Tuesday 10 November 2015

Vending Mechine, Dagangan Tanpa Pedagang


Vending Mechine, Dagangan Tanpa Pedagang

Sesiang itu ditengah terik pinggiran ibu kota. Kawasan hutan Mangrove yang masih dipenuhi para wisatawan. Kondisi kantin satu-satunya menjadi incaran untuk makan siang atau sekedar membeli air.  Awalnya kami sudah mengantri, namun antrian yang mengular membuat kami menarik diri, toh bekal air masih sedikit menahan haus.

Tak jauh dari kantin, kami melangkah menuju wisata air. Tepatnya disampung penjual tiket wahana perahu. Kami tertarik mencoba mesin tsb. Sambil ketawa-ketiwi kami melakukan uji coba. Selembar uang 10 ribu dimasukan. Sruuut uang tsb tertelan. Kami kebingungan langkah selanjutnya, seorang ibu memberi tahu "itu pencet kode, misal D7"  Tanpa melihat visual, keluarlah sebotol sp***t. Kemudian kami mecoba lagi dengan memasukkan yang 5 rbu. Namun, mesin tidak berjalan meski sudah dipencet kode minuman yang diinginkan. Kembali dimasukkan uang 5 ribu, lalu memencet kode minuman dan keluarlah sebotol teh kemasan.

Vending machine air minuman 


Awalnya kami tidak tahu nama mesin itu. Baru setelah searching mbah google kami temukan. Cara hemat waktu untuk membeli air mineral memang membeli vending machine. Vending machine, alias mesin penjual otomatis. Sebuah mesin tanpa penjual tetapi bisa melayani pembeli . Caranya sangat mudah, hanya dengan mengikuti petunjuk yang ada di samping kotak. Mesin ini hanya bisa menerima uang yang berbentuk lembaran. Bisa dari 2000, 5000, 10000 dsb. Sayangnya mesin ini tidak bisa mengembalikan uang kembali jika masih ada yang tersisa dari harga.
Petunjuk penggunaan 

Uji coba pemanfaatan mesin  Hik hik 


Ini sudah mendapat sedikit gambaran mengapa vending machine menjadi musuh para budget traveller. Salah satunya adalah selisih harga yang lumayan antara vending machine dengan toko biasa seperti supermarket maupun mini market. Sebuah air mineral yang dijual melalui vending machine semua dijual harga Rp. 10000,00. Sebotol Sp***t yang biasa diminimarket berharga 7 ribu di mesin dihargai 10 ribu, begitu pula dengan sebotol teh, yang biasanya harga 5 ribu.

Meski hemat waktu dan ringkas, namun mesin ini cukup menguras budget. Ini adalah pengalaman berharga. Tidak apa dibilang katro atau ndeso. Kita tidak akan tahu kalau kita tidak menjajalnya sendiri. Dan ada beberapa orang setelah kami dengan menjajal mesin yang sama.

Monday 9 November 2015

Menjaring Teduh Di Hutan Mangrove Ibu Kota


MENJARING TEDUH DI HUTAN MANGROVE IBU KOTA


Mengunjungi Pantai Indah Kapuk (PIK), kota madya Jakarta Utara. Tak ada salah dan menyesalnya rekreasi ke Tawan Wisata Alam tenda(TWA) Angke Mangrove. Ini bagian dari destinasi yang direncanakan sejak beberapa bulan yang lalu. Dan pada 11/08 di akhir pekan pekan terealisasi. Saya, Nur Indra dan Rosmalinda menghabiskan waktu berfoto narsis diantara rerimbunan pohon Mangrove dan vila cantik.


TWA adalah kawasan pelestarian alam yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata alam dan berpusat pada pengembangan ECOTOURISM. Merupakan tipe lahan basah yang didominasi vegetasi utama Mangrove. Kawasan tersebut telah berubah menjadi tak dan telah direhabilitasi tanaman Mangrove 40% tindakan dan pelestarian dan penanaman kembali hutan Mangrove. Manfaatnya antara lain sebagai pencegah intruisi air laut ke daratan dan juga,berperan dalam meredam bencana banjir. Karena satu gram lumpur mampu menyerap tiga gram garam.


Jembatan paporit buat futu-futu 

Jembatan gantung yang bergoyang, bikin hati dag dig dug

Jembatan kayu legam

legampembibitan pohon Mangrove 



Berangkat dari Serang, tak mengecilkan semangatku. Mengingat rute lumayan panjang. Dari Kebon Jeruk naik bus way dari halte Duri Kepa transit di Harmoni. Tunggu hingga BKTB (Bus Kota Terintegrasi Busway) datang dengan jurusan PIK (Pantai Indah Kapuk). Menaiki BKTP akan dikenai tarif tambahan Rp.2500 sedang untuk arah baliknya dikenakan tarif Rp.6000. Kami berhenti di depan Fresh Market. Menuju lokasi cukup jalan kaki meski sekitar 500 meter di tempuh. Pemandangan gedung yang megah membuatku berdecak kagum. Hutan Mangrove sendiri berada di sebelah sekolah Budha Suci.
Numpang di depan gerbang perumahan elite

Pose sebelum belok kiri ke TWA

Untuk masuk kawasan Taman Wisata Alam Angke Mangrove PIK, orang dewasa dikenakan biaya Rp25.000 per-orang, sedangkan anak-anak Rp10.000. Selain itu, jika mengendarai mobil, dikenai tarif Rp10.000, sedangkan motor cukup mengeluarkan biaya Rp5000. Menurut petugas, Pak Maman menuturkan "Hutan Mangrove ini di komersil kan sejak tahun 2010. Sedang tahap dimulai pembangunannya pada tahun 1993, dan pada tahun 1996 gencar pembangunan. Area seluas 98, 2 hektar ini milik dinas kehutanan yang dikelola oleh swasta".

Diantara rumah kemah segi tiga 
Aku dan  rangsel kesayangan di depan rumah tenda



Memasuki kawasan Taman Wisata Alam Angke Mangrove, kita langsung disambut pepohonan rindang di samping kiri dan kanan jalan blok batu. Berbarengan waktu dhuhur sudah tiba, kami menyempatkan sholat di masjid kayu. Masih Menurut pak Maman selaku pengurus semua bangunan vila, masjid, kantin berbahan dasar kayu merbau. Kayu yang dikirim dari Kalimantan. Sepantauan kami, baru berjalan sekira 100 meter di jalan utama, kami langsung menjumpai kantin di sebelah kiri pandangan, di mana sebagian besar orang bersantai setelah berkeliling. Selain itu, berdiri juga toilet berbentu rumah panggung memanjang yang unik.







Tidak jauh melangkah, kami menjumpai vila-vila kayu yang terlihat asri. Nama-nama vila diambil dari jenis-jenis nama mangrove. Seperti Avicennia, Rhizophora, Egreta dll. Tepat di depan kantin, terdapat pondok wisata alam, di mana ada rumah besar unik dari kayu dan sebuah taman. Banyak orang berfoto-foto di taman tersebut, karena bunga-bunga bermekaran jadi latar yang sangat indah.
Masjid kayu yang cantik, yang pertama ditemui



Setelah puas menikmati pemandangan di sini, kami kembali ke jalan utama untuk melanjutkan perjalanan. Setelah kembali berjalan di jalan utama, tak lama kita akan sampai di kawasan wisata air.

Di kawasan wisata air ini, pengujung bisa menelusuri hutan bakau dengan naik boat berkapasitas delapan orang. Untuk naik boat, kita dikenakan biaya Rp400 ribu. Sedangkan, untuk boat berkapasitas enam orang, pengunjung harus membayar Rp300 ribu.


Jika ingin lebih hemat, pengunjung bisa menyewa perahu dayung atau kayak berkapasitas empat orang. Pengunjung cukup mengeluarkan kocek Rp100 ribu. Pengunjung akan diajak berkeliling hutan mangrove kurang lebih selama 30 menit.

Setelah puas berkeliling di kawasan wisata air, kita bisa melanjutkan perjalanan dengan tujuan utama kawasan pantai. Sebagian besar pengunjung memang penasaran ingin melihat kawasan pantai Taman Wisata Alam Angke Mangrove ini.


Terus berjalan kaki menuju arah pantai, kami dihadapkan sebuah jembatan kayu gelam dan bambu yang harus dilalui. Meskipun disediakan pegangan, kita harus tetap berhati-hati saat melintas jembatan yang jaraknya 50 meter dari pantai.

Dari atas jembatan, pemandangan sekeliling sangat indah dengan hamparan mangrove yang hijau. Banyak pengunjung yang berfoto-foto, namun berhati-hati karena terdapat tulisan 'Maksimal berfoto di jembatan 4 orang'.



Setelah melewati jembatan, kami melanjutkan perjalanan ke arah pantai. Jalanan menuju pantai ini terbuat dari kayu gelam dan ada beberapa yang menggunaka n bambu an kaku dengan samping kiri-kanan pohon-pohon mangrove.

Setelah berjalan sekira 50 meter, tibalah kita di pantai. Terdapat, sebuah gazebo cukup besar untuk pengunjung beristirahat setelah lelah berjalan kaki. Namun, sayangnya pemandangan pantai tidak seperti layaknya pantai. "Ini pantainya? " ujar Rosma heran. Salah seorang pengunjun menimpali "Ga cuma kalian, kita semua tertipu" ketawa kami memecah suasana diantara kaki-kaki yang sudah pegal. Kami ditegaskan lagi, "arah pantai, sesuai visual petunjuk arah" celetuk lelaki tak dijenal. Masih penasaran, kami memburu jalan setapak, hutan Mangrove yang membentang luas, hembusan angin sejuk menerpa tubuh kami.  Sejauh mata memandang ada proyek-proyek bangunan.
Panorama arah pantai 

Bentang hutan mangrove
Arah pantai yak, guys hehe

Sayang, sepanjang arah pantai bau menyengat dari sampah-sampah. Seperti yang diungkapkan pak Maman sampah itu tergantung pasar surut laut. Padahal sudah menjadi tugas setiap hari Jumat rutin bersih-bersih hutan mangrove. Dan hampir keseluruhan sampah adalah sampah kiriman.

Aktivitas lain yang bisa anda lakukan di sini adalah menaiki menara pandang untuk menikmati panorama hutan bakau dari atas. Menara ini juga berfungsi sebagai menara pengamatan burung liar yang ada di kawasan hutan.


Dari atas menara kami bisa melihat jelas pindok-pondok kemah yang sangat unik. Rumah berbentuk segetiga seperti bagunan kemah ini terbuat dari kayu cokelat dan berjejer. karena bentuknya yang unik, banyak pengunjung berfoto-foto di depan pondok-pondok kemah tersebut.

Meski dalam ketakutan ketinggian, selfie jadi kegiatan wajib

Masih dari ke tinggi an menara 


Di antara pondok perkemahan tersebut, terdapat sebuah jalan dari kayu yang bisa ditelusuri pengunjung yang disebut kawasan pengamatan burung. Berjalan menelusurinya, dikelilingi pepohonan bakau, mendengar kicau-kicau burung yang bersembunyi dilebatnya pohon bakau dan pondok-pondok perkemahan sampai tiba di hamparan perairan hutan mangrove yang indah.

Di sini, kani puas berfoto-foto dengan pemandangan perairan hutan mangrove yang masih sangat hijau dan pondok perkemahan unik. Selain itu,  kami melihat mangrove-mangrove yang baru ditanam di perairan. Ada kawasan wisata tersebut memfasilitasi wisata untuk menanam Mangrove. Ada sejumlah biaya yang di tarif kan. Ada banyak visual dari nama yang tertera di patok kayu. Dari nama lembaga, komunitas,  sekolah dan perusahaan yang ikut berpartisipasi menanam Mangrove disana.


Perlu diperhatikan, sebelum jalan-jalan ke sini baiknya menyiapkan obat nyamuk lotion. Sebab nyamuk -nyamuk nakal itu menyerang dengan ganas. Ada baiknya memakai baju panjang juga. Selain itu siapkan bekal untuk makan. Kantin satu-satunya disana jadi incaran seluruh wisatawan. Terlebih harga di sana lebih mahal dari harga normal. Harga porsi nasi goreng Rp. 25000.