Wednesday 19 August 2020

Mengisi Kemerdekaan yang ke 75

 Terimakasih Panitia Para Pemuda RW 3


Emak narsis satu ini mencoba memberi testimoni. Nasionalis, patriotis memang tidak melulu ditunjukkan hanya saat hari kemerdekaan saja. Sepanjang darah mengalir akan selalu ada mencintai tanah air dan nasionalis. Rasa ini akan terasa sekali jika kalian ke luar negeri. Tidak berbeda rasanya mencintai tanah kelahiran kampung halaman, terlebih saat di rantau.


Sepekan kemarin sudah dilalui berbagai macam lomba. Bersifat tidak kesuluruhan perdusun. Tepatnya Dukuh Kweni RW 03, hanya diwakili 3 RT, yakni RT 05, 06, 07. Anakku usia 3 tahun sangat antusias dan girang mengikuti lomba. Meski usianya belum masuk kategori, diperbolehkan hanya sekedar tim hora-hore.



Sore-sore itu akan menjadi pertemuan dan kenangan manis. Anak-anak lelarian diatas tanah basah sisa diguyur hujan. Begitupun malam-malam syahdu pertemuan para panitia yang saling menyatukan ide. Berbagi cerita, tawa dan canda. Malam eksotis lomba ditutup dengan panjat pinang. Pemuda bertelanjang dada memanjat dengan penuh perjuangan. Sedang beberapa pemudi memanjat doa supaya segera dipinang  #eh😆


Kalian tahu, bukan hanya sekedar kebersamaan itu yang menyatukan. Kepala dengan rambut yang sama hitam, berupaya dengan satu anggukan dan melangkah bersama, singsingkan lengan. Dengan satu mulut dan dua telinga yang kita miliki bermakna lebih banyak mendengar dari pada bicara. Dari penglihatan mata menjadi lebih mengenal teman melalui karakter, dari gaya bicara, ketawa, cara jalan, baju yang dikenakan, kebiasaan yang tidak biasa ataupun yang lain.


Jalan kalian masih panjang, ada banyak hal yang harus dititi. Sebelum benar-benar ingin menyatukan kedua kepala menjadi pasangan hidup. Tidak ada hukum haram soal jomblo selagi muda, toh kemerdekaan diraih dengan bersatu, bukan berdua. Bekal ilmu dan pengalaman lah yang digali selagi muda. Bukan kaum rebahan yang hanya bermimpi. Namun bangun dan meraih mimpi untuk masa depan yang gemilang. Ups, koq ngomong jomblo 😀


Merdeka di era sekarang berbeda dengan merdeka saat kolonial. Merdeka itu bisa banyak diartikan. Setiap orang akan berbeda memaknainya. Semoga tidak terjajah pikiran dan perasaannya. Kemerdekaan yang sesungguhnya disertai tanggung jawab. 

Mari merdeka dari hal buruk. Mungkin beberapa tetangga kita mengartikan merdeka itu terbebas dari jeratan hutang dan riba. Atau merdeka itu hidup di rumah sendiri, bukan dirumah orangtua atau mertua, ah itu aku saja mungkin 😅 Kalau kalian, merdeka itu apa?


Terimakasih untuk kerja kerasnya. Berupaya menyajikan yang terbaik. Kalian kompak, rukun, percaya diri, pemberani dan kumpulan pemuda-pemudi yang baik juga hebat. Kekurangan akan selalu ada, tapi masih wajar. Kemarin, sekarang dan nanti adalah proses. Belajar tidak selalu di bangku sekolah. Malahan sekarang belajar di rumah. Setiap kepala memiliki perjalanan hidup sendiri. Berbagi untuk kebaikan, dan pandai-pandainya kita untuk saring sebelum sharing.


Sekali lagi terimakasih untuk dukungan dan doanya warga RW 03 yang budiman. Anak-anak yang hebat dan kreatif. Penampilan menari yang menarik, pembacaan puisi yang menggugah dan iringan akustik yang sangat asik. 



Monday 10 August 2020

Kondangan Dan Berkat

 


Berkomunikasi dengan beras masih menjadi budaya yang tak lekang oleh waktu. Bagi warga Adisana, umumnya sekitar Bumiayu masih menjalankan itu. Masyarakat yang pada umumnya berprofesi sebagai petani. Dari menengok bayi, takziah, sedekah, sambat, iuran biasa disebut cimitan dan kondangan.


Di bulan haji atau Dzulhijah, biasanya banyak orang yang menggelar hajatan, baik khitan ataupun pernikahan. Nah, ini yang kerap menjadi dilema. Meski bentuknya bukan wajib, namun sebagai tetangga ataupun saudara terkadang merasa 'tidak enak'. Kita tahu setiap rumah memiliki perputaran ekonomi yang berbeda. 


Dibeberapa kampung, kondangan menjadi semacam investasi dan hutang piutang. Umumnya beras 2,5 kg dan mie 2 bungkus. Jika lebih dari itu bisa dipastikan akan mengharap kembalian dengan rupa, bentuk yang setara. Biasanya beras 5 kg atau kelipatan dan tambahan 'umpang-umpang', seperti minyak, telor. Ada berupa makanan yang sering disebut 'lawuh medang', seperti dodol, kue basah, kue kering. Belum isi amplopnya. Ini akan menjadi catatan tersendiri untuk mengembalikannya.


Bisa dikalkulasikan untuk kondangan umum, beras 1kg, Rp. 8000 x2,5 = Rp. 20.000 dan mie 2 bungkus Rp. 10.000, jika isi amplop masih relevan Rp. 25,30 ribu. Jika akan menyumbang lebih terserah. Dulu pertama kali kondangan tahun 2012, masih ingat hanya goceng, usiaku masih 15 tahun. 


Dari kondangan umum tsb biasanya mendapat berkat berupa 2 nasi dibungkus dari kertas minyak dan 2 sudi lauk, yang berupa mie, tempe dan telor bulat dan 2 bungkus kue kering. Dan untuk kondangan amplop atau kado, diberi berkat berupa nasi yang diberi wadah (cepon plastik) dan lauk yang sama lalu dibungkus plastik. Dan sering, sampai banyaknya berkat menjadi mubadzir. Ayam pun ikut makan berkat juga.


Selain silaturrohmi, sebagian masyarakat memandang kondangan menjadi ajang adu gaya hidup. Siapa yang mewah, sederhana akan nampak dengan model hajatan yang digelar. Semakin banyak relasi seseorang semakin banyak undangan disebar.


Flasback dulu, waktu aku kecil. Emak memiliki 9 anak, makan telor adalah makanan mewah. Berkat akan menjadi incaran saat emak pulang kondangan. Dulu, telor berkat hanya separo. Sampai rumah harus dibagi lagi dengan adik. Kadang dibelah memakai pisau, kadang juga benah. Lauknya enak, buncis, lodeh kacang, ikan asin, serundeng dan telor diatas wadah piringan daun pisang.


Nah, yang jadi persoalan sekarang saat mereka yang mengirimi undangan, tapi yang diundang tak ada modal untuk menghadiri. Tidak semua warga punya uang atau simpanan cukup beras. Terus bagaimana? Ada yang dipaksa berhutang dulu, ada juga yang membiarkan tanpa balas. 


Begini, hukum siapa yang menanam dia akan memanen. Itu benar adanya. Siapa yang rajin kondangan, maka ia akan dikondangani, siapa yang diundang datang akan sebaliknya. 


Di masa pandemi ini, tidak ada undangan yang kuterima. Hanya tetangga pilihan yang kudatangi, mengingat akrab dan ada yang saudara. Selebihnya mohon maaf, kepentingan untuk sehari-hari lebih wajib dicukupi. Terlebih masih menjadi warga nomaden, berpindah dari merantau dan kampung lalu sebaliknya.


Mungkin nanti tidak ada undangan yang akan disebar, hanya sebatas tasyakuran walimah yang langsung ada makanan yang sampai ditangan warga. Semoga bisa tidak sering membebani orang dan bisa berbagi sesama.


Bumiayu, kota kecil 10-8-2020

Qismika's mom