Monday 10 August 2020

Kondangan Dan Berkat

 


Berkomunikasi dengan beras masih menjadi budaya yang tak lekang oleh waktu. Bagi warga Adisana, umumnya sekitar Bumiayu masih menjalankan itu. Masyarakat yang pada umumnya berprofesi sebagai petani. Dari menengok bayi, takziah, sedekah, sambat, iuran biasa disebut cimitan dan kondangan.


Di bulan haji atau Dzulhijah, biasanya banyak orang yang menggelar hajatan, baik khitan ataupun pernikahan. Nah, ini yang kerap menjadi dilema. Meski bentuknya bukan wajib, namun sebagai tetangga ataupun saudara terkadang merasa 'tidak enak'. Kita tahu setiap rumah memiliki perputaran ekonomi yang berbeda. 


Dibeberapa kampung, kondangan menjadi semacam investasi dan hutang piutang. Umumnya beras 2,5 kg dan mie 2 bungkus. Jika lebih dari itu bisa dipastikan akan mengharap kembalian dengan rupa, bentuk yang setara. Biasanya beras 5 kg atau kelipatan dan tambahan 'umpang-umpang', seperti minyak, telor. Ada berupa makanan yang sering disebut 'lawuh medang', seperti dodol, kue basah, kue kering. Belum isi amplopnya. Ini akan menjadi catatan tersendiri untuk mengembalikannya.


Bisa dikalkulasikan untuk kondangan umum, beras 1kg, Rp. 8000 x2,5 = Rp. 20.000 dan mie 2 bungkus Rp. 10.000, jika isi amplop masih relevan Rp. 25,30 ribu. Jika akan menyumbang lebih terserah. Dulu pertama kali kondangan tahun 2012, masih ingat hanya goceng, usiaku masih 15 tahun. 


Dari kondangan umum tsb biasanya mendapat berkat berupa 2 nasi dibungkus dari kertas minyak dan 2 sudi lauk, yang berupa mie, tempe dan telor bulat dan 2 bungkus kue kering. Dan untuk kondangan amplop atau kado, diberi berkat berupa nasi yang diberi wadah (cepon plastik) dan lauk yang sama lalu dibungkus plastik. Dan sering, sampai banyaknya berkat menjadi mubadzir. Ayam pun ikut makan berkat juga.


Selain silaturrohmi, sebagian masyarakat memandang kondangan menjadi ajang adu gaya hidup. Siapa yang mewah, sederhana akan nampak dengan model hajatan yang digelar. Semakin banyak relasi seseorang semakin banyak undangan disebar.


Flasback dulu, waktu aku kecil. Emak memiliki 9 anak, makan telor adalah makanan mewah. Berkat akan menjadi incaran saat emak pulang kondangan. Dulu, telor berkat hanya separo. Sampai rumah harus dibagi lagi dengan adik. Kadang dibelah memakai pisau, kadang juga benah. Lauknya enak, buncis, lodeh kacang, ikan asin, serundeng dan telor diatas wadah piringan daun pisang.


Nah, yang jadi persoalan sekarang saat mereka yang mengirimi undangan, tapi yang diundang tak ada modal untuk menghadiri. Tidak semua warga punya uang atau simpanan cukup beras. Terus bagaimana? Ada yang dipaksa berhutang dulu, ada juga yang membiarkan tanpa balas. 


Begini, hukum siapa yang menanam dia akan memanen. Itu benar adanya. Siapa yang rajin kondangan, maka ia akan dikondangani, siapa yang diundang datang akan sebaliknya. 


Di masa pandemi ini, tidak ada undangan yang kuterima. Hanya tetangga pilihan yang kudatangi, mengingat akrab dan ada yang saudara. Selebihnya mohon maaf, kepentingan untuk sehari-hari lebih wajib dicukupi. Terlebih masih menjadi warga nomaden, berpindah dari merantau dan kampung lalu sebaliknya.


Mungkin nanti tidak ada undangan yang akan disebar, hanya sebatas tasyakuran walimah yang langsung ada makanan yang sampai ditangan warga. Semoga bisa tidak sering membebani orang dan bisa berbagi sesama.


Bumiayu, kota kecil 10-8-2020

Qismika's mom

4 comments:

Tira Soekardi said...

memang sudah hkum alamnitu kali ya , dan akdang orang bikin hajatan mengharap akan kembali modal

Arif Rudiantoro said...

Wah hampir sama di kampungku Mbak di area Lamongan, kalau ada yg nikahan biasanya ibu dan bapak ikut kondangan

Jadi ibu biasanya bawa beras sedangkan bapak bawa amlop itu sudah wajib, tar kalau kita ada hajatan juga di kembalikan.

Sedangkan klo lihat bayi yg baru lahir biasanya bawa Mi, Sabun, Gula Kopi atau baju bayi.

Afidatun nasihah said...

Ya begitulah, meski kadang memberatkan 😀

Afidatun nasihah said...

Hehe sama adatnya, kalau disini bawa beras juga bisa buat nengok bayi. Kadang kado ataupun sabun, baju bayi ataupun kue