambil mendoakan dengan khusyuk lalu berlanjut mendoakan diatas ubun-ubun. Bukan hanya aku tapi setiap santrinya pun didoakan demikian. Terakhir beliau mencium pipi kanan dan kiri. Senyumnya ramah dan renyah, masih ingat sekali.

Mengenang kebersamaan dengan beliau tidak semua bisa tertulis disini. Kebaikan beliau tidak ternilai. Hanya Allah yang berhak menilai, layaknya semoga surga adalah terbaik untukmu, Bu

Allohummaghfirlaha warhamha waafihi wa'fuanha

****

Mengenang Masa Ngaji Di Bu Saroh

Sega punar adalah makanan paling enak dan sangat membanggakan saat ngaji di Bu Saroh. Sega punar ada hanya saat khotmil atau hatam alquran. Setahun hanya 1-2 kali saja kadang malah setahun sekali. Biasanya menjelang Ramadan. Hatam Alquran yaitu menamatkan 30 juz, 114 surat, 66666 ayat dalam Alquran, meskipun tidak menjadi hafidz, para peserta sudah mengaji dengan tartil, lancar, makhorijul huruf bagus dan sudah paham ilmu tajwid. Sebenarnya tidak ada patokan biaya, lebih banyak inisiatif wali murid yang menyuplai. Dengan beras sekian kilo dan jago yang gagah dan sehat berikut bumbunya.

Persiapan beberapa hari dibantu ibu-ibu yang mengaji dan tetangga beliau. Salah satu yang dipersiapkan banyak adalah kayu bakar dan daun pisang. Dengan dibungkus secara dipincuk bak ponggol. Nasi yang ditakar dengan mangkok lalu dibungjus dilipat kebawah dari dua sisi. Satu santri dapat satu bungkus. Warna nasi yang kuning, bersantan berempah-rempah. Aroma harumnya khas dari sereh dan daun salam. Dengan lauk ayam, mie dan urab. Rasanya menggugah selera sekali. Perjuangan yang didapat tidak mudah. Biasanya santri yang biasanya jarang hadir akan datang. Meskipun menanti cukup lama melalui serangkaian mengaji dan serangkaian doa yang panjang. Santri-santri mengamini setelah itu mengantri dibagi.

Ya, itu sega punar atau sega kuning. Jika tak diberi pewarna kuning kunyit maka menjadi nasi uduk. Dan sangat mudah dijumpai di pasar atau warung nasi tetangga apalagi untuk sarapan terutama wilayah Jakarta. Rasa enak yang didapat karena melalui proses perjuangan dan mimpi setiap santri. Menamatkan membaca Alquran, selain sebagai prestasi juga ada nilai ibadah.

Lanjut cerita lain,  saat membaca Alquran belum lengkap jika dibantu 'tuding' atau alat petunjuk. Tuding biasanya para santri berkreatifitas sendiri dengan menggunakan bambu. Ada yang dibentuk keris, bergerigi atau segitiga sembarang. Usia anak yang mencoba membuat perlu sekali bimbingan orang lain. Mengingat menggunakan benda tajam dan sebilah bambu yang bisa berbahaya juga. Saya sendiri pernah beberapa kali terkena pisau. Sebentar saja kapok kemudian hari lain bermain pisau lagi. Ada yang praktis dan tidak repot cara membuat tuding, yakni dari batang bulu ayam atau angsa dan lidi. Biasanya sapu lidi jadi sasaran santri, sering sapu lidi cepat pendek dan berserakan.

Nasib tuding hanya sementara. Bisa bertahan dalam hitungan jam dan hari. Kadang hilang, kadang ada yang meminjam dan tidak dikembalikan, kadang pula patah. Saat ini tuding dari plastik dijual dipasar dengan harga murah. Jadi tidak perlu repot-repot berperang dengan pisau dan bambu.

Selain itu, letak TPQ Daarul quran yang sangat dekat dengan sungai menjadi cerita sendiri. Ada yang mencari ikan sambil menunggu santri sepi bahkan ada yang hanya modus. Berbusana santri tapi hanya kedok untuk mencari ikan. Dengan cara marak atau nener. Ini menggunakan alat yang transparan bisa cepon, ayak atau jaring. Bisa juga dengan reregem alias keahlian tangan dengan merogoh lubang-lubang dan disela bebatuan. Suatu kebahagiaan tersendiri mendapatkan anak kutuk dan udang. Biasanya paling banter ikan blenduk, cici melik dan benter. Bukan rahasia umum, jika sepanjang sungai merupakan pembuangan limbah MCK warga dan sampah. Kebayangkan meskipun bening, tapi kotoran bisa terlihat sempurna.

Untuk melewati sungai tentu melewati jembatan. Kami mengenal dengan istilah powotan. Powotan masih menggunakan beberapa batang bambu yang dijejerkan rapat. Lalu diberi pegangan untuk keselamatan. Santri yang kebanyakan anak-anak sering bermain dipowotan itu. Jejingkrakan dan diayun-ayun. Padahal usia jembatan bambu tidak panjang, mudah rapuh terkena panas dan hujan sehari-hari. Dan saya adalah salah satu korban powotan itu. Sepulang mengaji bersama, santri melewati jembatan berdesakan. Waktu itu usiaku sekitar 9 tahun, "Bug!" saya terjatuh ke sungai. Bibir atas sebelah kanan sobek. Sakit dan perih rasanya. Bisa jadi terkena beling yang dibuang disungai. Alhamdulillah sudah puluhan tahun lalu dibuat jembatan permanen.

 Beberapa warga menolongku, mengganti baju dan diselimuti kain. Sementara darah dari bibir terus saja menetes meski ditahan dengan kain. Setelah bapa datang, saya dibawa ke puskesmas (sekarang RSUD),dokter menjahit robekan bibir. Alhasil hingga sekarang bekasnya masih, garis bibir menjadi tidak normal sedikit. Jika diperhatikan dari jauh tak nampak. Untung saja saya tidak menggunakan lipstik, jadi garis bibir yang tak biasa itu tak repot-repot diakali. Alhamdulillah masih berfungsi sebagai mana fungsinya.

***

Terimakasih Bu, saya bukan penerus yang mengajarkan mengaji pada banyak orang. Sekarang saya rutin mengajari anakku mengaji diusianya yang belum genap 3 tahun. Sedari beberapa bulan yang lalu anakku sudah terbiasa melafalkan surat pendek dan belajar huruf hijaiyah sesuai makhorijul huruf yang ibu ajarkan.

Alfaatihah buat ibu

Friday 24 January 2020

Menjadi Konten Kreator


*Awal Desember 2019

Mencoba Keberuntungan

Usaha boleh sama, menyoal rizki tentu berbeda dan sudah diatur Allah. Bekal pengalaman dan fasilitas yang ada mencoba terus menggali potensi. Melihat potensi dari dunia digital terjadang menggiurkan, namun kembali ke rumus pada umumnya sebuah usaha adalah ketelatenan.

Menjadi youtuber adalah mimpi suamiku saat ini. Setelah sekian lama menggali ide akhirnya memutuskan dengan konten cover lagu. Sebab musik dan lagu merupakan bahasa universal. Belum dimulai upload dan membuat akun memang. Kegigihannya sudah dimulai dengan menyicil belajar dan membeli alat yang diperlukan. Jika ditotal ada banyak yang dipersiapkan dari software dan hardware. Komputer kerja, kamera, tripod, hp dan gitar akustik sudah siap. Nyatanya perlu sound card, kondensor, mic belum terwujud, biaya masih sekitar dibawah 5jt lagi. Haaah, ternyata mahall juga untuk membuat konten seperti itu๐Ÿ˜†

Selama ini merintis karir mengurus usaha sablon bertahun-tahun. Kadang ramai kadang juga sepi, alhamdulillaah cukup untuk membiayai hidup anak istri dan seorang karyawan di ibu kota. Berawal dari karyawan, perlahan memberanikan membuka usaha sendiri setelah mental mampu serta tahu ilmu dan pasarnya.

Sambil bekerja meruncingkan telinganya untuk menghafal lirik lagu. Sadar betul, dari referensi youtuber cover lagu untuk diterima di seluruh dunia harus bisa membawakan lagu berbahasa Inggris. Selain itu, lagu dengan berbagai genre sering didengarkan juga. Mengingat pecinta musik dan lagu di youtube tidak semua sama.

Sebagai istri, ada berbagai rasa. Kecemasan saat sering begadang untuk mengutak atik software, mencari kunci lagu, menghafal lirik dsb. Senang saat hobi membawa manfaat, dari pada keluyuran atau tidak positif. Sebagai istri, aku percaya suara vokal suami tidak jelek dan memiliki karakter vokal yang khas. Sejak dibangku SMP sudah ngeband, pernah menjuarai lomba menyanyi juara 2 disebuah stasiun radio, lanjut beberapa tahun silam juga sering manggung dari kafe ke kafe. Nyalinya sudah teruji, bahkan sempat iseng mengamen bersama temannya saat masih bujang dulu ๐Ÿ˜„

Kami berteman sejak kecil, teman se TK, MI, MTs dan berpisah sekolah saat masa abu-abu putih. Di saat sama-sama merantau aku pun pernah mendaftarkannya secara online, untuk ikut audisi indonesian Idol. Sayang, selalu ditolak. Hahaha jodoh tak kemana, teman, tetangga dan menjadi teman hidup. Mungkin ini jalan untuk mengekapresikannya dengan bernyanyi.

Semangat suamiku, seberapapun subcriber atau viewer tidak menyurutkanmu berkarya. Minimal ada jejak digital positif untuk anak cucu kita. Jikapun nanti menjadi pundi uang atau terkenal adalah bonus. Tetap rendah hati dan menjadi lelakiku yang bersahaja. Menjadi lelaki yang takut Tuhan ๐Ÿ˜๐Ÿ˜˜

*Pertengahan Januari 2020

Menikmati Proses

Lebih dari satu purnama melewati tengah malam jarang membersamai suami. Membiarkannya memilih menggali ilmu baru. Belajar dari keinginan yang sedang menjadi mimpinya.

Menjadi konten kreator ia pilih disaat pekerjaannya tidak banyak. Berbekal modal yang sudah ada berupa komputer, hp, kamera, gitar dan kuota. Perlahan rezeki yang ada dibelikan alat yang mendukung. Dari uang yang terkumpul gitar akustik, sound card, microphone kondensor, stand mic, stand hp terbayar tunai.

Memilih konten cover lagu setelah pertimbangan yang matang. Mengingat musik dan lagu adalah bahasa universal. Dari sekian banyak referensi dari youtube. Youtuber cover lagu sering ia tonton begitu juga finger style dalam memetik gitar. Seperti channel milik Alif ba-ta seorang finger style dengan kesederhanaannya. Berlatar belakang dinding yang ditutupi oleh poster edukasi anak dan berbusana seadanya. Namun skillnya tidak terbantahkan. Sudah ada ratusan ribu subcriber, jutaan viewer dan komentar memuji.

Tidak menyangka, rupanya suamiku sosok yang perfeksionis. Dari menghafal lirik lagu, kunci lagu, tempo lagu, kontrol mic dll sangat diperhatikan. Ujung jemari kelingking, manis dan tengah kapalan. Berulang kali recording, berulang take kamera, berulang kali juga memperbaiki. Sampai benar-benar suara dan musik bening serta tidak mengurangi khas suara suami yang memiliki falset tinggi. Mengambil jenre pop rock yang sesuai karakter suaranya.

Software penyaring suara dan edit video sudah diunduh dan diinstal. Software driver soundcard pun juga diinstal. Dipelajarinya secara mendalam. Kendala sinyal kacrut saat mendownload awalnya, bisa lancar diunduh tengah malam. Selanjutnya menu-menu dalam aplikasi dicobanya. Didengarkannya secara presisi. Telinganya diruncingkan.

Sebagai istri yang awam soal menyanyi bagus bagus saja. Nyatanya tidak bagi pendengaran suami. Pernah berantem atau marah? Jawab iya. Saat ditengah malam suara itu mengganggu lupa dikecilkan volumenya. Saat mengingatkan sholat dengan emosi sebab diundur waktunya.

Esoknya kami kembali hangat seperti biasa. Koreksi sedikit dari hasil record yang terdengar mendengung. Saling mengingatkan dan mengisi hari-hari. Paling banter saat berantem adalah saling diam untuk beberapa hari. Namun, soal uang belanja, mencuci, menyediakan makanan, bermain dengan anak dll masih normal.

Sejauh ini aku mendukungnya penuh. Dari pada bermain game online, keluyuran atau berbuat yang tidak baik. Kontennya positif, belajar dari nol yang didapatnya dari google dan youtube. Ilmu baru bagi suami dan aku. Soal haram bermusik itu kembali kepada pilihan. Jika pun nanti diupload yang menonton bagi yang mau dan memiliki kuota tentunya. Kembali kepada niat dan berkarya positif.

Kini saatnya unjuk gigi. Usai berlelah-lelahan belajar. Selanjutnya akan terus belajar lagi. Asli orang Dukuh Kweni, Adisana, Bumiayu.

Jangan lupa subcribe, like, komen & share๐Ÿฅฐ

https://youtu.be/-Y4nDJu1Odo